Sabtu, 08 Oktober 2011

Harry Potter and The Deathly Hallows Bab 22

BAB22
RELIKUI KEMATIAN
(Deathly Hallows)

Harry jatuh, terengah-engah dirumput dan merangkak sekaligus.  Tampaknya mereka mendarat di sudut
sebuah lapangan saat senja hari; Hermione sedang berlari membuat sebuah lingkaran di sekitar mereka
dengan melambaikan tongkat sihirnya.
“Protego totalum…Salvio hexia...”
“Dasar pengkhianat tua pengadu,” Ron terengah-engah keluar dari jubah gaib dan melemparnya ke
Harry. “Hermione kau memang jenius, sangat jenius, aku tak percaya kita dapat keluar dari semua itu.”
“Cave inimicum… aku sudah bilang itu adalah tanduk Frumpent, bukan kah telah kuperingatkan dia?
Dan sekarang rumahnya hancur berantakan.”
“Dia pantas mendapatkannya,” ucap Ron, memeriksa sobekan di jeansnya dan luka di kakinya, “apa
yang kau pikir akan mereka lakukan padanya?”
 “Oh kuharap mereka tak membunuhnya,” erang Hermione, “karena itulah aku ingin para
Death Eater
dapat melihat Harry sekilas sebelum kita pergi, jadi mereka tahu Xenophilius tidak berbohong.”
“Tetapi kenapa kau menyembunyikanku?” tanya Ron.
“Kau seharusnya berada di ranjang karena spattergroit Ron! Mereka menculik Luna karena ayahnya
mendukung Harry! Apa yang akan terjadi pada keluargamu kalau mereka tahu kau bersamanya?”
“Tapi bagaimana dengan Ayah dan Ibu-mu?”
“Mereka di Australia,” jawab Hermione, “mereka seharusnya baik-baik saja. Mereka tak mengetahui
apapun.”
“Kau memang jenius,” ulang Ron terpesona.
“Yeah, kau memang jenius Hermione,” Harry mengiyakan dengan bersemangat. “Aku tak tahu apa yang
kan kita lakukan tanpamu.”
Hermione berseri-seri tapi langsung serius lagi.
“Bagaimana dengan Luna?”
“Ya, bila mereka mengatakan yang sebenarnya dan dia masih hidup...” Ron memulai.
“Jangan katakan itu, jangan katakan!” Hermione berseru, ”dia pasti masih hidup, itu pasti.”
“Kalau begitu dia pasti di azkaban, kuharap,” ucap Ron, “mungkinkah dia bertahan hidup disana...
banyak orang tidak bertahan.”
“Dia akan bertahan,” sergah Harry, dia tak mampu membayangkan alternatif lainya, “dia tangguh, Luna
jauh lebih tangguh dari yang kau kira, dia mungkin mengajari para penghuninya tentang Wrackspurt dan
Nargle.”
“Kuharap kau benar,” ucap Hermione, dia menyeka matanya, “aku sangat menyesal tentang Xenophilius
bila...”
“...bila dia tidak mencoba menjual kita pada para
Death Eater
, yeah,” potong Ron.
Mereka mendirikan tenda dan berbenah didalamnya, Ron membuatkan teh untuk mereka, setelah
pelarian mereka yang menyesakkan, tenda yang dingin dan pengap itu terasa seperti rumah: aman, akrab
dan ramah.
“Oh, kenapa kita pergi kesana?” erang Hermione setelah beberapa menit terdiam.
“Harry, kau benar, lagi-lagi ini tentang Godric’s Hollow, benar-benar buang-buang waktu!
Deathly
Hallows
…sepertinya omong kosong…atau sebenarnya…” sepertinya dia tiba-tiba mendapatkan
sebuah ide, “dia mungkin saja mengarang semua itu, mungkin saja kan? Dia mungkin tidak percaya pada
Deathly Hallows
sama sekali, dia cuma ingin kita tetap disana hingga
Death Eater
datang.”
“Kukira tidak,” sanggah Ron, “lebih sulit mengarang sesuatu saat kau sedang dibawah tekanan dari pada
yang kau kira. Aku membuktikannya saat para Perampas mengerjaiku. Lebih mudah berpura-pura
menjadi Stan, karena aku mengetahu sedikit tentang dia, daripada mengarang seorang yang benar-benar
 baru. Lovegood tua benar-benar tertekan, mencoba memastikan kita tetap tinggal. Aku yakin dia
menceritakan yang sebenarnya agar kita tetap bicara.”
“Aku pikir itu bukan suatu masalah,” dengus Hermione, “walaupun dia jujur, aku belum pernah
mendengar omong kosong separah itu dalam hidupku”
“Tunggu dulu,” sergah Ron, “Kamar Rahasia dulunya sebuah mitos kan?”
“Tapi
Deathly Hallows
tak mungkin ada Ron!”
“Kau tetap berpikir begitu, tapi satu darinya ada,” ucap Ron lagi, “Jubah Gaib milik Harry...”
“Kisah Tiga Saudara adalah sebuah dongeng,” ucap Hermione tegas, “sebuah dongeng tentang
bagaimana manusia takut kepada kematian. Bila bertahan hidup hanya semudah bersembunyi dibawah
Jubah Gaib, kita telah memiliki segala yang kita butuhkan!”
“Aku tak tahu. Kita dapat melakukannya dengan sebuah tongkat sihir yang tak terkalahkan” ucap Harry,
memutar-mutar tongkat
blackthorn
yang tak disukainya dengan jarinya.
“Tidak ada hal seperti itu, Harry!”
“Kau bilang ada banyak sekali tongkat sihir…tongkat kematian dan apalah mereka menyebutnya…”
“Baiklah, walaupun kau ingin percaya kalau Tongkat Elder itu nyata, bagaimana dengan Batu
Kebangkitan?” jarinya menggambarkan sebuah tanda ketika menyebutkan nama itu, dan suaranya
berubah kasar.  “Tak ada sihir yang dapat menghidupkan yang mati, dan itu mutlak.”
“Saat tongkat sihirku terhubung dengan tongkat sihir Kau-Tahu-Siapa, Ayah dan Ibuku muncul…dan
Cedric…”
“Tapi mereka tak benar-benar kembali dari kematian kan?” sangkal Hermione,
“seperti…sebuah tiruan sekilas tidaklah sama dengan benar-benar membuat mereka hidup kembali”
“Tapi dia, gadis dalam dongeng, juga tidak benar-benar kembali dari kematian kan? Dongeng itu
mengatakan bahwa sekali seseorang mati, dia menjadi milik kematian. Tapi saudara yang kedua masih
bisa bertemu dia dan berbicara dengannya, ia kan? Dia bahkan hidup bersamanya untuk beberapa
saat...”
Hermione terlihat murung dan ada sesuatu yang sulit diartikan dari ekspresi Hermione. Lalu, saat
Hermione memandang Ron sekilas, Harry menyadari bahwa sebenarnya itu adalah ketakutan: dia telah
menakuti Hermione dengan pembicaraan tentang hidup bersama orang mati.
“Jadi si Peverell yang dikuburkan di Godric’s Hollow...” Ron mengucapkanya dengan cepat, mencoba
mengatakannya dengan tenang, “...kau tidak mengetahui apapun tentang dia?”
“Tidak,” jawab Hermione, terlihat lebih tenang dengan perubahan topik pembicaraan, “aku mencarinya
setelah aku lihat tanda di makamnya: bila dia adalah orang yang pernah terkenal atau telah melakukan
sesuatu yang penting aku yakin dia akan ada di salah satu buku yang kita miliki. Satu-satunya tempat
dimana aku dapat menemukan nama Peverell adalah di buku
Bangsawan Alamiah:  Sebuah Silsilah
Sihir
. Aku meminjamnya dari Kreacher,” dia menerangkan ketika Ron mengangkat alisnya. “Termuat
 daftar dari garis keturunan keluarga berdarah-murni yang sekarang telah hilang di jalur laki-laki.
Sepertinya keluarga Peverell adalah salah satu dari yang paling awal menghilang.”
“Hilang dari jalur laki-laki?” ulang Ron
“Itu berarti punah,” ucap Hermione, “beberapa abad lalu, dalam kasus keluarga Peverell. Meskipun
begitu, mungkin saja mereka masih memiliki keturunan, tapi dengan nama yang berbeda.”
Dan hal itu muncul di memori Harry seperti kepingan yang bersinar, ingatan yang telah teraduk-aduk saat
mendengar nama “Peverell”: seorang tua yang kotor mengacungkan sebuah cincin yang buruk ke wajah
petugas kementrian, dan dia berteriak keras, “Marvolo Gaunt!”
“Apa?” ucap Ron dan Hermione bersama-sama.
“Marvolo Gaunt! Kakek dari Kau-Tahu-Siapa! Di pensieve! Dengan Dumbledore! Marvolo Gaunt
pernah berkata kalau dia adalah keturunan keluarga Peverell.”
Ron dan Hermione terlihat bingung.
“Cincin itu, cincin yang menjadi Horcrux, Marvolo Gaunt mengatakan kalau cincin tersebut adalah
lambang keluarga Peverell! Aku melihatnya melambaikan cincin tersebut ke wajah petugas kementrian,
dan dia hampir saja melesakkan hidungnya!”
“Lambang keluarga Peverell?” ucap Hermione tajam, ”dapatkah kau melihat bagaimana bentuknya?”
“Tidak jelas,” jawab Harry, mencoba mengingat. ”Tak ada yang bagus disana, sejauh yang bisa kulihat:
mungkin banyak goresannya. Aku baru benar-benar melihatnya dengan dekat hanya saat cincin itu telah
terbelah.”
Harry melihat kepahaman Hermione dari matanya yang melebar tiba-tiba. Ron melihat dari satu ke yang
lainnya, terkagum-kagum.
“Ya ampun… kau yakin ini adalah tanda itu lagi? Tanda dari Hallows?”
“Kenapa tidak,” ucap Harry bersemangat, ”Marvolo Gaunt adalah seorang tua yang cuek dan bodoh
yang hidup seperti babi, yang dia pedulikan hanyalah leluhurnya. Bila cincin itu telah diturunkan dalam
beberapa abad, dia mungkin tidak tahu apa itu sebenarnya. Tak ada buku di rumah itu, dan percayalah,
dia bukan orang yang suka berdongeng kepada anak-anaknya. Dia senang berpikir bahwa goresan di
batu itu adalah lambang keluarga, karena sejauh yang dia pahami, menjadi darah murni otomatis
membuatmu terpandang.”
“Ya...sangat menarik,” ucap Hermione dengan hati-hati, “ tapi Harry, apakah kau pikir, seperti yang
kukira, bahwa kau berpikir...?”
“Kenapa tidak? Ucap Harry, mengabaikan kehati-hatiannya, “ini adalah sebuah batu, iya kan?” dia
melihat Ron mencari dukungan. “Bagaimana kalau ini adalah Batu Kebangkitan?”
Mulut Ron pun terbuka
“Ya ampun…tapi apakah ini akan tetap berfungsi bila Dumbledore telah membe…?”
 “Berfungsi? Ron, ini tidak akan pernah berfungsi!
Batu Kebangkitan itu tidak perna ada!
Hermione melompat berdiri, terlihat jengkel dan marah. “Harry kau mencoba untuk mencocokkan
segalanya kedalam dongeng
Hallows
...”
“Mencocokkan segalanya?” Harry mengulanginya. “Hermione, kecocokan ini terjadi dengan sendirinya!
Aku tahu lambang dari
Deathly Hallows
ada di batu tersebut! Gaunt mengatakan bahwa dia adalah
keturunan dari keluarga Peverell!”
“Semenit lalu kau bilang kau tak pernah melihat tanda di batu itu dengan jelas!”
“Dimanakah kau yakini cincin itu berada saat ini?”  Ron bertanya pada Harry, “apa yang Dumbledore
lakukan padanya setelah dia membelahnya?”
Tapi imajinasi Harry telah berkelana jauh, jauh dari Ron dan Hermione…
tiga benda, atau Hallows,
yang apabila disatukan, akan membuat pemiliknya menguasai
kematian…Penguasa…Pemenang…Penakluk… musuh terakhir yang harus dikalahkan adalah
kematian…
Dan dia membayangkan dirinya sendiri, memiliki
Hallow
, menghadapi Voldemort, yang Horcruxnya
tiada tandingannya…
tidak dapat hidup saat yang lainnya selamat
... apakah ini jawabannya?
Hallow
melawan Horcrux? Apakah ada cara untuk memastikan kalau dialah yang menang? Bila dia yang
menguasai
Deathly Hallows
, akankah dia selamat?
“Harry?”
Tapi suara Hermione hanya sayup-sayup terdengar: dia telah menarik Jubah Gaibnya dan
membiarkannya meluncur di jari-jarinya, kain itu begitu gemulai seperti air, ringan seperti udara. Dia
belum pernah melihat apapun yang bisa menyamainya selama hampir tujuh tahun kehidupannya di dunia
sihir. Jubah itu sama persis dengan apa yang telah di sebutkan oleh Xenophilius :
Sebuah Jubah yang
benar-benar membuat pemakainya sama sekali tak terlihat, dan mempertahankan keabadian,
memberikan perlindungan yang tetap dan tak tertembus, apapun mantra yang disebutkan
kepadanya...
Dan kemudian bersama satu hembusan nafas dia mengingat...
“Dumbledore memegang Jubahku dimalam orang tuaku meninggal!”
Suaranya bergetar dan dia bisa merasakan perubahan di wajahnya, tapi dia tidak peduli.
“Ibuku memberi tahu Sirius bahwa Dumbledore meminjam Jubah ini! Itulah! Dia ingin mengujinya,
karena dia mengira ini adalah
Hallows
ke tiga! Ignotus Peverell dimakamkan di Godric’s Hollow...”
Harry berjalan mondar-mandir disekitar tenda, merasa bahwa rangkaian kejadian yang benar sedang
membuka semua disekitarnya. “Dia adalah leluhurku. Aku adalah keturunan dari Saudara ketiga! Ini
semua masuk akal!”
Dia merasa punya bukti untuk meyakini kepercayaannya pada
Hallow
, baginya memiliki mereka dapat
memberikan perlindungan, dan dia merasa senang saat dia berpaling lagi kepada dua sahabatnya.
“Harry,” ucap Hermione lagi, tapi Harry sedang sibuk membuka kantong di lehernya, jari-jarinya
 bergetar hebat.
“Baca ini,” Harry berkata padanya, menyerahkan surat ibunya ke tangan Hermione, “Baca ini!
Dumbledore meminjam Jubah itu, Hermione! Kenapa dia menginginkan jubah itu? Dia tidak
membutuhkan sebuah Jubah, dia dapat melakukan Mantra Menghilang yang sangat kuat yang dapat
membuat dirinya benar-benar tak terlihat tanpa jubah!”
Sesuatu terjatuh ke lantai dan menggelinding, berkilapan, dibawah kursi: dia telah menjatuhkan snitch
pemberian Dumbledore saat dia menarik surat ibunya. Dia mengambilnya, kemudian pemikiran luar biasa
yang tiba-tiba mengejutkan memberinya hadiah yang lain, rasa terkejut dan kagum membuncah dalam
dirinya dan diapun berteriak.
“ADA DI DALAM SINI! Dia meninggalkanku cincin itu – ada di dalam snitch!”
“Kau… kau yakin?”
Dia tak mengerti mengapa Ron terlihat mundur beberapa langkah. Karena menurut Harry hal itu mudah
dipahami dan sangat jelas. Semuanya cocok, semuanya… Jubahnya adalah
Hallow
ke tiga, dan saat dia
menemukan cara membuka snitch itu dia akan memiliki yang kedua, dan kemudian apa yang dia
butuhkan adalah mencari
Hallow
pertama, Tongkat Elder dan kemudian…
Tapi semuanyapun mengabur secara perlahan: semua ketertarikannya, semua harapannya dan
kebahagiannya serasa padam sekaligus, dan dia berdiri sendiri dalam kegelapan, dan mantra kemenangan
sepertinya telah terpatahkan.
“Itu yang dia cari.”
Perubahan dalam suara Harry membuat Ron dan Hermione terlihat semakin takut.
“Kau-Tahu-Siapa mencari Tongkat Elder.”
Harry membalikkkan badannya dari wajah-wajah yang ragu dan tegang. Dia tahu bahwa itu adalah yang
sebenarnya. Dan semua masuk akal, Voldemort tidak mencari tongkat baru; dia mencari sebuah tongkat
sihir tua, sangat tua malahan. Harry keluar melalui pintu masuk tenda, melupakan Ron dan Hermione saat
dia melihat ke kegelapan malam, dan berpikir…
Voldemort dibesarkan di panti asuhan Muggle. Tentunya tak seorang pun telah menceritakan
Dongeng
Beedle sang Penyair
saat dia masih kecil, lebih banyak daripada yang telah didengar Harry. Sedikit
sekali Penyihir yang percaya pada
Deathly Hallows
. Apakah mungkin Voldemort telah mengetahuinya?
Harry memandang ke kegelapan, bila Voldemort telah mengetahui tentang
Deathly Hallows
, tentunya
dia telah mencarinya, melakukan segala cara untuk memilikinya: tiga benda yang membuat pemiliknya
menguasai kematian? Jika dia dia telah mengetahui tentang
Deathly Hallows
, dia tidak memerlukan lagi
Horcrux sebagai prioritas. Bukankan sebuah kenyataan bahwa dia telah memegang sebuah
Hallow
, dan
dia menjadikannya Horcrux, menunjukkan kalau dia tidak mengetahui rahasia terakhir dunia sihir ini?
Yang berarti bahwa Voldemort mencari Tongkat Elder tanpa menyadari kekuatan penuhnya, tanpa
mengerti bahwa itu adalah salah satu dari tiga…dan memang tongkat sihir itu adalah
Hallow
yang tak bisa
disembunyikan, yang kehadirannya telah jelas diketahui…
Jejak dari Tongkat Elder telah malang
melintang di halaman-halaman sejarah sihir…
 Harry memandang langit yang berawan, bentukan awan abu-abu dan keperakan melewati wajah sang
bulan. Dia merasa pening, heran akan penemuannya.
Dia kembali ke tenda. Suatu kejutan melihat Ron dan Hermione masih tetap berdiri ditempat dimana ia
meninggalkan mereka, Hermione masih memegang surat Lily, Ron di sampingnya terlihat sedikit gelisah.
Tidakkah mereka menyadari seberapa jauh mereka telah melangkah dalam beberapa menit berlalu?
“Ini dia?” Ucap Harry, mencoba membawa mereka kedalam keyakinannya, ”ini menerangkan
segalanya.
Deathly Hallows
benar-benar ada dan aku telah mendapatkan satu…mungkin dua…”
Dia mengangkat Snitchnya.
“…dan Kau-Tahu-Siapa sedang mencari yang ketiga, tapi dia tidak menyadarinya…dia hanya berpikir
kalau itu hanyalah sebuah tongkat sihir sakti...”
“Harry,” sergah Hermione, bergerak mendekati Harry dan mengembalikan surat Lily, “maaf, tapi kupikir
apa yang kau temukan ini salah, semuanya salah.”
“Tapi tidakkah kau melihatnya? Semua ini cocok…”
“Tidak,” jawab Hermione, “tidak sama sekali, Harry,  kau baru saja lupa diri, tolonglah,” katanya sambil
melanjutkan, “tolong jawab aku: bila
Deathly Hallows
itu benar-benar ada, dan Dumbledore telah
mengetahuinya, mengetahui bahwa siapapun yang memiliki ketiganya akan menguasai kematian…Harry,
kenapa dia tidak memberi tahumu? Kenapa?”
Dia telah menyiapkan jawaban atas pertanyaan tersebut.
“Tapi kau yang mengatakannya, Hermione! Kau harus menemukannya sendiri! Ini adalah sebuah
pencarian!”
“Tapi aku hanya mengatakan untuk mencoba serta membujukmu untuk datang ke rumah Lovegood!”
teriak Hermione jengkel. “Aku tidak benar-benar mempercayainya!”
Harry tak memperhatikannya.
“Dumbledore biasanya membiarkanku mencari sesuatu sendiri. Dia membiarkanku mencoba
kekuatanku, mengambil resiko. Rasanya ini seperti sesuatu yang akan dilakukannya.”
“Harry, ini bukan permainan, ini bukan latihan! Ini kenyataan, dan Dumbledore meninggalkanmu perintah
yang sangat jelas: cari dan hancurkan Horcrux! Simbol itu tak berarti apapun, lupakan
Deathly Hallows
,
kita takkan sempat melakukan pencarian lain...”
Harry tidak terlalu mendengarkannya. Dia melihat Snitch di tangannya lagi dan lagi, setengah berharap
agar snitch itu terbelah, dan mengungkap Batu Kebangkitan, untuk membuktikan kepada Hermione kalau
semua itu benar, bahwa
Deathly Hallows
itu suatu kenyataan.
Hermione mencari dukungan Ron.
“Kau tak mempercayai semua ini kan Ron?”
 Harry memandangnya, Ron meragu.
“Aku tak tahu…maksudku…beberapa diantaranya sangat cocok,” ucap Ron ragu. “Tapi saat kau
melihat secara keseluruhan...” dia bernafas panjang. “Kukira kita harus menyingkirkan Horcrux, Harry.
Dumbledore menginginkan kita melakukannya. Mungkin…mungkin kita harus melupakan tentang
Hallow
ini.”
“Terimakasih, Ron” ucap Hermione. “Aku akan jaga pertama.”
Hermione melangkah melewati Harry dan duduk di pintu masuk tenda dengan membuang raut
marahnya.
Tapi Harry sangat sulit tidur malam itu. Bayangkan bila Deathly Hallows menjadi miliknya, dan dia tak
dapat beristirahat saat pikirannya berkecamuk dalam kepalanya: Tongkat, Batu dan Jubah, bilakah dia
dapat memiliki ketiganya…
Aku terbuka saat tertutup
… tapi apanya yang tertutup? Kenapa dia tak bisa memiliki batu itu
sekarang? Bila saja dia memiliki batu itu, dia bisa menanyakannya pada Dumbledore secara
langsung…dan Harry membisikkan kata-kata kepada Snitch itu dalam kegelapan, mencoba apapun,
bahkan Parseltongue, tapi Bola emas itu tidak mau terbuka juga...
Dan tongkat itu, Tongkat Elder, dimanakah dia bersembunyi? Dimanakah Voldemort mencarinya saat
ini? Harry sangat menginginkan lukanya terbakar dan memperlihatkan pikiran Voldemort, karena untuk
pertama kalinya, dia dan Voldemort menginginkan sesuatu yang benar-benar sama…Hermione tak akan
suka ide ini, tentunya… bagaimanapun, dia tak mempercayainya…Xenophilius benar, kata-katanya
tentang Hermione…
Terbatas, Sempit, Pikiran yang Tertutup
. Sebenarnya Hermione takut dengan
kebenaran
Deathly Hallows
, terutama Batu Kebangkitan…dan Harry menekan mulutnya ke snitch di
tangannya lagi, menciumnya, hampir mengulumnya, tapi snitch itu tak bergeming…
Sudah hampir fajar saat dia mengingat Luna, menyendiri di sebuah sel di Azkaban, dikelilingi Dementor,
dan tiba-tiba dia malu pada dirinya sendiri. Dia telah melupakan Luna dalam keseriusannya merenungi
Hallows
. Jika saja dia bisa menyelamatkannya, tapi jumlah Dementor sebegitu banyak mungkin akan
benar-benar sulit dilawan. Kemudian dia juga berpikir tentang tongkat barunya, dia belum pernah
mengeluarkan Patronus menggunakan
blackthorn
… dia harus mencobanya besok pagi…
Bila saja dia bisa memiliki Tongkat sihir yang lebih baik...
Dan keinginannya akan Tongkat Elder, Tongkat Maut, tak terkalahkan, tak terpatahkan, menelannya
sekali lagi…
Mereka membereskan tendanya pagi berikutnya dan berpindah menerobos derasnya hujan. Hujan lebat
mengejar mereka hingga ke pantai, dimana mereka mendirikan tenda malam itu, dan menetap hingga
seminggu penuh, bersama pemandangan membosankan yang membuat Harry merasa suram dan stres.
Dia hanya dapat memikirkan tentang
Deathly Hallows
. Api telah dinyalakan dalam dirinya dan tak
satupun, tidak ketakpercayaan Hermione yang teguh maupun keraguan Ron yang gigih, dapat
memadamkannya. Dan nafsu untuk memiliki
Hallows
telah menyala dalam dirinya, membuatnya menjadi
kurang menyenangkan. Dia menyalahkan Hermione dan Ron: sikap mereka yang melalaikannya seburuk
kehampaan hujan yang membasahi jiwanya, tapi tidak pernah dapat mengikis keyakinannya, yang tetap
mutlak. Keyakinan Harry dan keinginannya akan
Hallow
telah sangat banyak menguras dirinya sehingga
dia merasa terisolasi dari dua temannya dan obsesi mereka akan Horcrux.
 “Terobsesi?” tanya Hermione dengan suara yang rendah dan marah, saat Harry dengan cukup ceroboh
menggunakan kata itu suatu petang, setelah Hermione mengingatkannya akan kekurang tertarikannya lagi
untuk mencari Horcrux selanjutnya, “Kami tidak terobsesi, Harry! Kami adalah orang yang ingin
mencoba melakukan apa yang Dumbledore ingin kita lakukan!”
Tetapi dia tidak merespon kritik tersembunyi itu. Dumbledore telah meninggalkan tanda dari Hallows
untuk Hermione pecahkan, dan dia pun sama, Harry tetap meyakininya, menyimpan Batu Kebangkitan
tersembunyi dalam Snitch emas.
Tidak dapat hidup saat yang lainnya selamat...penguasa kematian
...kenapa Ron dan Hermione tak mengerti?
“Musuh terakhir yang harus dikalahkan adalah Kematian,
” Harry mengutip dengan tenang.
“Kukira Kau-Tahu-Siapa yang seharusnya kita lawan,” jawab Hermione, dan Harry menyerah atas nya.
Misteri Patronus rusa betina, yang sedang sengit didiskusikan oleh dua temannya, terlihat kurang penting
bagi Harry saat ini, menjadi kurang menarik. Hal lain yang bermasalah baginya adalah lukanya yang mulai
menusuk-nusuk lagi, walaupun dia telah berusaha menyembunyikan kenyataan ini dari kedua temannya.
Dia selalu menyendiri kapanpun itu terjadi, tetapi kecewa dengan apa yang dilihatnya. Penglihatannya dan
Voldemort yang dulu berbagi telah berubah kualitas; menjadi kabur, dan tak jelas walau dia menajamkan
fokusnya. Harry hanya dapat melihat gambaran yang kabur dari sebuah benda yang mirip tengkorak, dan
sesuatu yang mirip sebuah gunung yang lebih banyak bayangannya daripada bendanya. Dulunya sangat
jelas tergambar, seperti nyata, Harry kebingungan dengan perubahan ini. Dia khawatir hubungan antara
dirinya dan Voldemort telah rusak, hubungan yang mereka berdua takutkan dan, apapun yang telah dia
katakan pada Hermione, syukuri. Bagaimanapun juga Harry terhubung secara kurang memuaskan,
gambar yang samar-samar karena kehancuran tongkatnya, seakan-akan ini adalah kesalahan dari tongkat
blackthorn
sehingga dia tak dapat lagi melihat pikiran Voldemort sebaik sebelumnya.
Bersamaan dengan berlalunya hari, Harry tak dapat berbuat apa-apa tapi menyadari, meskipun dirinya
yang baru selalu asyik sendiri, bahwa Ron tampaknya mencoba mengambil tanggung jawab. Mungkin
karena dia bertekad mendamaikan dan menghentikan permusuhan diantara mereka, mungkin juga karena
antusiasme dan kualitas kepemimpinan Harry telah menurun, dan saat ini Ronlah yang sering
menyemangati dan memotivasi kedua temannya untuk beraksi.
”Tinggal tiga Horcrux,” dia selalu mengatakannya, “kita perlu rancana sebelum bertindak, ayolah!
Dimanakah kita belum mencari? Ayo kita menelusurinya lagi. Panti asuhan...”
Diagon Alley, Hogwarts, Rumah Riddle, Borgin dan Burkes, Albania, setiap tempat yang mereka tahu
Tom Riddle pernah tinggal atau bekerja, berkunjung atau membunuh, Ron dan Hermione berkumpul lagi,
Harry bergabung hanya agar Hermione berhenti membuatnya kesal. Dia lebih senang duduk sendiri
dalam sepi, mencoba membaca pikiran Voldemort, untuk mengetahui lebih banyak tentang Tongkat
Elder, tapi Ron memaksakan untuk mengunjungi lokasi-lokasi yang tidak mungkin, hanya -Harry
menyadari- agar mereka tetap berjalan.
“Kau takkan pernah tahu,” ucap Ron tertahan, “di bagian atas Flagley terdapat sebuah desa penyihir, dia
mungkin pernah menginginkan untuk tinggal disana. Ayo kita kesana dan berkeliling”
Seringnya mendatangi wilayah-wilayah sihir membuat mereka dilirik sesekali oleh para Perampas.
“Beberapa diantara mereka sepertinya seburuk
Death Eater
,” ucap Ron, “kebanyakan yang
menangkapku sedikit menyedihkan, tapi Bill meyakinkanku beberapa diantara mereka benar-benar
 berbahaya. Mereka mengatakannya di
Potterwatch
...”
“dimana?” tanya Harry
“di
Potterwatch
, bukankah sudah kubilang kalau itu namanya? Program yang selalu aku cari di radio,
yang memberikan informasi yang benar tentang apa yang terjadi! Hampir semua program mendukung
Kau-Tahu-Siapa, semua kecuali
Potterwatch
, aku benar-benar ingin mendengarnya, tapi agak sulit
untuk melacaknya…”
Ron menghabiskan sore demi sore menggunakan tongkatnya untuk untuk menghentikan melodi yang
keluar dari atas radio saat tombolnya dia putar. Kadang-kadang mereka menangkap siaran yang
menerangkan saran bagaimana memperlakukan ramuan Naga, dan sesekali beberapa baris “Sekuali
Penuh Cinta Panas dan Pekat” saat dia mencari, Ron terus mencoba menemukan kata sandi yang benar,
membisikan kata-kata secara acak dalam nafasnya .
“Mereka biasanya ada hubungannya dengan Orde,” dia memberitahu mereka. “Bill dapat dengan tepat
menebak mereka. Aku yakin akan menemukannya pada akhirnya...”
Tapi tak sampai Maret akhirnya keberuntungan menghampiri Ron. Saat itu Harry sedang duduk di pintu
masuk tenda, dalam tugasnya berjaga, memandang dengan malas seonggok buah yang mirip anggur yang
hampir mendekati dinginnya tanah, dan Ron pun berteriak dengan kegirangan dari dalam tenda.
“Aku menemukannya, Kata sandinya ‘Albus’! Masuklah Harry!”
Untuk pertama kalinya dia bangkit setelah seharian menyendiri mendalami
Deathly Hallows
, Harry
buru-buru masuk kedalam tenda dan menemui Ron dan Hermione yang berlutut di lantai dekat sebuah
radio kecil. Hermione, yang baru saja membersihkan pedang Gryffindor karena tak ada kerjaan, duduk
ternganga, memandang speaker kecil, dimana sebuah suara yang tak asing berbicara.
“...Maafkan kami yang harus sementara absen di udara, karena di wilayah kita sibuk menghadapi para
Death Eater
yang menawan.”
“Tapi itu kan Lee Jordan!” ucap Hermione.
“Aku tahu,” jawab Ron. “Keren kan?”
“…kini kita kita telah menemukan tempat lain yang aman,” kemudian Lee melanjutkan, “dan dengan
bangga aku beritahukan pada anda kalau dua kontributor kita telah bergabung denganku sore ini,
Selamat sore, Kawan!”
”Hai.”
“Selamat sore, River.”
“’River’,” “itu Lee,” terang Ron. “Mereka mempunyai nama samaran, tapi kau biasanya dapat
membe…”
“Ssst,” potong Hermione.
“Tapi sebelum kita mendengarkan Royal dan Romulus,” Lee melanjutkan, “mari kita dengar laporan
siapa saja yang telah meninggal yang oleh
Wizarding Wireless Network News
dan
Daily Prophet
dirasa
 tidak terlalu penting untuk disebutkan. Dengan sangat menyesal kita sampaikan kepada para pendengar
mengenai meninggalnya Ted Tonks dan Dirk Cresswell.”
Harry terkejut dan merasakan perutnya seperti dililit. Dia, Ron dan Hermione saling memandang dengan
ngeri.
“Goblin dengan nama Gornuk juga telah terbunuh. Kelahiran-Muggle Dean Thomas dan goblin kedua,
yang dipercaya telah bepergian dengan Tonks, Creswell dan Gornuk, mungkin masih selamat. Bila Dean
mendengarkan, atau bila anda mengetahui dimana posisinya, orang tua dan saudara perempuannya sangat
mengharapkan berita darinya.”
“Sementara itu, di Gaddley, satu keluarga Muggle yang terdiri atas lima orang ditemukan mati dalam
rumahnya. pihak muggle mencurigai adanya kebocoran gas, tapi para anggota Orde Phoenix
menginformasikan bahwa itu adalah Mantra Pembunuh-- bukti tambahan, bila dibutuhkan, tentang
kenyataan bahwa pembantaian muggle tidak lebih telah dijadikan sebagai olahraga penghibur dibawah
rezim baru.”
“Terakhir, dengan sangat menyesal kami beritakan pada para pendengar bahwa sisa-sisa tubuh dari
Bathilda Bagshot telah ditemukan di Godric Hallow. Bukti menunjukkan bahwa dia telah mati beberapa
bulan lalu. Dan informasi dari Orde Phoenix mengungkapkan bahwa ditubuhnya terdapat luka-luka yang
diakibatkan oleh sihir hitam.”
“Para pendengar, kami ingin mengajak anda semua untuk bersama-sama kami dalam satu menit
mengheningkan cipta untuk mereka: Ted Tonks, Dick Creswell, Bathilda Bagshot, Gornuk dan yang tak
dapat disebut, juga simpati yang sama bagi para Muggle yang dibunuh oleh
Death Eater
.”
Kesunyian pun datang, Harry, Ron dan Hermione pun terdiam. Separuh dari diri Harry sangat ingin
mendengar lebih banyak, tapi  separuhnya lagi sangat takut dengan apa yang akan terjadi berikutnya. Ini
adalah pertama kalinya dia merasa sepenuhnya terhubung dengan dunia luar setelah sekian lama.
“Terimakasih,” ucap Lee, “dan kini kita bisa kembali ke kontributor kita Royal, untuk berita terbaru
mengenai bagaimana pengaruh tatanan dunia sihir baru terhadap dunia Muggle”
“Terimakasih River,” terdengar suara yang jelas, dalam, teratur, mengayomi.
“Kingsley!”  ucap Ron semangat.
“Kami Tahu,” ucap Hermione mendiamkannya.
“Para Muggle masih belum mengetahui sebab penderitaan yang membuat mereka terus-menerus menjadi
korban,” ucap Kingsley, “bagaimanapun juga, kita masih terus mendengar cerita-cerita yang penuh
inspirasi tentang penyihir yang mau mengorbankan keselamatan dirinya demi melindungi teman-teman dan
tetangga Muggle, tanpa sepengetahuan Muggle tersebut. Aku ingin mengajak kepada semua pendengar
untuk mencontoh mereka, mungkin dengan memberikan mantra pelindung di sekitar tempat tinggal
Muggle di daerah anda. Banyak nyawa yang bisa diselamatkan bila hal-hal sederhana biarpun kecil, bisa
kita lakukan”.
“Dan apa yang ingin kau sampaikan, Royal, kepada para pendengar yang berpendapat bahwa di
saat-saat berbahaya ini, seharusnya ‘penyihir duluan’ menjadi prioritas?” tanya Lee.
“Menurutku ini hanya langkah pendek dari ‘Penyihir duluan’ ke ‘Darah Murni duluan’ dan kemudian
 menjadi ‘
Death Eater
’” jawab kingsley, “kita semua manusia kan? Setiap kehidupan punya hak sama,
dan berhak untuk diselamatkan”.
“Jawaban yang sempurna, Royal, dan kau mendapatkan suaraku untuk menjadi Menteri Sihir bila nanti
kita berhasil keluar dari kemelut ini,” ucap Lee lagi, “dan kini, kita beralih ke Romulus  yang kita ketahui
sebagai ‘Teman Dekat Potter’.”
“Terimakasih River, sahut suara lain yang juga tak asing. Ron mulai berbicara lagi, tapi Hermione
mencegahnya dengan bisikan.
“Kita tahu itu Lupin.”
“Romulus, apakah kau tetap berkeras, dalam setiap kehadiranmu di program kami kau selalu yakin
kalau Harry Potter masih hidup?”
“Ya,” ucap Lupin tegas, “tiada keraguan sedikitpun, menurut saya kematiannya akan disebarkan seluas
mungkin oleh
Death Eater
, bila itu terjadi, karena hal ini dapat menjatuhkan moral orang-orang yang
menentang rezim baru. ‘Anak yang Bertahan Hidup’ adalah sebuah simbol dari semua perlawanan kami:
kemenangan bagi kebaikan, kekuatan bagi yang tak bersalah, pentingnya untuk tetap melawan.”
Campuran dari ucapan terimakasih dan malu berseteru dalam diri Harry, apakah Lupin telah
memaafkannya atas semua kekasaran kata-katanya saat terakhir dia bertemu dengannya?
“Dan apakah yang ingin anda katakan pada Harry siapa tahu dia sedang mendengarkan, Romulus?”
“Aku ingin mengatakan bahwa semangat kami selalu bersamanya,” ucap Lupin, lalu dengan sedikit ragu
mengucapkan, “dan aku ingin menyarankannya untuk mengikuti instingnya, yang tepat dan hampir selalu
benar!”
Harry memandang Hermione, yang matanya dipenuhi airmata.
“Hampir selalu benar,” Hermione mengulangi,
“Oh, bukankah sudah kuberi tahu?” ucap Ron dengan nada terkejut, “Bill memberi tahuku bahwa Lupin
tinggal dengan Tonks lagi! Dan tampaknya Tonks kini terlihat bertambah besar…!”
“…dan adakah berita terbaru dari teman-teman Harry Potter yang sedang menderita demi
kesetiaannya?” Lee pun melanjutkan.
“Baiklah, seperti biasa para pendengar, beberapa lagi yang secara jelas mendukung Harry Potter
sekarang telah ditawan, termasuk Xenophilius Lovegood, si mantan editor
The Quibler
,” terang Lupin.
“Setidaknya dia masih hidup!” bisik Ron.
“Kita juga mendengar bahwa beberapa jam lalu Rubeus Hagrid” --ketiganya menahan nafas, dan hampir
saja kehilangan potongan kalimat terakhir-- “dikenal sebagai penjaga di Sekolah Hogwarts, telah lolos
dari penangkapan di lantai dasar Hogwarts, dia telah digosipkan mengadakan pesta ‘Dukung Harry
Potter’ di rumahnya. Untungnya Hagrid tidak ditahan, dan sedang -kami yakin- dalam pelarian.”
“Kukira akan sangat membantu, saat kau melarikan diri dari
Death Eater
, bila kau memiliki saudara
laki-laki setinggi enam belas kaki?” tanya Lee.
 “Bisa menjadi senjata,” Lupin menyetujui dengan parau, “kalau boleh aku ingin menambahkan bahwa
saat kita disini di
Potterwatch
bertepuk tangan atas semangat Hagrid, kami ingin menyerukan bahkan
kepada pendukung terdekat Harry untuk tidak mengikuti cara Hagrid.   Pesta ‘Dukung Harry Potter’
adalah sesuatu yang tak bijaksana pada keadaan seperti saat ini.”
“Benar sekali, Romulus,” ucap Lee, “jadi kami menyarankan agar anda terus menunjukkan kesetiaan
anda kepada orang yang mempunyai bekas luka berbentuk petir dengan mendengarkan Potterwatch!
Dan kini mari kita mendengarkan berita tentang penyihir yang telah terbukti selicin Harry Potter. Kami
ingin menanyakan tentang Pemimpin
Death Eater
, dan disini telah hadir diantara kita narasumber yang
akan memberikan pandangan tentang beberapa gosip gila yang beredar mengenai dirinya. Kami
perkenalkan narasumber baru kita, Rodent?”
“Rodent” ucap suara yang tak asing lain, Harry, Ron dan Hermione berteriak bersama-sama.
“Fred!”
“Bukan…apakah dia George?”
“Itu Fred, kukira,” ucap Ron, mencondongkan tubuhnya mendekat, mendengarkan apapun yang si
kembar katakana.
“Aku tak mau menjadi Rodent, tak mau. Aku telah memberi tahumu kalau aku ingin menjadi ‘Rapier’!”
“Oh baiklah, Rapier, dapatkah kau menceritakan pada kami berbagai cerita yang telah kau dengar
mengenai Pemimpin
Death Eater
ini?”
“Tentu saja River,” ucap Fred, “sebagaimana yang diketahui para pendengar -kecuali mereka berlindung
di bawah kolam di taman atau ditempat yang sejenisnya- strategi Kau-Tahu-Siapa yang tetap menjadi
bayangan membuat keadaan menjadi panik. Perhatikanlah, bila semua berita mengenai penampakannya
adalah asli, kita akan menemukan 19 sosok Kau-Tahu-Siapa berlarian di sekeliling kita”
“Yang memang cocok baginya, tentunya,” ucap Kingsley, “hawa misterius menciptakan teror yang lebih
besar dari pada langsung menampakkan dirinya.”
“Setuju,” lanjut Fred, “jadi, pendengar, marilah kita berusaha tenang sedikit. Segalanya sudah cukup
parah tanpa kepanikan anda. Satu contoh, ide baru Kau-Tahu-Siapa ini dapat membunuh seseorang
hanya dengan lirikan matanya saja. Itu adalah Basilisk, pendengar. Satu tes sederhana: pastikan apakah
sesuatu yang bercahaya  mengarah padamu memiliki kaki. Bila punya, cukup aman untuk menatap
matanya, walaupun itu benar-benar Kau-Tahu-Siapa, yang mungkin saja itu hal yang terakhir bisa kau
lakukan.”
Untuk pertama kalinya dalam berminggu-minggu, Harry tertawa lepas: dia dapat merasakan beban berat
meninggalkannya.
“Dan bagaimana dengan gosip yang telah menyebar tentang sering terlihatnya dia?”
“Yah, siapa yang tak menginginkan sedikit liburan yang menyenangkan setelah kerja keras yang di
lakukan?”
Tanya Fred. “Maksudnya adalah, jangan terlalu membesarkan rasa aman yang palsu, memikirkan dia
 sedang pergi keluar negeri. Mungkin ya, mungkin tidak, tapi kenyataannya dia bisa bergerak lebih cepat
daripada Severus Snape yang berhadapan dengan sampo saat dia mau, jadi jangan terlalu mengandalkan
cerita dia sedang berada jauh bila kau akan mengambil resiko. Aku tak pernah mengira aku akan
mendengar diriku sendiri mengatakannya, tapi Keselamatan adalah yang utama!”
“Terimakasih untuk saran-saran yang bijak, Rapier,” ucap Lee. “Pendengar, Rapier telah mengakhiri
perjumpaan kita di Potterwatch kali ini. Kami belum tahu waktu yang memungkinkan bagi kami untuk
siaran lagi, tapi percayalahlah kami akan kembali. Tetaplah pada saluran anda: kata sandi berikutnya
adalah ‘Mad-Eye’, salinglah menjaga keselamatan bersama, tetap semangat, selamat malam.”
Tombol di radio itu berputar dan cahaya dibalik panel tuning padam. Harry, Ron dan Hermione masih
tersenyum-senyum. Mendengar suara yang tak asing dan bersahabat adalah obat kuat yang luar biasa;
Harry menjadi sudah tebiasa dengan keterisolasiannya dan dia hampir lupa bahwa masih ada orang lain
yang melawan Voldemort. Baginya ini semua bagaikan terbangun dari tidur yang panjang.
“Bagus kan?” Ucap Ron bahagia.
“Brilian,” sambut Harry.
“Mereka sangat berani” ucap Hermione memuji, “tapi kalau mereka ditemukan…”
“Mereka tetap bergerak kan?” ucap Ron. “Seperti kita.”
“Tapi apakah kau dengar apa yang Fred katakan?” Harry bertanya dengan bergairah: kini siaran itu telah
usai, pikirannya kembali lagi pada obsesinya semula. “Dia sedang pergi! Dia masih mencari tongkat sihir
itu, aku tahu!”
“Harry...”
“Ayolah Hermione, kenapa kau tak mau mengakuinya! Vol--”
“HARRY, TIDAK!”
“--demort tengah mencari Tongkat Elder.”
“Nama itu tabu,” Ron berbisik, melompat ketika mendengar suara berderik dari sesuatu yang patah
diluar tenda. “Sudah kubilang, Harry, sudah kubilang kita tak boleh mengucapkan namanya lagi-- kita
harus membuat perlindungan lagi disekitar kita—cepat-- itu adalah cara mereka menemukan--!”
Tapi Ron berhenti bicara dan Harry mengetahui apa sebabnya. Teropong Pengintai telah menyala dan
mulai berputar diatas meja; mereka mendengar suara-suara yang semakin dekat: kasar dan bersemangat,
Ron menarik Deluminator dari sakunya dan mengkliknya, lampu di tenda mati semua.
“Keluarlah dari sana dan angkat tanganmu!” terdengar suara parau dari kegelapan. “Kami tahu kau ada
didalam! Ada setengah lusin tongkat sihir mengarah kepadamu dan kami tak peduli siapa yang akan kami
kutuk!”

To be continue.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog