Sabtu, 08 Oktober 2011

Harry Potter and The Deathly Hallows Bab 18

BAB 18
DUNIA DAN DUSTA ALBUS DUMBLEDORE
(The Life and Lies of Albus Dumbledore)


Matahari mulai terbit: jernih, langit tanpa warna terbentang luas diatasnya, tidak peduli padanya maupun
pada penderitaannya. Harry duduk di pintu masuk tenda dan menghirup udara bersih dalam-dalam.
Masih bisa hidup untuk menyaksikan matahari terbit diatas sisi bukit bersalju yang berkilau sebenarnya
merupakan harta paling berharga di dunia; ia belum bisa menghargainya:  perasaannya telah terpaku oleh
malapetaka kehilangan tongkatnya. Ia memandang lembah yang diselimuti salju, lonceng gereja di
kejauhan berdentang melalui kesunyian yang gemerlap.
Tanpa sadar, ia meraba lengan dengan jari-jarinya seperti sedang mencoba melawan rasa sakit. Dia
telah menumpahkan darahnya sendiri lebih sering daripada yang bisa dihitungnya; dia kehilangan semua
tulang di lengan kanannya sekali; perjalanan ini telah memberinya luka di dada dan lengan bawah untuk
menambah luka sebelumnya di dahi dan tangannya, tapi tak pernah, sampai saat ini, dia merasakan
perasaan lemah, mudah diserang, dan tanpa perlindungan yang parah, karena bagian terbaik dari
kemampuan sihirnya telah tercabik darinya. Ia tahu pasti apa yang akan dikatakan Hermione jika dia
mengatakan hal ini:  bahwa tongkat sama baiknya dengan pemiliknya. Tapi Hermione salah, kasusnya
berbeda. Dia tidak merasakan tongkat berputar seperti jarum kompas dan menembakkan api keemasan
pada musuhnya. Ia kehilangan perlindungan dari inti kembar dan sekarang saat sudah hilang barulah ia
menyadari betapa ia tergantung pada tongkatnya.
Ia menarik potongan tongkat yang patah dari sakunya dan, tanpa memandangnya, memasukkannya ke
dalam kantong Hagrid yang tergantung di lehernya. Kantong itu sekarang penuh dengan barang-barang
rusak dan tidak berguna. Tangan Harry menyikat snitch tua pada mokeskin dan untuk sekejap dia harus
menahan diri untuk tidak menarik dan membuangnya jauh-jauh. Berat untuk dijalani, tanpa bantuan,
tanpa guna seperti segala yang Dumbledore tinggalkan –--
Dan kemarahannya kepada Dumbledore menghancurkannya seperti lahar, membakarnya didalam,
menyapu bersih perasaannya yang lain. Diluar, rasa putus asa atas keyakinan mereka bahwa jawabannya
ada di Godric’s Hollow, berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa mereka harus kembali kesana, bahwa
itu adalah bagian dari beberapa jalan rahasia yang disiapkan Dumbledore untuk mereka:  tapi ternyata
sama sekali tak ada petunjuk, tak ada rencana. Dumbledore  telah meninggalkan mereka untuk
meraba-raba dalam kegelapan, untuk bergulat dengan teror-teror tak dikenal dan tak terbayangkan,
sendiri dan tanpa bantuan: tak ada yang dijelaskan, tak ada yang diberikan dengan gratis, mereka tidak
punya pedang, dan sekarang, Harry tidak punya tongkat.  Dan dia telah menjatuhkan foto si Pencuri, dan
pasti sangat mudah bagi Voldemort sekarang untuk menemukannya….
Voldemort mempunyai semua informasi sekarang…..
“Harry?”
Hermione tampak ketakutan seolah Harry mungkin akan mengutuknya dengan tongkatnya sendiri.
Wajahnya penuh dengan air mata, dia meringkuk disamping Harry, dua cangkir teh bergetar di tangannya
dan ada sesuatu yang besar di bawah lengannya.
 “Terima kasih,“ Kata Harry, mengambil satu cangkir.
“Tidak keberatan aku bicara denganmu?“
“Tidak, “ dia mengatakannya agar tidak menyakiti perasaan Hermione.
“Harry, kau ingin tahu kan siapa orang di foto itu. Well...aku punya bukunya.“
Dengan takut-takut ia mendorong buku itu ke pangkuan Harry, cetakan asli
Dunia dan Dusta Albus
Dumbledore.
”Dimana – bagaimana --?“
”Ada di ruang tamu Bathilda, tergeletak begitu saja...Catatan ini ada diatasnya.“
Hermione membaca dengan keras beberapa baris tulisan kehijauan, yang bentuknya tajam-tajam seperti
paku.
Kepada Bally, terima kasih atas bantuanmu.  Ini bukunya, semoga kau menyukainya.  Kau
mengatakan segalanya, bahkan walaupun kau tidak mengingatnya.  Rita.
Kurasa ini datang ketika
Bathilda masih hidup, tapi apa mungkin ia tidak dalam keadaan sehat untuk membacanya?”
“Mungkin begitu keadaannya.”
Harry memandang wajah Dumbledore dan merasakan gelombang kesenangan yang mengganas:
sekarang ia akan tahu semua yang Dumbledore pikir tak cukup berarti untuk disampaikan padanya,
terlepas Dumbledore menginginkannya atau tidak.
“Kau masih marah kepadaku, kan?“ ujar Hermione; Harry memandangnya, melihat airmata segar keluar
dari matanya, dan menyadari bahwa kemarahan pastilah terlihat di wajahnya.
“Tidak,” katanya kalem. “Tidak, Hermione, aku tahu itu kecelakaan. Kau berusaha membawa kita
keluar hidup-hidup, dan kau luar biasa. Aku pasti sudah mati jika kau tidak disana untuk menolongku.”
Dia mencoba membalas senyum Hermione yang basah, kemudian kembali memperhatikan buku.
Puggungnya kaku; jelas belum pernah dibuka sebelumnya. Dia menjelajahi halaman, mencari foto-foto. Ia
segera sampai pada salah satu foto, Dumbledore muda dan rekannya yang tampan, tertawa
terbahak-bahak oleh lelucon lama. Mata Harry tertuju pada tulisan dibawahnya.
Albus Dumbledore, segera setelah kematian ibunya,
Bersama temannya Gellert Grindelwald.
Harry terpaku pada kalimat terakhir untuk beberapa waktu. Grindelwald. Temannya Grindelwald.  Dia
melihat kesamping pada Hermione, yang masih merenungkan nama itu seolah-olah tidak mempercayai
penglihatannya. Perlahan dia menatap Harry.
 
Grindelwald!
Mengabaikan sisa foto yang lain, Harry mencari halaman sekitar untuk menemukan lagi nama yang
membawa bencana itu. Dia segera menemukannya dan membacanya dengan rakus, tenggelam
didalamnya: Sangat penting untuk kembali ke masa lalu demi memahami ini semua dan akhirnya dia
sampai pada permulaan bab berjudul “Manfaat yang Lebih Besar.” Bersama-sama, dia dan Hermione
mulai membaca:
Mendekati ulang tahun ke-18, Dumbledore meninggalkan Hogwarts dengan kejayaan yang
berkibar-kibar, Ketua Murid, Prefek, Pemenang Penghargaan Barnabus Finkley untuk
Pembuatan Mantra Luar Biasa, Perwakilan Pemuda Inggris untuk Wizengamot, Pemenang
Medali Emas untuk Kontribusi yang Luar Biasa pada Konferensi Alkemis Internasional di Kairo.
Dumbledore bermaksud, selanjutnya, untuk menjalani tour besar bersama Elphias “Dogbreath”
Doge, yang tidak terlalu pintar tetapi merupakan sahabat karib yang setia yang ditemuinya di
sekolah.
Kedua anak muda tinggal di Leaky Cauldron di London, mempersiapkan keberangkatan ke
Yunani keesokan paginya, ketika seekor burung hantu datang membawa berita kematian ibu
Dumbledore.  “Dogbreath” Doge, yang menolak untuk diwawancarai untuk buku ini, telah
memberikan versi sentimentalnya sendiri kepada masyarakat tentang apa yang terjadi
selanjutnya. Dia menggambarkan kematian Kendra sebagai peristiwa tragis, dan keputusan
Dumbledore untuk tidak melanjutkan ekspedisinya merupakan sebuah pengorbanan diri yang
mulia.
Tentu saja Dumbledore segera kembali ke Godric’s Hollow, untuk ’merawat’ adik-adiknya
menurut dugaan. Tapi apakah ia benar-benar merawat mereka?
“Dia menjadi kepala keluarga karena Aberforth,” kata Enid Smeek, yang keluarganya tinggal di
pinggiran Godric’s Hollow pada saat itu, “menjadi liar. Tentu saja kau akan merasa menyesal
karena ayah dan ibunya telah meninggal dunia, hanya saja ia selalu membuatku kesal. Kurasa
Albus tidak mau repot-repot dengannya. Lagipula aku tidak pernah melihat mereka
bersama-sama.”
Lalu apa yang dilakukan Albus, jika tidak menenangkan adik laki-lakinya yang liar?
Jawabannya, tampaknya, adalah memastikan kelanjutan hukuman penjara bagi adik
perempuannya. Walaupun orang yang memenjarakannya pertama telah meninggal, tak ada
perubahan terhadap kondisi mengenaskan Ariana Dumbledore.  Keberadaannya hanya diketahui
oleh sedikit sekali orang luar yang, seperti “Dogbreath” Doge, bisa diandalkan untuk
mempercayai cerita “gangguan kesehatan”nya.
Ada lagi teman keluarga yang cukup meyakinkan yaitu Bathilda Bagshot, sejarawan sihir
ternama yang tinggal di Godric’s Hollow selama bertahun-tahun. Kendra, tentu saja, telah
menampik Bathilda ketika pertama kali mencoba untuk menyambut keluarga itu di desanya.
Beberapa tahun kemudian, ternyata sang penulis mengirimkan burung hantu kepada Albus di
Hogwarts, karena terkesan oleh tulisannya tentang transformasi antar-spesies di Transfiguration
Today.  Ikatan awal ini mengarahkannya untuk berkenalan dengan seluruh anggota keluarga
Dumbledore.  Pada saat kematian Kendra, Bathilda-lah satu-satunya orang di Godric’s Hollow
 yang dapat bercakap-cakap dengan ibu Dumbledore tersebut.
Sayang sekali, kecemerlangan yang Bathilda tunjukkan di awal hidupnya kini telah redup.
“Apinya menyala, tapi kualinya kosong,” sebagaimana Ivor Dillonsby katakan kepadaku, atau,
dalam ungkapan yang lebih sederhana menurut Enid Smeek, “Dia sinting seperti tupai.” Namun,
kombinasi dari teknik laporan coba-dan-uji memungkinkanku untuk menyaring bongkahan fakta
yang cukup berat dan merangkai semuanya menjadi kisah skandal yang utuh.
Seperti umumnya di dunia sihir, Bathilda menghubungkan kematian dini Kendra dengan
kesalahan mantra, suatu cerita yang diulang-ulang oleh Albus dan Aberforth di tahun-tahun
selanjutnya. Bathilda juga mengikuti saja apa kata keluarga mereka tentang Ariana,
menyebutnya “lemah” dan “sulit”. Di satu sisi, bagaimanapun, Batildha cukup berharga dalam
usahaku memperoleh veritaserum, karena dia, dan hanya dia, yang mengetahui kisah lengkap
rahasia kehidupan Albus Dumbledore yang disimpan rapat-rapat. Kini terbuka untuk yang
pertama kalinya, menjawab pertanyaan tentang hal-hal yang dipercayai para pemuja
Dumbledore:  dugaan atas kebenciannya terhadap sihir hitam, perlawanannya terhadap
penindasan Muggle, bahkan pengabdiannya lepada keluarganya.
Musim panas yang sama saat Dumbledore pulang ke Godric’s Hollow, sekarang sebagai seorang
yatim piatu dan kepala keluarga, Bathilda Bagshot menerima kedatangan keponakan-jauhnya di
rumahnya, yaitu Gellert Grindelwald.
Nama Gellert Grindelwald sangat tenar: Ada dalam daftar Penyihir Hitam Paling Berbahaya, ia
keluar dari daftar teratas hanya karena keberadaan Kau-Tahu-Siapa, satu generasi sesudahya
untuk mengambil alih mahkotanya. Karena Grindelwald tidak pernah memperluas kampanye
terornya sampai ke Inggris, sehingga, kebangkitan kekuatannya tidak terlalu dikenal disini.
Dididik di Durmstrang, sebuah sekolah terkenal dengan toleransinya yang sangat longgar
terhadap sihir hitam, Grindelwald menunjukkan kecerdasan yang sama seperti Dumbledore.
Alih-alih menyalurkan kemampuannya untuk meraih penghargaan dan hadiah, malahan, Gellert
Grindelwald mengabdikan dirinya untuk pencarian lain. Dalam usia 17 tahun, bahkan
Durmstrang merasa bahwa mereka tidak lagi dapat merubah mata gelap Gellert Grindelwald
menuju percobaan sebaliknya, dan ia pun dikeluarkan.
Sampai sekarang ini, pergerakan Grindelwald yang dikenal adalah “berkelana beberapa bulan“.
Kini terbuka kenyataan bahwa Grindelwald memilih untuk mengunjungi bibi-jauhnya di Godric’s
Hollow, dan bahwa disana, amat mengejutkan walaupun akan banyak yang mendengarnya, dia
memulai persahabatan tiada lain dengan Albus Dumbledore.
“Bagiku ia anak yang menarik,“ celoteh Bathilda, “apapun yang terjadi padanya kemudian.
Tentu saja aku memperkenalkannya pada si malang Albus, yang kehilangan teman-teman
sebayanya.  Dengan segera anak-anak itu saling memperhatikan satu sama lain.“
Tentu saja demikian. Bathilda menunjukkan sebuah surat kepadaku, yang disimpannya ketika
Albus Dumbledore mengirimkannya kepada Gellert Grindelwald di akhir malam.
“Ya, meskipun setelah mereka berdiskusi seharian — keduanya anak muda yang brilian, mereka
seperti kuali diatas api — kadang-kadang aku mendengar burung hantu mengetuk jendela kamar
tidur Gellert, mengantarkan surat dari Albus! Satu ide muncul di kepalanya dan ia segera
memberitahu Gellert!”
 Dan ide mereka luar biasa. Hal yang sangat mengejutkan akan ditemui para fans Albus
Dumbledore, ini dia pemikiran pahlawan tujuh-belas-tahun mereka, seperti yang disampaikan
kepada sahabat barunya. (salinan surat asli bisa dilihat di halaman 463)
Gellert —
Pendapatmu tentang dominasi penyihir UNTUK KEBAIKAN PARA MUGGLE SENDIRI — ini,
menurutku, adalah titik kritis. Ya, kita telah diberi kekuatan dan ya, kekuatan itu memberikan
kita hak untuk mengatur, tapi ini juga memberi kita tanggung jawab terhadap peraturan. Kita
harus menekankan hal ini, karena ini akan menjadi batu pondasi bangunan kita.  Dimana kita
bertentangan, dan pasti kita akan begitu, ini akan menjadi dasar dari pertentangan pendapat
kita. Kita mengendalikan UNTUK MANFAAT YANG LEBIH BESAR. Dan dari hal tersebut, jika
kita menghadapi perlawanan, kita menggunakan kekuatan hanya jika diperlukan, tidak lebih. (Ini
kesalahanmu di Durmstrang! Tapi aku tidak mengeluh, karena jika kau tidak dikeluarkan, kita
tak akan pernah bertemu)
Albus
Mungkin pemujanya akan heran dan terkejut, surat ini digunakan untuk menyusun
Undang-undang Kerahasiaan dan menghasilkan Penguasaan Penyihir terhadap Muggle. Pukulan
bagi mereka yang selalu menggambarkan Dumbledore sebagai pembela kelahiran-Muggle sejati!
Betapa tak berdayanya pidato mengenai pembelaan hak-hak Muggle tersebut ketika bukti baru
yang memberatkan ini mulai terbuka! Betapa tercela tampaknya Albus Dumbledore, sibuk
merencanakan kebangkitan kekuatannya ketika ia seharusnya berduka cita atas kematian ibunya
dan merawat adiknya!
Tak diragukan lagi mereka yang memutuskan untuk tetap membela Dumbledore diatas
tumpuannya yang hancur akan mengakui bahwa dia tidak, bagaimanapun juga, merealisasikan
rencananya, bahwa dia pasti mengalami perubahan perasaan, dan kembali ke akal sehatnya.
Bagaimanapun, kebenaran bisa lebih mengejutkan.
Baru saja dua bulan jalinan persahabatan mereka yang luar biasa, Dumbledore dan Grindelwald
terpisah, tak pernah bertemu lagi hingga pertarungan mereka yang legendaris (selanjutnya, baca
bab 22). Apa yang menyebabkan pertarungan ini pecah? Apakah Dumbledore menjadi sadar?
Apakah ia mengatakan pada Grindelwald bahwa ia tidak lagi mengambil bagian dalam
rencananya?  Sayang sekali tidak.
“Kematian Ariana kecil yang malang, kurasa, yang menyebabkannya,” kata Bathilda. “Hal itu
merupakan goncangan berat. Gellert ada disana ketika itu terjadi, dan dia kembali kerumahku
dengan menggigil, mengatakan padaku kalau dia ingin pulang keesokan harinya. Benar-benar
keadaan yang sulit, kau tahu, jadi aku mengatur portkey dan itulah terakhir kali aku
melihatnya.”
“Albus ada disampingnya saat kematian Ariana. Benar-benar menyedihkan untuk kedua
bersaudara itu. Mereka telah kehilangan semuanya, tinggal diri mereka sendiri. Tak heran suhu
menjadi naik. Aberforth menyalahkan Albus, kau tahu, sebagaimana orang yang berada dalam
kondisi memprihatinkan seperti ini. Tapi Aberforth memang selalu berbicara sedikit kacau, anak
yang malang. Sama saja, mematahkan hidung Albus saat pemakaman bukanlah tindakan
 memperbaiki tabiatnya. Akan menghancurkan hati Kendra jika melihat putra-putranya berkelahi
seperti itu, disisi mayat anak permpuannya. Sayang sekali Gellert tidak dapat menghadiri
pemakaman.  Ia akan membuat Albus merasa nyaman, paling tidak....
Percekcokan disamping-mayat yang memprihatinkan ini, hanya diketahui sedikit orang yan g
menghadiri pemakaman Ariana Dumbledore, menyisakan beberapa pertanyaan. Mengapa
Aberforth Dumbledore menyalahkan Albus Dumbledore atas kematian Ariana? Apakah ini
sebagaimana yang dianggap “Bally”, adalah ungkapan duka cita yang emosional belaka?
Ataukah ada alasan yang sebenarnya atas kemarahannya? Grindelwald, dikeluarkan dari
Durmstrang karena serangan yang hampir-fatal kepada teman-teman sekolahnya, meninggalkan
negara ini hanya beberapa jam setelah kematian gadis itu, dan Albus (karena malu atau takut?)
tidak pernah melihatnya lagi, tidak hingga dipaksa untuk melakukannya karena kepentingan
dunia sihir.
Tak satupun dari Dumledore atau Grindelwald yang tampaknya pernah mengungkit-ungkit
hubungan persahabatan masa muda itu.selanjutnya. Bagaimanapun, tak diragukan lagi
Dumbledore telah menunda, lima tahun akan kekacauan, kematian dan kehilangan ataukah
kekuatiran akan terbongkar fakta bahwa ia pernah menjadi sahabatnya-lah yang membuat
Dumbledore ragu-ragu? Ataukah hanya rasa enggan Dumbledore untuk berangkat menangkap
orang yang dulu dengan senang hati ia temui?
Dan bagaiman Ariana yang misterius meninggal? Apakah ia korban kecerobohan ritual sihir
hitam? Apakah dia secara kebetulan menemukan sesuatu yang tidak seharusnya, saat kedua
anak muda tersebut mempraktekkan sesuatu dalam usahanya mencapai kejayaan dan dominasi?
Apakah mungkin Ariana Dumbledore adalah orang pertama yang mati  “untuk manfaat yang
lebih besar”?
Bab tersebut berakhir disini dan Harry mendongak. Hermione telah mencapai akhir halaman sebelum
dia. Hermione menyentakkan buku itu dari tangan Harry, terlihat sedikit gelisah karena ekspresi Harry,
menutupnya tanpa memandang buku itu, seperti menyembunyikan sesuatu yang memalukan.
“Harry—“
Tapi Harry menggelengkan kepalanya. Suatu rasa yang dalam seperti menghancurkan hatinya, sama
pesis seperti yang ia rasakan setelah kepergian Ron. Dia telah mempercayai Dumbledore, percaya
bahwa ia merupakan perwujudan kebaikan dan kebijaksanaan. Semuanya seperti debu;  Berapa banyak
lagi yang akan hilang?  Ron , Dumbledore, tongkat phoenix....
“Harry.”  Hermione tampaknya bisa mendengar pikiran Harry. “Dengarkan aku. Ini – ini bukan bacaan
yang baik—“
“Yah, kau bisa bilang –“
“—tapi jangan lupa, Harry, ini tulisan Rita Skeeter.”
“Kau membaca surat untuk Grindelwald, kan?”
“Ya, a—aku membacanya.”  Ia ragu-ragu, tampak kecewa, menggerak-gerakkan teh di tangannya yang
dingin. “Kurasa itu yang membuatnya parah. Aku tahu Bathilda berpikir itu hanya obrolan, tapi ‘Untuk
 manfaat yang lebih besar’ kemudian menjadi slogan Grindelwald, pembenarannya atas kekejian yang ia
lakukan selanjutnya. Dan...dari hal itu...tampaknya Dumbledore memberinya ide itu. Mereka bilang
‘Untuk Manfaat yang Lebih Besar’ bahkan diukir di pintu masuk Nurmengard.”
“Apa itu Nurmengard?”
“Penjara yang dibangun Grindelwald untuk menahan lawan-lawannya. Dia sendiri berakhir disana, ketika
Dumbledore menangkapnya. Bagaimanapun, meng -- mengerikan rasanya ternyata ide Dumbledore
membantu Grindelwald berkuasa. Tapi disisi lain, bahkan Rita tidak mengelak bahwa mereka saling
mengenal selama beberapa bulan di suatu musim panas ketika mereka masih sangat muda, dan –“
“Kurasa kau mengatakannya,” ucap Harry. Ia tidak ingin kemarahannya tumpah kepada Hermione, tapi
sulit menjaga suaranya tetap stabil.  “Kurasa kau berkata ‘mereka masih muda’. Usia mereka sama
dengan kita sekarang. Dan inilah kita, mempertuhkan nyawa melawan sihir hitam, dan ia disana,
berkumpul dengan karib barunya, merencanakan kekuasaan mereka atas Muggle.”
Kemarahannya tak perlu diragukan lagi: ia berdiri dan berjalan, berusaha menghilangkan ketegangan
jiwanya.
“Aku tidak sedang mencoba membela apa yang ditulis Dumbledore,” kata Hermione. “Semua sampah
‘hak untuk mengatur’, ‘sihir adalah kekuatan’ lagi-lagi. Tapi Harry, ibunya baru saja meninggal dan ia
terjebak sendiri dirumah itu—“
“Sendiri?  Ia tidak sendiri!  Ia punya adik-adik untuk menemaninya, adik perempuannya yang Squib
terkunci—“
“Aku tidak percaya,” ucap Hermione. Dia juga berdiri. “Apapun yang terjadi pada gadis itu, kurasa ia
bukan Squib. Dumbledore yang kita kenal tak akan pernah, tak akan membiarkan –“
“Dumbledore yang kita rasa kita kenal tidak ingin menguasai Muggle dengan kekerasan!” Harry
berteriak, suaranya bergema di puncak bukit yang sepi, dan beberapa burung hitam terbang
mengangkasa, berkoak dan berputar di langit yang berkilau.
“Dia berubah, Harry, dia berubah! Semudah itu! Mungkin ia percaya hal-hal tersebut ketika ia berusia
17, tapi sisa hidupnya diabdikan untuk melawan sihir hitam! Dumbledore-lah orang yang menghentikan
Grindelwald, orang yang membela perlindungan Muggle dan hak-hak kelahiran Muggle, yang melawan
Kau-Tahu-Siapa dari awal, dan yang meninggal dalam usaha menjatuhkannya!”
Buku Rita tergeletak terbuka di lantai antara mereka, sehingga wajah Albus Dumbledore tersenyum
pada keduanya.
“Harry, maafkan aku, tapi kurasa alasan sebenarnya mengapa kau begitu marah adalah karena
Dumbledore tidak pernah menceritakan sendiri hal ini kepadamu.”
“Mungkin iya!” Harry berteriak, dan ia merentangkan lengannya diatas kepalanya, sulit untuk mengetahui
apakah ia mencoba menahan kemarahannya ataukah ia melindungi dirinya sendiri dari beratnya
kekecewaan. “Lihat apa yang ia minta dariku, Hermione! Pertaruhkan nyawamu, Harry!  Dan lagi!  Dan
lagi!  Dan jangan harapkan aku menjelaskan semuanya, percaya saja, percaya bahwa aku tahu yang
kulakukan, percayalah walaupun aku tidak mempercayaimu!  Tidak pernah kebenaran yang utuh!  Tidak
pernah!”
 Suaranya pecah karena tegang, dan mereka berdiri saling memandang dalam keputihan alam  dan
kehampaan, dan Harry merasa mereka sama tidak berartinya dengan serangga di angkasa luas.
“Dia menyayangimu,” Hermione berbisik. “Aku tahu dia menyayangimu.”
Harry menurunkan lengannya.
“Aku tak tahu siapa yang ia sayangi, Hermione, tapi itu bukan aku. Itu bukan sayang, kekacauan yang ia
tinggalkan padaku. Ia lebih memilih berbagi pemikirannya dengan Gellert Grindelwald daripada
denganku.”
Harry mengambil tongkat Hermione, yang ia jatuhkan di salju, dan kembali duduk di pintu masuk tenda.
“Terima kasih atas tehnya. Akan kuselesaikan pengawasan. Masuklah agar hangat.”
Hermione tampak ragu, tapi menyadari itu penolakan.  Dia mengambil buku itu dan berjalan kembali ke
tenda melewati Harry, sambil mengelus kepala Harry dengan tangannya.  Harry menutup matanya saat
Hermione menyentuhnya, dan membenci dirinya sendiri karena berharap perkataan Hermione benar:
bahwa Dumbledore benar-benar menyayanginya.


To be continue...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog