Selasa, 04 Oktober 2011

Harry Potter And The Deathly Hallows Bab 11 Part 2

BAB 11 Part 2
SOGOKAN
(The Bribe)
Wajah Hermione memerah. Mereka semua diam, lalu dengan nada aneh dan sedikit malu, Lupin
berkata, seakan ia mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan, “Tonks akan memiliki seorang bayi.”
“Oh bagus sekali!” seru Hermione.
“Luar biasa!” kata Ron gembira.
“Selamat,” kata Harry.
Lupin tersenyum, tapi senyumnya terkesan dibuat-buat, yang membuatnya terlihat seperti menyeringai,
lalu berkata, “Jadi… apakah kalian setuju dengan penawaranku? Akankah tiga menjadi empat? Aku
tidak yakin Dumbledore akan menolaknya, ia memberikanku jabatan sebagai guru Pertahanan Terhadap
Ilmu Hitam kalian. Dan aku harus menceritakan padamu bahwa aku percaya kita akan menghadapi
sihir-sihir yang tidak pernah kita bayangkan.”
Hermione dan Ron menatap Harry.
“Hanya – hanya untuk memperjelas,” kata Harry, “Kau ingin meninggalkan Tonks di rumah orang tuanya
dan ikut dengan kami?”
“Ia akan baik-baik saja disana, mereka akan menjaganya,” kata Lupin. Ia bicara dengan nada yang
berbeda, “Harry, aku yakin James menginginkanku untuk ikut denganmu.”
“Yah,” kata Harry pelan. “Tapi menurutku tidak begitu. Aku yakin ayahku ingin tahu mengapa kau tidak
bersama anakmu sendiri.”
Wajah Lupin memucat. Suhu di dapur seakan-akan turun sepuluh derajat. Ron memandang ruangan itu
seakan ingin mengingat semua kejadian yang terjadi. Sementara mata Hermione bergerak cepat antara
Harry dan Lupin.
“Kau tidak mengerti,” kata Lupin.
“Jelaskan, kalau begitu,” kata Harry.
 Lupin menelan ludah.
“Aku – aku membuat kesalahan yang parah dengan menikahi Tonks. Aku kira aku telah melakukan hal
yang benar tapi ternyata malah menjadi hal yang paling kusesali.”
“Oh, aku tahu,” kata Harry, “jadi sekarang kau mencampakkan ia dan anaknya dengan lari bersama
kami?”
Lupin tersentak berdiri, kursinya bergerak ke belakang, dan ia menatap tajam pada Harry. Dan untuk
pertama kalinya Harry melihat bayangan serigala pada wajah manusia.
“Apakah kau tidak mengerti apa yang sudah kulakukan pada istriku dan anakku yang belum lahir? Aku
seharusnya tidak menikahinya, aku membuatnya menjadi sampah masyarakat.”
Lupin menendang kursi itu.
“Kau hanya mengenalku sebagai anggota Orde dan dalam perlindungan Dumbledore di Hogwarts! Kau
tidak pernah tahu bagaimana dunia sihir melihat makhluk sepertiku! Saat mereka tahu penderitaanku,
mereka bahkan tidak mau bicara denganku! Tidakkah kau tahu apa yang telah kuperbuat? Bahkan
keluarganya jijik dengan pernikahan kami. Orang tua mana yang ingin anak mereka menikah dengan
manusia serigala? Dan anakku – anakku…”
Lupin mencengkram rambutnya sendiri; ia kelihatan sedikit kacau.
“Makhluk sepertiku tidak seharusnya kawin! Anakku akan menjadi seperti aku, aku yakin – bagaimana
aku bisa memaafkan diriku sendiri, saat aku tahu aku akan menurunkan keadaanku pada anak yang tidak
bersalah? Dan bila ia, dengan sebuah keajaiban, tidak seperti aku, dan akan lebih baik, beratus-ratus kali
lebih baik, tanpa ayah yang akan membuatnya malu”
“Remus!” bisik Hermione, matanya berkaca-kaca. “Jangan berkata seperti itu itu – bagaimana bisa
seorang anak akan malu memiliki ayah sepertimu?”
“Oh, entahlah, Hermione,” kata Harry. “Aku akan malu padanya.”
Harry tidak tahu darimana kemarahan itu datang, tetapi itu mendorongnya untuk berdiri juga. Lupin
terlihat seakan Harry baru saja memukulnya.
“Jika pemerintahan yang baru menganggap kelahiran Muggle sudah cukup buruk,” kata Harry, “apa kata
mereka dengan seorang anak setengah manusia serigala dan orang tua mereka adalah anggota Orde?
Ayahku meninggal karena melindungi ibuku dan aku, dan kau kira dia akan berharap kau akan
meninggalkan anakmu untuk pergi bersama kami?”
“Berani-beraninya kau!” kata Lupin. “Ini bukan tentang keinginan akan – akan bahaya atau kemuliaan –
beraninya kau menyarankan seperti – ”
“Aku rasa kau memang suka menantang bahaya,” kata Harry, “ Kau ingin tahu bagaimana rasanya
menjadi seseorang seperti Sirius…”
“Harry, sudahlah!” Hermione memohon padanya, tetapi Harry tetap memandang marah pada wajah
Lupin yang pucat pasi.
 “Aku tidak percaya ini,” kata Harry. “Orang yang mengajarkanku cara melawan Dementor – ternyata
seorang pengecut.”
Lupin menarik tongkatnya begitu cepat bahkan sebelum Harry sempat menyentuh tongkatnya.
Terdengar suara ledakan keras dan Harry merasakan dirinya terpelanting mundur dan menghantam
dinding dapur dan meluncur turun ke lantai. Harry masih sempat melihat sekilas ujung jubah Lupin
melambai menghilang ke arah pintu.
“Remus, Remus, kembali!” Hermione menangis, tetapi Lupin tidak menggubrisnya. Beberapa saat
kemudian, terdengar suara pintu dibanting.
“Harry!” ratap Hermione. “Bisa-bisanya kau -”
“Itu mudah,” kata Harry. Ia berdiri dan dapat merasakan memar yang muncul di kepala yang
menghantam dinding. Harry masih bergetar penuh rasa marah.
“Jangan menatapku seperti itu!” bentak Harry ke Hermione.
“Jangan kau bentak dia!” geram Ron.
“Sudahlah – kita tidak harus bertengkar!” kata Hermione, berdiri di antara mereka.
“Kau seharusnya tidak mengatakan hal itu pada Lupin,” kata Ron kepada Harry.
“Ia pantas mendapatkannya,” kata Harry. Bayangan bermunculan dalam benak Harry. Sirius jatuh
menembus selubung. Dumbledore melayang jatuh. Kilatan cahaya hijau, dan suara ibunya, memohon
belas kasihan…
“Orang tua,” kata Harry, “seharusnya tidak meninggalkan anak mereka bahkan – bahkan saat mereka
harus meninggalkannya.”
“Harry, – ” kata Hermione, menghibur Harry, tetapi Harry menghindari Hermione dan pergi, mata Harry
menatap api yang Hermione buat. Harry baru sekali berbicara pada Lupin dari perapian itu, saat mencari
keterangan mengenai James, dan Lupin menghiburnya. Sekarang Lupin tersiksa, wajah pucatnya masih
teringat jelas. Tiba-tiba Harry merasa muak dan menyesal. Ron dan Hermione tidak berani berbicara.
Tapi Harry yakin mereka saling pandang di belakangnya, berkomunikasi dalam diam. Harry berbalik dan
menangkap mereka berbalik dengan cepat satu sama lain.
“Aku tahu seharusnya aku tidak menyebutnya pengecut.”
“Tidak, seharusnya tidak,” kata Ron.
“Tetapi ia memang seperti itu.”
“Sama saja…” kata Hermione.
“Aku tahu,” kata Harry. “Tetapi jika hal itu membuatnya kembali pada Tonks, ia akan menghargainya,
kan?”
Harry tidak dapat tahan untuk beralasan. Hermione tampak bersimpati sedangkan Ron tidak yakin.
Harry menatapi kakinya berpikir tentang ayahnya. Apakah James akan mendukung Harry atas apa yang
ia katakan pada Lupin? Atau ia akan marah saat tahu bagaimana anaknya memperlakukan teman
 lamanya?
Keheningan dalam dapur mendengungkan keterkejutan akan apa yang baru saja terjadi dan ditambah
dengan celaan Ron dan Hermione dalam diam.
Daily Prophet
yang Lupin bawa masih tergeletak di atas
meja, Harry menatap halaman pertama koran itu. Ia berjalan mendekat dan duduk, membuka-buka
lembar-lembar halaman, berpura-pura membaca. Ia tidak dapat mengerti kata-kata yang tertulis di sana,
pikirannya penuh dengan Lupin. Harry yakin Ron dan Hermione sudah menyelesaikan komunikasi dalam
diam mereka. Harry membalik halaman koran dengan suara yang keras, dan nama Dumbledore
tertangkap oleh matanya. Butuh beberapa saat sebelum Harry menyadari foto yang terpampang, yang
merupakan foto sebuah keluarga. Di bawah foto tertulis:
Keluarga Dumbledore: dari kiri ke kanan,
Albus, Percival, menggendong bayi Ariana, Kendra, dan Aberforth.
Harry tertarik, lalu menatap foto itu dengan seksama. Ayah Dumbledore, Percival, adalah pria tampan
yang matanya bersinar bahkan di foto tua itu. Bayi itu, Ariana, hanya sedikit lebih panjang dari sepotong
roti dan tidak terlihat begitu jelas. Sang ibu, Kendra, memiliki rambut hitam yang diikat dalam gulungan
sanggul tinggi, dengan wajah yang cantik. Dalam gaun sutra berkerah tinggi, Harry bisa melihat seorang
penduduk asli Amerika dengan mata gelap, tulang pipi yang tinggi, dan hidung yang lurus. Albus dan
Aberforth menggunakan jaket berkerah yang serupa dan memiliki potongan rambut sebahu yang serupa
pula. Albus terlihat beberapa tahun lebih tua, tapi tetap saja kedua bocah itu terlihat serupa, dan ini
sebelum hidung Albus patah dan sebelum ia mengenakan kacamata.
Keluarga itu tampak bahagia dan normal, tersenyum dalam koran. Tangan Ariana menggapai-gapai
keluar dari gendongannya. Harry melihat bagian atas foto dan tertulis sebuah tajuk:
BIOGRAFI ALBUS DUMBLEDORE
Oleh: Rita Skeeter
Memikirkannya saja hanya akan membuat perasaan Harry menjadi semakin buruk. Harry melanjutkan
membaca.
Bangga dan angkuh, tidak lagi dapat Kendra Dumbledore lakukan setelah berita penangkapan
dan penahanan suaminya, Percival, ke Azkaban. Dia tidak lagi bisa tinggal di Mould-on-the-Wold
dan akhirnya memindahkan keluarganya ke Godric Hollow, sebuah desa yang nantinya terkenal
sebagai tempat di mana Harry Potter berhasil lolos secara misterius dari Kau-Tahu-Siapa.
Seperti Mould-on-the-Wold, Godric Hollow merupakan rumah bagi beberapa keluarga penyihir,
tapi karena tidak ada yang mengenal Kendra, ia beranggapan tidak ada yang tahu tentang
kejahatan yang suaminya lakukan di desa sebelumnya. Dengan menolak semua kunjungan dari
tetangga baru mereka yang ramah, ia yakin bahwa keluarganya akan hidup aman.
”Dia membanting pintu tepat di depan mukaku saat aku ingin menyambutnya dengan
memberinya semangkuk kue ketel,” kata Bathilda Bagshot. ”Tahun pertama mereka di sini aku
hanya melihat dua bocah itu. Aku tidak tahu kalau mereka memiliki seorang putri kalau aku
tidak sedang memetik Plangentine di malam hari di musim dingin pertama kedatangan mereka,
dan aku melihat Kendra menuntun Ariana ke halaman belakang. Menuntunnya berjalan
 memutari kebun, memeganginya dengan erat, lalu kembali ke dalam. Aku tidak tahu mengapa
mereka bertingkah seperti itu.”
Mungkin menurut Kendra, kepindahannya ke Godric Hollow adalah kesempatan yang baik
untuk menyembunyikan Ariana, yang mungkin sudah ia rencanakan sejak lama. Waktunya pun
sangat tepat. Ariana hampir berusia tujuh tahun saat ia menghilang, dan tujuh merupakan usia
yang penting. Karena beberapa ahli menyatakan bahwa seorang penyihir akan menunjukkan
kemampuan sihirnya di usia ini, bila memang ada. Tidak seorang pun yang hidup dapat
mengingat apakah Ariana pernah menunjukkan kemampuan sihir sekecil apa pun. Dan jelas
Kendra telah mengambil keputusan untuk menyembunyikan keberadaan putrinya daripada harus
malu karena telah melahirkan seorang Squib. Menjauh dari teman dan tetangga yang mengenal
Ariana akan membuatnya lebih mudah untuk menyembunyikan Ariana. Sedikit orang yang
mengetahui keberadaan Ariana pun menjaga rahasia mereka, termasuk kedua saudaranya yang
selalu menjawab pertanyaan tentang adik mereka dengan jawaban yang sudah diajarkan oleh
ibu mereka,”‘Saudariku terlalu rapuh untuk bisa pergi ke sekolah.”
Minggu depan: Albus Dumbledore selama di Hogwarts – Penghargaan dan Kepura-puraan.
Harry salah, apa yang ia baca malah membuat perasaannya semakin kacau. Ia kembali melihat foto
sebuah keluarga bahagia. Benarkah? Bagaimana ia tahu? Harry ingin pergi ke Godric Hollow walaupun
Bathilda tidak dapat berbicara padanya. Ia ingin pergi ke tempat dimana ia dan Dumbledore kehilangan
orang terkasih mereka. Harry sedang menurunkan koran untuk menanyakan pendapat Ron dan
Hermione, tapi suara
crack
yang memekakkan telinga bergema di seluruh dapur.


Untuk pertama kali dalam tiga hari, Harry telah melupakan Kreacher. Ia pikir Lupin telah kembali dan
tidak memerhatikan seseorang yang berusaha melepaskan diri yang muncul tiba-tiba di sebelah kanan
kursinya. Orang itu segera berdiri saat Kreacher melepaskan pegangannya dan membungkuk rendah
pada Harry dan berkata,
”Kreacher telah kembali dengan Mundungus Fletcher si pencuri, Tuan.”
Mundungus beringsut dan menarik tongkatnya, tapi Hermione lebih cepat.
Expelliarmus!
Tongkat Mundungus terpelanting ke udara dan Hermione menangkapnya. Dengan rasa bingung,
Mundungus berlari ke arah tangga tapi Ron meringkusnya, dan Mundungus terjatuh diiringi suara sesuatu
yang patah.
”Apa?” teriak Mundungus, berusaha melepaskan diri dari pegangan Ron. ”Aku kenapa? Ngirim peri
rumah ke aku, apa maumu, aku salah apa, lepaskan, lepaskan, atau…”
”Kau tidak berada dalam posisi yang bagus untuk mengancam, Mundungus,” kata Harry.
Ia melempar korannya, menyebrangi dapur dalam beberapa langkah dan berlutut di sebelah Mundungus
yang berhenti memberontak dan tampak ketakutan. Ron berdiri dan melihat Harry mengacungkan
tongkatnya tepat di depan hidung Mundungus. Mundungus berbau busuk seperti asap tembakau yang
basi dan basah, rambutnya kusam, dan jubahnya penuh noda.
 ”Kreacher meminta maaf atas lamanya waktu membawa si pencuri, Tuan,” kata si peri rumah. ”Fletcher
tahu bagaimana menghindari penangkapan, punya banyak tempat bersembunyi dan kaki tangan. Tapi
Kreacher akhirnya berhasil mendapatkannya.”
”Kau telah melakukannya dengan baik, Kreacher,” kata Harry dan si peri rumah membungkuk rendah.
”Kami punya beberapa pertanyaan untukmu,” kata Harry pada Mundungus yang langsung berteriak,
”Aku panik, oke? Aku enggak pernah mau ikutan, enggak bermaksud menyinggung, sobat, tapi aku
enggak mau mati muda buat kamu. Dan Kau-Tahu-Siapa langsung terbang ke aku, kalian semua pasti
kabur, aku kan sudah bilang aku enggak mau ikutan…”
”Agar kau tahu, kami semua tidak ber-Dissaparate,” kata Hermione.
”Yah, kalian kan emang pahlawan. Tapi aku enggak pernah mau pura-pura siap buat bunuh diri…”
”Kami tidak tertarik mengapa kau kabur dari Mad-Eye,” kata Harry, yang sekarang mengarahkan
tongkatnya ke mata berkantung Mundungus yang merah. ”Kami sudah tahu bahwa kau hanya sampah
yang tidak dapat diandalkan.”
”Kalau gitu, kenapa aku dikejar sama peri rumah? Atau masalah piala itu lagi? Sudah enggak ada, sudah
habis, atau kau…”
“Juga bukan masalah piala, walau kau hampir mendekati masalahnya” kata Harry. ”Sekarang diam dan
dengarkan.”
Rasanya menyenangkan saat harus melakukan sesuatu, menemukan orang yang bisa memberi sedikit
kebenaran. Tongkat Harry kini begitu dekat dengan hidung Mundungus yang menjadi sedikit juling agar
tetap bisa melihat ujung tongkat Harry.
”Saat kau membersihkan rumah ini dari benda-benda berharga,” kata Harry memulai, tapi Mundungus
memotongnya lagi.
”Sirius enggak peduli sama sampah…”
Terdengar derap langkah dan terlihat kilatan tembaga, lalu terdengar suara logam dan jeritan kesakitan.
Kreacher telah berlari ke arah Mundungus dan memukul kepalanya dengan panci.
”Ber’enti, ber’enti, dia harus diikat!” teriak Mundungus ketakutan saat Kreacher mengangkat panci yang
berat itu lagi.
”Kreacher, jangan!” teriak Harry.
Tangan kecil Kreacher gemetar karena berat panci masih terangkat tinggi.
”Mungkin sekali lagi, Tuan Harry, untuk keberuntungan?”
Ron tertawa.
“Kami membutuhkannya dalam keadaan sadar, Kreacher, tapi bila dibutuhkan sedikit paksaan, kau
 dapat kehormatan untuk melakukannya,” kata Harry.
”Terima kasih banyak, Tuan,” kata Kreacher sambil membungkuk. Lalu ia mundur beberapa langkah.
Mata besarnya tetap menatap Mundungus jijik.
“Saat kau membongkar rumah ini dan mengambil barang-barang berharga,” Harry memulai lagi, “kau
mengambil setumpuk barang dari lemari dapur. Salah satunya adalah sebuah liontin.” Mulut Harry
tiba-tiba kering dan ia bisa merasakan ketegangan Ron dan Hermione. “Apa yang kau lakukan dengan
liontin itu?”
”Kenapa?” tanya Mundungus. “Emangnya penting?”
“Kau masih menyimpannya!” teriak Hermione.
”Tidak,” kata Ron. ”Dia hanya ingin meminta uang lebih untuk liontin itu.”
”Uang lebih?” kata Mundungus. ”pasti susah… aku kasih gratis, tahu! Enggak ada pili’an lain.”
”Apa maksudmu?”
”Aku lagi jualan di Diagon Alley, terus dia datang dan tanya apa aku punya izin jualan artifak sihir.
Wanita sialan. Dia suka sama liontin itu. Dia bilang mau ngelepasin aku kalau aku ngasih liontin itu dan
aku kira aku lagi beruntung.”
”Siapa wanita ini?” tanya Harry.
”Enggak tau, nenek sihir dari Kementrian kaya’nya.”
Mundungus mencoba mengingatnya, alisnya bertaut.
”Wanita pendek, pake pita di kepala.”
Mundungus terdiam lalu menambahkan, ”Kaya’ kodok.”
Harry menjatuhkan tongkatnya dan mengenai hidung Mundungus yang menembakkan bunga api merah,
mengenai alis Mundungus dan mulai menyala.
Aguamenti!
” teriak Hermione, dan air memancar keluar dari ujung tongkatnya, menyemprot dan
membuat Mundungus tersedak.
Harry menatap Ron dan Hermione yang sama terkejutnya. Bekas luka di punggung tangan kanannya
terasa gatal.
 




 
To be continue.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog