Selasa, 04 Oktober 2011

Harry Potter And The Deathly Hallows Bab 7

BAB 7
WASIAT ALBUS DUMBLEDORE
(The Will of Albus Dumbledore)


Harry berjalan di pegunungan yang dingin di bawah langit pagi yang gelap. Jauh di bawahnya,
sebuahkota kecil diselimuti kabut. Apakah pria itu ada di bawahsana ? Pria yang sangat ia butuhkan
sampai ia tidak dapat memikirkan hal yang lain. Pria yang tahu jawaban dari masalahnya.
"Oi, bangun."
Harry membuka matanya. Ia berbaring di atas kasur lipat di dalam kamar Ron. Matahari belum lagi
terbit dan ruangan itu masih gelap. Pigwidgeon masih tertidur dengan kepala di bawah sayap kecilnya.
Bekas luka di dahi Harry terasa menusuk.
"Kau mengigau dalam tidurmu."
"Benarkah?"
"Ya. 'Gregorovitch'. Kau terus menerus mengucapkan 'Gregorovitch'."
Harry tidak memakai kacamatanya. Wajah Ron terlihat kabur.
"Siapa Gregorovitch?"
"Entahlah.Kan kau yang terus menyebutkannya."
Harry menggosok dahinya, berpikir. Ia merasa pernah mendengar nama itu sebelumnya, tapi entah
kapan.
"Kurasa Voldemort sedang mencarinya."
"Priamalang ," kata Ron.
Harry duduk, masih menggosok dahinya, benar-benar terjaga. Ia mencoba untuk mengingat apa yang ia
lihat dalam mimpinya. Yang terlihat hanyalah pegunungan dan pedesaan kecil di lembah.
"Aku rasa dia ada di luar negeri."
"Siapa? Gregorovitch?"
"Voldemort. Aku rasa dia ada di luar negeri, mencari Gregorovitch. Karena tadi tidak seperti di Inggris."
"Sepertinya kau melihat ke dalam pikirannya lagi." Ron terdengar khawatir.
"Tolong jangan beritahu Hermione," kata Harry. "Walau entah bagaimana cara mencegah melihat sesuatu
dalam tidurku…"
 Ia memandangi sangkar Pigwidgeon, berpikir… mengapa nama ‘Gregorovitch’ terasa familiar?
"Aku rasa," kata Harry pelan, "ada hubungannya dengan Quidditch.Ada hubungannya, tapi aku... aku
tidak tahu di mana."
"Quidditch?" kata Ron. "Maksudmu Gorgovitch?"
"Siapa?"
"Dragomir Gorgovitch, Chaser, dipindahkan ke Chuddley Cannons dua tahun lalu. Pemegang rekor
sebagai orang yang paling sering menjatuhkan Quaffle dalam satu musim."
"Bukan," kata Harry. "Aku tidak memikirkan Gorgovitch."
"Aku rasa juga bukan," kata Ron. "Oh, iya, selamat ulang tahun, Harry."
"Wow, benar, aku lupa! Aku sudah tujuh belas tahun!"
Harry mengambil tongkatnya yang tergeletak di samping tempat tidur, mengarahkannya pada kacamata
di atas meja dan berkata,
"Accio kacamata!" Walau hanya setengah meter jauhnya, ada rasa puas saat melihatnya terbang dan
menggantung di depan mata.
"Dasar," dengus Ron.
Merayakan atas 'hilangnya
Trace
', Harry membuat Ron melayang berputar di dalam kamarnya,
membangunkan Pigwidgeon yang ikut terbang di dalam sangkarnya. Harry juga mencoba mengikat tali
celana trainingnya dengan sihir (butuh beberapa menit untuk melepaskan ikatannya). Dan, hanya
bermaksud untuk bersenang-senang, mengubah jubah jingga Chuddley Cannons milik Ron menjadi biru
cerah.
"Aku membungkusnya dengan tanganku," kata Ron terkikik saat Harry melihat bungkusan. "Itu hadiah
untukmu. Bukalah di sini, aku tidak ingin Mum tahu."
"Buku?" tanya Harry yang sibuk dengan bungkusan berbentuk kotak. "Tidak seperti biasanya."
"Itu bukan buku biasa," kata Ron. "Benar-benar berguna.
Twelve Fail-Safe Waysto Charm Witches
.
Menjelaskan semua yang kau perlukan tentang para gadis. Seandainya aku memilikinya tahun lalu.
Sekarang aku tahu bagaimana cara putus dengan Lavender dan memulai dengan… Fred dan George
membelikannya untukku, dan aku belajar banyak. Kau akan terkejut, ini tidak bisa dikerjakan dengan
tongkatmu."
Saat mereka sampai di dapur, mereka melihat setumpuk hadiah menunggu di meja. Bill dan Monsieur
Delacour telah menyelesaikan sarapan mereka sementara Mrs. Weasley masih mengajak mereka
mengobrol dari balik penggorengannya.
"Arthur menyampaikan selamat ulang tahun padamu, Harry," kata Mrs. Weasley, menatapnya. "Dia
sudah berangkat bekerja, tapi dia pasti datang saat makan malam. Hadiah kami ada disana ."
Harry duduk dan mengambil hadiah yang ditunjukkan dan membukanya. Di dalamnya ada sebuah jam
mirip seperti milik Ron yang ia dapatkan dari Mr. dan Mrs. Weasley saat ulang tahun ketujuh belasnya.
Terbuat dari emas dengan bintang-bintang berputar di atasnya.
 "Adalah tradisi untuk memberikan jam pada penyihir yang baru menginjak dewasa," kata Mrs. Weasley,
memperhatikan penuh rasa cemas dari balik panci. "Itu bukan baru, tidak seperti milik Ron. Sebenarnya
itu milik saudaraku, Fabian, dan ia tidak begitu berhati-hati menjaga barang-barangnya, bagian
belakangnya sedikit penyok, tapi…"
Ia tidak melanjutkan kalimatnya karena Harry telah berdiri dan memeluknya. Harry mencoba
menyalurkan semua yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata lewat pelukannya dan sepertinya
Mrs. Weasley mengerti. Karena ia langsung mengusap pipi Harry saat Harry melepaskan pelukannya,
lalu melambaikan tongkatnya tanpa sengaja dan menyebabkan daging asap di atas penggorengan
meloncat ke lantai.
"Selamat ulang tahun, Harry!" kata Hermione yang masuk ke dapur dan menumpukkan hadiahnya di
atas kado lainnya. "Tidak terlalu bagus, tapi semoga kau suka. Apa yang kau berikan padanya?" tanya
Hermione pada Ron yang sepertinya tidak mendengarkan.
"Ayo buka hadiah dari Hermione!" kata Ron.
Hermione memberinya Sneakoscope baru. Hadiah lain berupa pisau cukur otomatis dari Bill dan Fleur
("Ah, ini akan memberikan hasil ter’alus," Monsieur Delacour meyakinkannya, "tapi kau ‘arus
mengataknnya dengan jelas… atau kau akan ke’ilangan banyak rambutmu…"), cokelat dari keluarga
Delacour, dan sekotak besar barang-barang terbaru dari Sihir Sakti Weasley dari Fred dan George.
Harry, Ron, dan Hermione tidak bergabung di meja sarapan, sejak Madame Delacour, Fleur, dan
Gabrielle turun, dapur makin penuh sesak.
“Akan kurapikan untukmu,” kata Hermione senang, mengambil hadiah-hadiah Harry saat mereka bertiga
menuju ke atas, “aku hampir selesai berkemas, tinggal menunggu celana kalian selesai dicuci.”
Pembicaraan mereka berhenti saat pintu terbuka di lantai ke dua.
“Harry, bisakah kau kemari sebentar?” tanya Ginny.
Ron tiba-tiba berhenti, tapi Hermione menggandengnya dan memaksanya untuk terus menaiki tangga.
Harry mengikuti Ginny memasuki ruangan, merasa gugup. Harry tidak pernah masuk ke sini. Ruangan itu
kecil tapi terang. Ada sebuah poster besar band penyihir Weird Sister di dinding, dan sebuah potret
Gwenog Jones, kapten tim Quidditch Holyhead Harpies. Sebuah meja diletakkan di dekat jendela. Dari
sini terlihat kebun di mana ia pernah bermain Quidditch bersama Ron dan Hermione, di mana sekarang
berdiri sebuah tenda putih besar. Bendera keemasan tepat ada di depan jendela kamar Ginny.
Ginny menatap wajah Harry, menarik nafas dalam, dan berkata,
“Selamat ulang tahun ketujuh belas.”
“Terima kasih.”
Ginny menatap Harry dalam-dalam, sedangkan Harry merasa sulit untuk menatap balik, serasa melihat
cahaya yang menyilaukan.
“Pemandangannya bagus,” kata Harry pelan, mengarah keluar jendela.
Ginny diam saja.
 “Aku tidak tahu harus memberikan hadiah apa,” kata Ginny.
“Kau tidak perlu memberikan apa-apa.”
Ginny tidak peduli.
“Aku tidak tahu apa yang akan berguna untukmu. Sesuatu yang tidak terlalu besar, agar dapat kau
bawa.”
Harry mencoba memandang wajah Ginny. Tidak tampak air mata di sana. Itu adalah salah satu hal luar
biasa dari Ginny, ia jarang menangis. Mungkin mempunyai enam orang kakak laki-laki membuatnya
tangguh.
Ginny maju selangkah mendekati Harry.
“Lalu aku pikir, lebih baik memberikan sesuatu yang bisa kau kenang. Kau tahu, bila kau bertemu Veela
saat perjalananmu nanti.”
“Jujur saja, kecil kemungkinan untuk berkencan.”
“Ada sebuah garis perak yang aku cari,” bisik Ginny yang lalu mencium Harry seperti ia tak pernah
menciumnya, dan Harry membalasnya. Dan ini adalah sebuah kebahagiaan yang tak terlupakan, jauh
lebih baik dari Firewhisky. Ia adalah hal yang paling penting di dunia ini, Ginny, merasakannya, satu
tangan memeluk punggungnya dan tangannya lain membelai rambutnya yang panjang, harumnya manis.

Pintu tiba-tiba terbuka lebar dan mereka melompat berpisah.
“Oh,” kata Ron. “Maaf.”
“Ron!” desis Hermione yang ada tepat di belakangnya. Ada ketegangan di antara mereka, lalu Ginny
berkata dengan nada datar,
“Selamat ulang tahun, Harry.”
Telinga Ron memerah, Hermione tampak gelisah. Ingin rasanya Harry membanting pintu di depan muka
mereka. Rasanya ada cairan dingin masuk mengaliri ruangan saat pintu terbuka tadi, dan masa-masa
indah Harry pecah seperti gelembung sabun. Segala alasan untuk putus dari Ginny, untuk menjaga jarak
darinya, sepertinya semua alasan itu tidak terbukti.
Harry menatap Ginny, ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak tahu apa, tapi Ginny terlanjur membalikkan
tubuhnya. Harry mengira Ginny akan menangis, dan Harry tidak bisa menenangkannya di depan Ron.
“Sampai jumpa,” kata Harry keluar ruangan diikuti dua sahabatnya.
Ron turun, melewati dapur yang masih kacau, dan terus menuju halaman belakang, dan Harry terus
mengikutinya, Hermione mengekor di belakang terlihat ketakutan. Saat mereka tiba di ujung halaman
belakang yang rumputnya barus saja dipotong, Ron berbalik menghadap Harry.
“Kau telah mencampakkannya. Lalu apa yang kau lakukan barusan? Mempermainkannya?”
 “Aku tidak mempermainkannya,” kata Harry.
Hermione mencoba menengahi.
“Ron…”
Tapi Ron mengangkat tangannya. Memintanya tetap diam.
“Dia benar-benar sedih waktu kau memutuskannya.”
“Aku juga. Kau tahu mengapa aku memutuskannya. Dan kau tahu aku tidak ingin putus dengannya.”
“Iya, tapi sekarang kau menciumnya dan memberinya harapan…”
“Dia bukan orang bodoh, dia tahu hal itu tidak akan terjadi, dia tidak mungkin mengira bahwa kami
akhirnya akan – akan menikah, atau…”
Saat Harry mengatakannya, sebuah bayangan nyata muncul di dalam pikiran Harry. Ginny dalam gaun
putih menikah dengan seorang pria tanpa wajah. Dan pada saat itu, Harry terasa terpukul. Masa
depannya bebas dan tanpa beban… yang bisa ia lihat di depan hanyalah Voldemort.
“Berani kau menggerayanginya lagi…”
“Tak akan terjadi lagi,” kata Harry kasar.
Hari itu cerah. Tapi Harry merasa bahwa matahari telah menghilang, “ok?”
Ron tampak separuh marah, separuh malu. Ia bergoyang ke depan dan belakang di atas tumitnya lalu
berkata, “Ya sudah, kalau begitu…”
Ginny tidak lagi berusaha untuk berdua-duan dengan Harry sepanjang hari itu. Tidak ada hal khusus
yang Ginny tunjukkan bahwa mereka baru saja melakukan sesuatu yang lebih dari percakapan biasa di
kamarnya. Kedatangan Charlie seperti menjadi suatu hal yang melegakan baginya. Membuat Mrs.
Weasley sibuk memaksa Charlie untuk duduk diam agar Mrs. Weasley bisa memotong rambutnya.
Makan malam pada hari ulang tahun Harry tidak bisa dilaksanakan di dapur bahkan sebelum
kedatangan Charlie, Lupin, Tonks, dan Hagrid. Akhirnya beberapa meja dikeluarkan dan ditata  di
kebun. Fred dan George menyihir lentera besar berwarna ungu yang bertuliskan “17” melayang di atas
meja. Keahlian Mrs. Weasley membuat luka George tampak bersih dan rapi. Tapi Harry tidak terbiasa
melihat sebuah lubang di sisi kepala, sedangkan si kembar malah bercanda terus-terusan dengan itu.
Hermione membuat pita ungu dan emas dan menghiasnya di atas pohon dan semak.
“Bagus,” kata Ron saat Hermione memberi sentuhan akhir yang mengubah warna daun pohon apel
menjadi keemasan.
“Kau ahli dalam hal seperti ini.”
“Terima kasih, Ron!” Hermione terlihat senang dan bingung dalam saat yang bersamaan.
Harry berputar dan tersenyum sendiri. Ia membayangkan apa yang akan dibacanya di
Twelve Fail-Safe
Ways to Charm Witches
saat ia punya waktu untuk membacanya nanti. Harry bertemu mata dengan
Ginny dan tersenyum padanya sebelum ia ingat janjinya pada Ron yang langsung membuatnya tiba-tiba
ingin berbicara dengan Monsieur Delacour.
 “Permisi, minggir!” kata Mrs. Weasley, datang dari arah pintu membawa sesuatu yang tampak seperti
Snitch sebesar bola pantai melayang di depanya. Yang baru kemudian Harry sadari sebagai kue ulang
tahunnya. Saat kue itu akhirnya mendarat di tengah-tengah meja, Harry berkata,
“Luar biasa sekali, Mrs. Weasley.”
“Oh, ini bukan apa-apa, sayang,” kata Mrs. Weasley penuh cinta. Melalui bahu Mrs. Weasley, Harry
dapat melihat Ron mengacungkan jempolnya dan mulutnya bergerak, Bagus.
Pada pukul tujuh, semua tamu sudah datang, dibawa masuk oleh Fred dan George yang
menunggu mereka di ujung jalan. Hagrid datang dengan mengenakan setelan terbaiknya, yaitu jubah
berbulu kecoklatan yang mengerikan. Walau Lupin tersenyum saat menjabat tangan Harry, Harry
menganggapnya sedang tidak senang. Sungguh aneh, melihat di samping Lupin ada Tonks yang
berseri-seri.
“Selamat ulang tahun, Harry,” kata Tonks sambil memeluknya erat-erat.
“Tujuh belas tahun, heh!” kata Hagrid saat menerima anggur dalam gelas seukuran ember dari Fred.
“Sudah enam taun sejak kita bertemu, Harry. Masih ingat?”
“Tidak juga,” Harry tersenyum pada Hagrid. “Kalau tidak salah kau merobohkan pintu depan, memberi
ekor babi pada Dudley, dan berkata bahwa aku seorang penyihir, kan?”
“Aku lupa detailnya,” kekeh Hagrid. “Pa kabar, Ron, Hermione?”
“Kami baik,” kata Hermione. “Bagaimana denganmu?”
“Er, tidak buruk. Cukup sibuk, ada beberapa bayi unicorn baru. Akan aku tunjukkan saat kalian
kembali nanti.”
Harry menghindari tatapan Ron dan Hermione saat Hagrid sibuk dengan sakunya. “Ini, Harry – aku
tidak tau harus memberi apa, tapi aku langsung ingat ini.” Hagrid mengeluarkan sebuah tas kecil berbulu
dengan tali panjang yang sepertinya dikenakan di sekitar leher. “Mokeskin. Dapat sembunyikan apapun
di dalamnya dan hanya pemiliknya yang bisa ngambil. Barang yang jarang ada.”
“Hagrid, terima kasih!”
“Bukan apa-apa,” Hagrid mengayunkan tangannya yang sebesar tutup tempat sampah. “Dan itu Charlie!
Aku selalu suka padanya – hey! Charlie!”
Charlie mendekat sambil menyentuh sedih potongan rambut barunya yang super pendek. Charlie sedikit
lebih pendek dari Ron dengan luka bakar dan luka gores di atas tangannya yang berotot.
“Hai, Hagrid, apa kabar?”
“Aku berusaha tulis surat. Bagaimana kabar Norbert?”
“Norbert?” tawa Charlie, “Naga Punggung Bersirip Norwegia itu? Kami memanggilnya Norberta,
sekarang.”
“Apa – Norbert itu betina?”
 “Iya,” kata Charlie.
“Bagaimana kalian tahu?” tanya Hermione.
“Karena lebih ganas,” kata Charlie. Ia menoleh lalu merendahkan suaranya. “Semoga Dad cepat pulang.
Mum mulai tidak tenang.”
Mereka melihat ke arah Mrs. Weasley. Ia sedang berbicara dengan Madame Delacour dan sesekali
menatap ke arah pintu pagar.
“Aku rasa kita mulai pestanya tanpa Arthur,” katanya setelah beberapa saat. “Dia pasti tertahan di –
oh!”
Semua melihat hal yang sama. Kilatan keperakan datang menuju ke arah meja yang kemudian berubah
bentuk menjadi musang yang berdiri dengan kedua kaki belakangnya dan berbicara dengan suara Mr.
Weasley.
“Menteri Sihir datang bersamaku.”
Patronus itu menghilang diikuti decak kagum keluarga Fleur.
“Kami harus pergi,” kata Lupin tiba-tiba. “Harry – maaf – akan kujelaskan lain kali.”
Lupin merangkul pinggang Tonks dan menariknya pergi. Mereka berlari ke arah pagar, dan menghilang.
Mrs. Weasley menatap kebingungan.
“Sang Menteri – tapi – mengapa? Aku tidak mengerti.”
Tak ada waktu berdiskusi karena beberapa saat kemudian, Mr. Weasley muncul di pintu gerbang
ditemani oleh Rufus Scrimgeour, yang langsung dapat dikenali dengan rambut singanya.
Dua orang itu berjalan menyebrangi halaman menuju meja yang diterangi lentera, di mana semua orang
duduk terdiam melihat mereka mendekat. Saat Scrimgeour terkena cahaya, Harry merasa ia tampak
lebih tua dari saat Harry terakhir kali bertemu dengannya, lebih kurus dan suram.
“Maaf mengganggu,” kata Scrimgeour saat baru saja mendekati meja. “Aku tahu aku menjadi perusak
suasana di sini.”
Matanya terhenti sejenak pada kue Snitch raksasa.
“Selamat ulang tahun.”
“Terima kasih,” kata Harry.
“Aku ingin berbicara secara pribadi denganmu,” lanjut Scrimgeour. “Juga dengan Mr. Ronald Weasley
dan Miss Hermione Granger.”
“Kami?” kata Ron terkejut. “Mengapa kami?”
“Akan kuberitahu saat kita bisa pindah ke tempat yang lebih pribadi,” kata Scrimgeour.
 “Apakah ada?” pintanya pada Mr. Weasley.
“Ya, tentu saja,” kata Mr. Weasley terlihat gugup. “Er, ruang duduk, kalian bisa menggunakannya.”
“Tunjukkan,” kata Scrimgeour pada Ron. “Kau tak perlu menemani kami, Mr. Weasley.”
Mr. Weasley bertukar pandang gugup dengan Mrs. Weasley saat Ron dan Hermione berdiri. Mereka
berjalan dalam diam menuju rumah. Harry tahu sahabatnya memikirkan hal yang sama dengannya.
Scrimgeour pasti, entah bagaimana, tahu bahwa mereka akan keluar dari Hogwarts.
Scrimgeour tidak mengatakan apa-apa saat melewati dapur yang berantakan dan langsung ke ruang
duduk. Walau di kebun dipenuhi lembutnya cahaya malam, tapi ruangan ini begitu gelap. Harry
mengayunkan tongkatnya ke arah lampu dan langsung menyala dan menerangi ruangan lusuh tapi nyaman
itu. Scrimgeour duduk di kursi malas yang biasa ditempati Mr. Weasley, dan Harry, Ron, dan Hermione
duduk berdesakan di sofa. Saat semua tenang, Scrimgeour berbicara.
“Aku ingin bertanya beberapa hal pada kalian bertiga, dan akan lebih baik bila dilakukan sendiri-sendiri.
Aku rasa kalian berdua,” Scrimgeour menunjuk Harry dan Hermione, “bisa menunggu di atas, aku akan
mulai dengan Ronald.”
“Kami tidak akan ke mana-mana,” kata Harry diikuti anggukan Hermione. “Kau harus berbicara pada
kami atau tidak sama sekali.”
Scrimgeour menatap Harry dingin. Harry merasa bahwa sang Menteri sedang berpikir apakah berarti
bila harus bersikap bermusuhan saat ini.
“Baiklah, bersamaan,” katanya sambil mengangkat bahu. Ia berdeham. “Aku di sini karena, aku tahu
kalian sudah tahu, wasiat Albus Dumbledore.”
Harry, Ron, dan Hermione saling bertukar pandang.
“Kalian terkejut! Kalian tidak tahu, kalau begitu, bahwa Dumbledore meninggalkan seseuatu untuk
kalian?”
“Ka-kami?” kata Ron. “Aku dan Hermione juga?”
“Ya, kalian…”
Harry memotongnya. “Dumbledore sudah meninggal sebulan lalu. Mengapa butuh waktu yang begitu
lama untuk memberikannya pada kami?”
“Sudah jelas, kan?” kata Hermione sebelum Scrimgeour menjawab. “Mereka ingin memeriksanya
terlebih dahulu. Kalian tidak punya hak!” suaranya bergetar.
“Kami punya,” kata Scrimgeour. “Dekrit Hak Penyitaan memberi Kementrian hak untuk menyita
barang, bila…”
“Hukum itu ditujukan untuk menghentikan para penyihir yang memindahkan artifak Ilmu Hitam,” kata
Hermione, “dan Kementrian seharusnya punya bukti kuat untuk menyita barang! Kau pikir Dumbledore
akan memberikan barang yang dikutuk pada kami?”
“Apakah kau berencana bekerja di Departemen Hukum Sihir, Miss Granger?” tanya Scrimgeour.
 “Tentu tidak,” jawab Hermione. “Aku hanya ingin melakukan sesuatu yang benar!”
Ron tertawa. Mata Scrimgeour menatap Ron lalu kembali ke Harry saat Harry berbicara.
“Jadi, mengapa kau memutuskan untuk memberikannya pada kami sekarang? Tidak punya alasan lain
untuk bisa menahannya?”
“Bukan, karena batas tiga puluh satu hari mereka sudah habis,” kata Hermione. “Mereka tidak boleh
menyimpan suatu benda lebih lama kalau memang tidak terbukti berbahaya.”
“Apakah kau dekat dengan Dumbledore, Ronald?” tanya Scrimgeour mengacuhkan Hermione.
Ron terkejut.
“Aku? Tidak – tidak juga… biasanya Harry yang…”
Kata Ron sambil menoleh ke arah Harry dan Hermione yang memberinya tatapan ’Diam’! Tapi sudah
terlambat. Scrimgeour sudah mendapatkan apa yang ingin ia dengar. Ia langsung menyambar jawaban
Ron seperti seekor burung yang sudah mengincar mangsanya.
“Kalau kau tidak terlalu dekat dengan Dumbledore, apa yang kau katakan bila kau ada dalam
wasiatnya? Dia telah memilih beberapa orang untuk menerima barang peninggalannya. Begitu banyak
peninggalannya – perpustakaan pribadi, benda-benda sihir, barang-barang pribadi – yang tertinggal di
Hogwarts. Menurutmu, mengapa kau menjadi salah satu penerimanya?”
“Aku… entahlah,” kata Ron, “aku… saat aku bilang kami tidak terlalu dekat… maksudku, aku rasa dia
cukup menyukaiku…”
“Jangan merendah, Ron!” kata Hermione. “Dumbledore benar-benar menyukaimu.”
Tentu saja itu tidak benar. Setahu Harry, Ron dan Dumbledore tidak pernah begitu dekat bahkan
mereka hampir tidak pernah saling kontak. Namun, Scrimgeour tidak peduli. Ia mengeluarkan sebuah tas
dari balik jubahnya, tas yang ukurannya sedikit lebih besar dari kantung pemberian Hagrid untuk Harry.
Lalu ia mengeluarkan segulung perkamen, membukanya dan membacanya.
“’Peninggalan dan Wasiat Terakhir Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore’... ah, ini dia…
untuk
Ronald Bilius Weasley, aku berikan Deluminator, semoga dia akan mengingatku saat
menggunakannya
.“
Scrimgeour mengeluarkan sesuatu dari dalam tas. Harry pernah melihatnya. Sebuah korek perak yang
dapat menyedot cahaya dan mengembalikannya lagi dalam sekali tekan. Scrimgeour menyerahkannya
pada Ron yang langsung memainkannya dengan tangan, tertegun.
“Sebuah benda yang berharga,” kata Scrimgeour, memperhatikan Ron. “Juga unik. Jelas Dumbledore
membuatnya sendiri. Mengapa ia memberimu barang yang begitu langka?”
Ron menggelengkan kepalanya, kebingungan.
“Dumbledore pasti punya ribuan murid,” lanjut Scrimgeour. “Tapi yang dia hanya kalian bertiga.
Tahukah kalian? Kira-kira Dumbledore ingin kau melakukan apa dengan Deluminator itu, Mr. Weasley?”
“Memadamkan lampu, kurasa,” gumam Ron. “Memang aku bisa melakukan hal lainnya?”
Jelas Scrimgeour pun tak tahu. Setelah memperhatikan Ron beberapa saat, ia kembali ke surat wasiat
Dumbledore.
 
Untuk Miss Hermione Jean Granger, aku berikan
The Tales of Beedle the Bard
, semoga ia
terhibur dan dapat belajar darinya
Kali ini Scrimgeour mengeluarkan sebuah buku kecil dari dalam tasnya. Buku itu tampak sama tuanya
dengan
Secrets of the Darkest Art
. Sampulnya lusuh dan banyak bagian yang boncel. Hermione
mengambilnya dari Scrimgeour tanpa berkata apa-apa. Hermione meletakkan buku itu dipangkuannya
dan terus menatapnya. Harry melihat judulnya tertulis dalam huruf Rune. Lalu terlihat tetesan air mata
membasahi simbol-simbol itu.
“Mengapa ia memberimu buku itu, nona Granger?” tanya Scrimgeour.
“Dia… dia tahu aku suka buku,” isak Hermione sambil menghapus air mata dengan lengan bajunya.
“Tapi mengapa buku itu?”
“Aku tidak tahu. Mungkin dia pikir aku akan suka.”
“Apakah kau pernah berdiskusi tentang kode atau pesan rahasia dengan Dumbledore?”
“Tidak pernah,” kata Hermione yang masih mengapus air mata dengan lengan baju. “Dan bila dalam tiga
puluh satu hari Kementrian tidak bisa menemukan kode rahasia, aku rasa aku pun tidak bisa.”
“’Untuk Harry James Potter,’“ baca Scrimgeour, dan Harry dipenuhi merasa kegembiraan, ”
aku
berikan Snitch yang ditangkap dalam pertandingan Quidditch pertamanya di Hogwarts, sebagai
tanda penghargaan atas bakat dan usahanya
.“
Lalu Scrimgeour mengeluarkan sebuah bola emas kecil seukuran kacang walnut. Sayap peraknya
bergetar lemah. Sekarang yang Harry rasakan hanyalah kegembiraan yang memudar.
“Mengapa ia memberimu Snitch ini?” tanya Scrimgeour.
“Tidak tahu,” kata Harry. “Seperti yang telah kau baca, kurasa… penghargaan bila kau… berusaha dan
apa tadi itu.”
“Jadi, menurutmu ini tanda mata belaka?”
“Sepertinya,” kata Harry. “Memang ada yang lain?”
“Jelaskan padaku,” kata Scrimgeour, menggeser kursinya mendekat ke sofa. Di luar malam sudah
benar-benar turun. Dari jendela terlihat tenda putih jauh di balik pagar tanaman.
“Kue ulang tahunmu berbentuk Snitch,” kata Scrimgeour pada Harry. “Jelaskan!”
Hermione tertawa mengejek.
“Oh, itu karena Harry memang seorang Seeker hebat, jelas sekali kan,” kata Hermione.
“Mungkin ada pesan rahasia dari Dumbledore di permukaannya!”
“Aku rasa tidak ada yang di sembunyikan di permukaannya,” kata Scrimgeour, “tapi Snitch adalah
sebuah barang yang tepat untuk menyembunyikan sebuah benda kecil. Aku yakin kalian tahu.”
 Harry mengangkat bahunya. Hermione tahu jawabannya. Harry merasa bahwa sudah menjadi kebiasaan
Hermione untuk menjawab semua pertanyaan dengan benar.
“Karena Snitch mampu mengingat sentuhan,” jawab Hermione.
“Apa?” kata Harry dan Ron bersamaan, mengingat sedikitnya pengetahuan yang Hermine tahu tentang
Quidditch.
“Benar,” kata Scrimgeour. “Sebuah Snitch tidak pernah disentuh sebelum dilepaskan, bahkan oleh para
pembuatnya, mereka diharuskan untuk menggunakan sarung tangan. Disihir agar dapat mengenali orang
pertama yang menyentuhnya, mencegah bila ada pertengkaran siapa yang menangkap lebih dulu. Snitch
ini,” Scrimgeour mengangkat bola emas kecil itu, “akan mengingat sentuhanmu, Potter. Menurutku,
Dumbledore, dengan kemampuan sihirnya yang menakjubkan, telah menyihir Snitch agar hanya terbuka
untukmu.”
Jantung Harry berdetak kencang. Ia yakin Scrimgeour benar. Sekarang, bagaimana cara menolak
menerima Snitch itu dengan tangan telanjang?
“Kau diam saja,” kata Scrimgeour. “Apakah kau sudah tahu apa isi Snitch ini?”
“Tidak,” kata Harry yang masih memikirkan cara untuk bisa menerima Snitch itu tanpa harus
menyentuhnya. Seandainya ia menguasai Legilimency dan bisa membaca pikiran Hermione.
“Terimalah,” kata Scrimgeour.
Harry menatap langsung ke dalam mata kuning sang Menteri dan tahu tidak ada pilihan lain selain patuh.
Harry mengulurkan tangannya dan Scrimgeour meletakkan Snitch, perlahan dan penuh hati-hati, di
telapak tangan Harry.
Tidak terjadi apa-apa. Saat Harry mengenggam Snitch, sayapnya bergetar dan kembali diam.
Scrimgeour, Ron, dan Hermione tetap memandangi bola itu, berharap akan ada perubahan sekecil apa
pun.
“Dramatis sekali,” kata Harry tenang. Ron dan Hermione tertawa.
“Hanya itu, kan?” kata Hermione sambil berusaha berdiri dari sofa.
“Tidak juga,” kata Scrimgeour, yang mulai marah. “Dumbledore memberi dua warisan padamu, Potter.”
“Apa itu?” kata Harry, kegembiraan itu kembali.
“Pedang Godric Griffindor,” kata Scrimgeour.
Hermione dan Ron membeku. Harry mencari-cari tanda adanya pedang berhiaskan mirah di gagangnya,
tapi Scrimgeour tidak mengeluarkan sesuatu dari tasnya, yang jelas terlalu kecil untuk menyimpan sebuah
pedang di dalamnya.
“Ada di mana?” tanya Harry curiga.
“Sayangnya,” kata Scrimgeour, “bukan hak Dumbledore untuk memberikan pedang itu. Pedang Godric
Gryffindor adalah artifak sejarah yang penting, sehingga barang itu menjadi milik…”
“Itu milik Harry!” kata Hermione panas. “Pedang itu memilihnya, Harry yang menemukannya, Harry
mengeluarkannya dari topi seleksi…”
 “Berdasarkan sumber sejarah yang dapat dipercaya, pedang itu dapat muncul dihadapan orang yang
sesuai dengan kriteria Gryffindor. Dan itu tidak membuatnya menjadi barang pribadi milik Mr. Potter,
walau Dumbledore sudah memutuskan.” Scrimgeour menggaruk pipinya yang tidak tercukur rapi sambil
mengamati Harry. “Menurutmu, mengapa…”
“Mengapa Dumbledore memberikan pedang itu padaku?” potong Harry yang mencoba menahan
amarahnya. “Mungkin Dumbledore pikir akan bagus bila aku menjadikannya hiasan dinding.”
“Jangan bercanda, Potter!” geram Scrimgeour. “Apakah karena Dumbledore percaya bahwa hanya
pedang Godric Gryffindor yang dapat mengalahkan Ahli Waris Slytherin? Apakah dia ingin memberikan
pedang itu padamu, Potter, karena dia percaya, seperti kebanyakan, bahwa kau adalah yang ditakdirkan
untuk menghabisi Dia Yang Tak Boleh Disebut?”
“Teori yang menarik,” kata Harry. “Apakah sudah ada yang pernah mencoba menusuk Voldemort
dengan pedang? Mungkin Kementrian harus menyuruh seseorang untuk melakukannya, daripada
membuang waktu meneliti Deluminator, atau menangkap buronan dari Azkaban. Jadi ini yang kau
lakukan, tuan Menteri, mengunci diri di dalam kantor, mencoba membuka Snitch? Orang-orang sekarat
di luar sana, dan aku salah satu dari mereka. Voldemort terbang mengejarku dan membunuh Mad-Eye
Moody, dan Kementrian diam saja. Dan kau masih berharap kami akan bekerja sama denganmu!”
“Keterlaluan!” teriak Scrimgeour yang langsung berdiri. Harry pun melompat berdiri. Scrimgeour
melangkah maju dan menusukkan tongkatnya ke arah dada Harry dan meninggalkan lubang kecil seperti
bekas terbakar di kaus Harry.
“Oi!” kata Ron yang langsung berdiri dan mengangkat tongkatnya, tapi Harry berkata, “Jangan! Jangan
beri dia alasan untuk menangkap kita.”
“Ingat bahwa kau tidak sedang di sekolah, hah?” kata Scrimgeour mendengus di depan wajah Harry.
“Ingat bahwa aku bukan Dumbledore yang memaafkan semua penghinaan dan keangkuhanmu, Potter.
Kau bisa saja menyandang bekas lukamu seperti mahkota, Potter, tapi anak berumur tujuh belas tahun
tidak pantas memberi tahu apa yang harus kukerjakan! Sudah saatnya kau belajar menghormati orang
lain!”
“Dan saatnya kau belajar mendapatkannya,” kata Harry.
Lantai bergetar, terdengar suara berlari, lalu pintu ruang duduk terbuka. Mr. dan Mrs. Weasley berlari
melewatinya.
“Kami – kami rasa kami mendengar…” kata Mr. Weasley yang langsung waspada melihat Harry dan
Menteri berdiri berhadapan saling mengangkat dagu.
“… ada yang berteriak,” kata Mrs. Weasley terangah-engah.
Scrimgeour mundur beberapa langkah menjauhi Harry dan melihat lubang yang dibuatnya di kaus Harry.
Scrimgeour menyesal telah kehilangan kendali.
“Tidak – tidak ada apa-apa,” geram Scrimgeour. “Aku… kecewa atas kelakuanmu,” katanya sambil
menatap wajah Harry. “Sepertinya kau menganggap bahwa Kementrian tidak memiliki keingingan yang
sama denganmu – dengan Dumbledore. Seharusnya kita bekerja sama.”
“Aku tidak menyukai metodemu, Pak Menteri,” kata Harry. “Ingat ini?”
Harry mengacungkan kepalan tangan kanannya dan menunjukkan pada Scrimgeour bekas luka yang
masih tampak jelas, bertuliskan aku tidak boleh berbohong. Wajah Scrimgeour mengeras. Ia berbalik
 dan meninggalkan ruangan tanpa satu kata pun. Mrs. Weasley bergegas mengikutinya. Harry dapat
mendengar Mrs. Weasley berkata dari pintu belakang,
“Dia sudah pergi!”
“Apa yang dia ingingkan?” tanya Mr. Weasley memandangi Harry, Ron, dan Hermione.
Lalu Mrs. Weasley kembali ke dalam
“Memberikan peninggalan Dumbledore pada kami,” kata Harry. “Benda-benda ini diberikan sesuai
wasiat Dumbledore.”
Di atas meja makan di kebun, ketiga barang yang baru saja diserahkan Scrimgeour berpindah-pindah
tangan mengelilingi meja. Tiap orang membicarakan Deluminator dan
The Tales of Beedle the Bard
dan
kecewa akan keputusan Scrimgeour tidak menyerahkan pedang itu. Tapi tidak seorang pun mengerti
mengapa Dumbledore memberikan Snitch tua pada Harry. Mr. Weasley memeriksa Deluminator ketiga
atau keempat kalinya, sementara Mrs. Weasley berkata, “Harry, sayang, semua orang kelaparan
sekarang, kami tidak ingin memulainya tanpamu… bisakah aku menyajikan makan malam sekarang?”
Setelah semua makan, menyanyikan “Selamat Ulang Tahun”, dan menelan banyak potongan kue, pesta
pun usai. Hagrid, yang diundang ke pesta pernikahan ke esokan harinya, tapi terlalu besar untuk bisa
tidur di dalam The Burrow, mendirikan tenda di halaman belakang.
“Temui kami di atas,” bisik Harry pada Hermione saat mereka membantu Mrs. Weasley membereskan
sisa-sisa pesta. “Setelah semua orang pergi tidur.”
Di loteng, Ron memeriksa Deluminator dan Harry sedang mengisi kantung Mokeskin pemberian Hagrid,
tidak dengan emas, tapi dengan benda-benda yang ia anggap berharga, walaupun juga ada yang tidak
berarti. Peta Perampok, potongan cermin Sirius, dan liontin R.A.B. Harry mengulur talinya dan
mengalungkannya pada lehernya. Lalu ia terduduk, memegangi Snitch tua dan memperhatikan sayapnya
yang bergetar lemah. Akhirnya Hermone datang dan masuk ke kamar perlahan.
“Muffliato!” bisik Hermione mengayunkan tongkatnya ke arah tangga.
“Kukira kau tidak akan menggunakan mantra itu,” kata Ron.
“Perubahan,” kata Hermione. “Sekarang, tunjukkan Deluminator itu.”
Ron langsung mengangkat dan menekannya. Cahaya di ruangan itu langsung padam.
“Masalahnya,” bisik Hermione dalam gelap, “kita bisa saja memakai Bubuk Kegelapan Peruvian.”
Terdengar suara klik, dan cahaya itu terbang kembali ke tampat semula dan kembali menerangi ruangan
itu.
“Tetap saja ini keren,” bela Ron. “Dan seperti orang lain katakan, Dumbledore membuatnya sendiri!”
“Aku tahu, tapi aku yakin Dumbledore memberikannya padamu tidak hanya untuk memadamkan
lampu!”
“Apa Dumbledore sudah mengira bahwa Kementrian akan menahan wasiatnya dan semua barang yang
akan diberikannya pada kita?” tanya Harry.
 “Tentu saja,” kata Hermione. “Dumbledore tidak dapat menjelaskan fungsinya dalam wasiat. Tapi tetap
saja kita tidak tahu mengapa…”
“Mengapa Dumbledore tidak memberikan petunjuk saat dia masih hidup?” tanya Ron.
“Ya, benar,” kata Hermione yang langsung memandangi buku
The Tales of Beedle the Bard
. “Jika
benda-benda ini terlalu penting untuk diberikan langsung di bawah hidung Kementrian, seharusnya dia
memberi penjelasan sebelumnya pada kita… mungkin dia pikir kita akan mengerti.”
“Kurasa Dumbledore salah,” kata Ron. “Sudah kukatakan kalau dia itu gila. Brilian memang, tapi gila.
Memberi Harry sebuah Snitch tua – apa maksudnya?”
“Entahlah,” kata Hermione. “Saat Scrimgeour menyerahkannya padamu, Harry, aku yakin akan terjadi
sesuatu.”
“Ya,” jantung Harry berdetak kencang saat ia mengangkat Snitch yang ada di tangannya.
“Aku tidak harus melakukannya di depan Scrimgeour, kan?”
“Apa maksudmu?” tanya Hermione.
“Snitch yang aku tangkap di pertandingan Quidditch pertamaku, kan?” kata Harry.
“Kalian tidak ingat?”
Hermione terpesona, sedangkan Ron kebingungan memandangi Harry dan Snitch itu. Lalu Ron mengerti.
“Yang hampir kau telan!”
“Tepat,” jantung Harry berdetak lebih kencang, lalu ia memasukknya Snitch itu ke dalam mulutnya.
Snitch itu tidak membuka. Merasa frustasi dan kecewa, Harry mengeluarkan bola emas itu. Hermione
langsung berteriak.
“Tulisan! Ada tulisan, cepat, lihat!”
Harry hampir menjatuhkan Snitch karena kaget dan terlalu senang. Hermione benar. Terukir di
permukaan emas, yang sebelumnya tidak ada, ada lima kata tertulis dengan tulisan tangan yang Harry
kenal sebagai tulisan tangan Dumbledore.
I open at the close
- Aku terbuka saat akhir.
Harry membacanya, lalu tulisan itu menghilang.
Aku terbuka saat akhir…
Apa artinya?”
Ron dan Hermione menggeleng, tidak mengerti.
“Aku terbuka saat akhir… aku terbuka saat akhir,”
 Bagaimana pun mereka mengulangi kata-kata itu, dengan berbagai perubahan, tetap saja mereka tidak
mengerti apa maksudnya.
“Dan pedang,” kata Ron setelah mereka menyerah untuk mencari arti lain dari tulisan pada Snitch.
“Mengapa Dumbledore memberikan pedang itu pada Harry?”
“Dan mengapa Dumbledore tidak langsung memberitahu aku?” kata Harry. “Pedang itu ada di sana,
terpajang di dinding kantor Dumbledore saat kami berbicara tahun lalu! Bila Dumbledore ingin aku
memilikinya, mengapa dia tidak langsung memberikannya padaku saat itu?”
Harry merasa seperti sedang duduk menghadapi soal ujian yang seharusnya ia tahu jawabannya, tapi
otaknya tidak bereaksi. Apa ada yang ia lewatkan saat berbicara dengan Dumbledore tahun lalu?
Apakah seharusnya ia mengerti semua ini? Apakah Dumbledore berharap Harry akan mengerti?
“Dan buku ini…
The Tales of Beedle the Bard
… aku tidak pernah mendengarnya!”
“Kau tidak pernah mendengar
The Tales of Beedle the Bard?
” kata Ron tak percaya.
“Kau bercanda, kan?”
“Tidak!” kata Hermione terkejut. “Kau pernah mendengarnya kalau begitu?”
“Tentu saja!”
Harry kebingungan. Keadaan bahwa Ron telah membaca buku yang belum pernah dibaca Hermione
tidak pernah terjadi sebelumnya. Ron sendiri kelihatan tidak percaya dengan keterkejutan mereka.
“Ayolah! Semua dongeng anak-anak ditulis oleh Beedle, kan? '
The Fountain of Fair Fortune
'… '
The
Wizard and the Hopping Pot
'… '
Babbitty Rabbitty
’ dan ‘
Her Cackling Stump
'.”
“Apa?” kata Hermione terkikik. “Apa yang terakhir?”
“Ayolah!” kata Ron yang masih tidak percaya akan reaksi Ron dan Hermione. “Kalian pasti sudah
dengar ‘
Babbitty Rabbity
’…”
“Ron, kau tahu kan kalau Harry dan aku dibesarkan oleh keluarga Muggle,” kata Hermione. “Kami
tidak mendengar cerita seperti itu, kami mendengar Putri Salju dan Tujuh Kurcaci dan Cinderella…”
“Apa itu? Nama penyakit?” tanya Ron.
“Jadi ini dongeng anak?” tanya Hermione, kembali memperhatikan huruf-huruf Rune.
“Mungkin,” kata Ron tidak yakin, “maksudku, hanya itu yang aku dengar, kalau semua dongeng anak
dibuat oleh Beedle. Aku tidak pernah tahu tahu versi aslinya.”
“Tapi mengapa Dumbledore ingin aku membacanya?”
Terdengar suara dari bawah.
“Mungkin Charlie, Mum pasti sudah tidur. Charlie sedang berusaha menumbuhkan rambutnya kembali,”
kata Ron gelisah.
 “Tetap saja, kita harus tidur sekarang,” bisik Hermione. “Tidak mungkin kita bisa bangun terlambat
besok.”
“Tidak juga,” kata Ron. “Sebuah pembunuhan kejam terhadap ibu pengantin dapat mengacaukan pesta
pernikahan. Aku yang memadamkan lampu.”
Dan Ron menekan Deluminator sesaat setelah Hermione keluar dari kamar.




To be continue............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog