Kamis, 20 Oktober 2011

Harry Potter And The Deathly Hallows Bab 33 Part 2

BAB 33 Part 2
KISAH PRINCE
(Prince’s Tale)

Koridor mengabur dan adegan yang ini agak sulit tersusun. Harry seperti terbang melalui bentuk dan
warna yang berubah-ubah hingga sekitarnya padat kembali, dan ia berdiri di atas bukit, sedih dan dingin
dalam kegelapan, angin bertiup melalui cabang-cabang pohon yang tinggal sedikit daunnya. Snape
 dewasa terengah. Menoleh pada suatu tempat, tongkatnya dicengkeram erat-erat, menunggu seseorang
atau sesuatu … Ketakutannya menular pada Harry, walau Harry tahu ia tidak mungkin dicelakai, dan ia
memandang jauh, berpikir apakah yang sedang ditunggu Snape …
Kemudian seberkas cahaya putih membutakan melayang di udara; Harry mengira petir, tetapi Snape
jatuh berlutut dan tongkatnya terlempar dari tangannya.
“Jangan bunuh aku!”
“Aku tidak berniat demikian.”
Suara Dumbledore ber-Apparate ditenggelamkan oleh suara angin di cabang-cabang pohon.
Dumbledore berdiri di depan Snape dengan jubah melambai-lambai dan wajahnay diterangi cahaya dari
tongkatnya.
“Jadi apa, Severus? Pesan macam apa yang Lord Voldemort punya untukku?”
“Tidak –tidak ada pesan—aku datang atas keinginan sendiri!”
Snape meremas tangannya; dia terlihat sedikit gila, dengan rambut hitam terurai di sekitarnya.
“Aku—aku datang dengan peringatan—bukan, sebuah permintaan—kumohon—“
Dumbledore menjentikan tongkatnya. Walau daun-daun dan cabang-cabang masih beterbangan di udara
malam di sekitar mereka, tempat di mana ia dan Snape berada terasa sunyi.
“Permintaan apa yang bisa kupenuhi dari seorang
Death Eater
?”
”Ra—ramalan, ... perkiraan ... Trelawney ...”
”Ah, ya,” sahut Dumbledore, ”seberapa banyak yang kau sampaikan pada Lord Voldemort?”
”Semua—semua yang kudengar!” sahut Snape. “Karena itulah—untuk alasan itu—ia mengira itu berarti
Lily Evans!”
”Ramalan itu tidak mengacu pada seorang wanita,” sahut Dumbledore, ”isinya mengenai anak laki-laki
yang lahir di akhir Juli—”
”Kau tahu apa yang kumaksud! Pangeran Kegelapan mengira itu adalah anak Lily, ia akan memburu
Lily—membunuhnya—”
”Kalau Lily memang berarti begitu banyak bagimu,” sahut Dumbledore, “tentu saja Lord Voldemort akan
mengampuninya? Tidakkah kau bisa meminta untuk mengasihani ibunya, sebagai ganti anaknya?”
”Aku—aku sudah meminta padanya—”
”Kau membuatku jijik,” sahut Dumbledore, dan Harry belum pernah mendengar suara Dumbledore
begitu merendahkan. Snape terlihat sedikit menyusut.
“Kau tidak peduli akan kematian suami dan anaknya? Mereka boleh mati, asal kau mendapat apa yang
kau inginkan?”
 Snape tidak berbicara, hanya memandang Dumbledore.
“Kalau begitu, sembunyikan mereka,” sahutnya parau, “Selamatkan dia—mereka— Kumohon.”
”Dan apa yang kau berikan padaku sebagai imbalan, Severus?”
”Sebagai—sebagai imbalan?” Snape terperangah pada Dumbledore, dan Harry mengharap Snape akan
protes, tetapi setelah saat yang lama ia menyahut, ”Segalanya.”
Puncak bukit itu tersamar, dan Harry berdiri di kantor Dumbledore, dan sesuatu  berbunyi seperti
binatang terluka. Snape merosot di kursinya, dan Dumbledore berdiri di depannya, nampak suram.
Sesaat Snape mengangkat wajahnya, ia nampak seperti orang yang sudah hidup beratus tahun dalam
penderitaan sejak meninggalkan puncak bukit itu.
“Kukira … kau akan … menjamin dia … selamat.”
”Dia dan James menyimpan kepercayaan pada orang yang salah,” sahut Dumbledore, ”Hampir seperti
dirimu, Severus. Bukankah kau berharap Lord Voldemort akan mengampuninya?”
Napas Snape terdengar pendek.
“Anak laki-lakinya selamat,” ujar Dumbledore.
Dengan sentakan kecil di kepalanya, Snape terlihat membunuh lalat yang menjengkelkan.
”Putra Lily hidup. Ia punya mata Lily, persis mata Lily. Kau ingat bentuk dan warna mata Lily Evans,
kan?”
”JANGAN!” lenguh Snape, ”Pergi ... Meninggal...”
”Apakah ini penyesalan, Severus?”
”Kuharap ... kuharap
aku
mati saja ...”

“Lalu apa gunanya untuk orang lain?” sahut Dumbledore dingin, ”Kalau kau mencintai Lily Evans, kalau
kau benar-benar mencintainya, jalan untukmu terbuka lebar.”
Snape nampak melalui perih yang samar-samar, dan arti kata-kata Dumbledore terlihat lama sekali
sampai kepadanya.
”Apa—apa maksudmu?”
”Kau tahu bagaimana dan mengapa Lily meninggal. Pastikan kematian itu tidak sia-sia. Bantulah aku
melindungi anak Lily.”
”Dia tidak perlu perlindungan. Pangeran Kegelapan sudah pergi—”
”—Pangeran Kegelapan akan kembali, dan pada saat itu Harry Potter akan berada dalam bahaya
besar.”
 Ada sunyi yang lama, dan perlahan Snape bisa mengendalikan diri lagi, menguasai napasnya lagi.
Akhirnya ia berucap, ”Baiklah. Baiklah. Tapi jangan pernah—jangan menceritakan ini, Dumbledore! Ini
hanya di antara kita saja! Bersumpahlah! Aku tidak bisa menanggung ... khususnya anak Potter ... Aku
ingin kau berjanji!”
“Janjiku, Severus, bahwa aku tidak pernah akan memperlihatkan sisi terbaikmu?” Dumbledore mengeluh,
menatap wajah garang Snape yang diliputi kesedihan yang mendalam. “Kalau kau bersikeras …”
Kantor Kepala Sekolah memudar tapi langsung terbentuk kembali. Snape sedang berjalan
mondar-mandir di depan Dumbledore.
“—sudah kuduga, sombong seperti ayahnya, kecenderungan untuk melanggar peraturan, suka melihat
dirinya terkenal, mencari perhatian, tidak sopan—“
“Kau melihat apa yang ingin kau lihat, Severus,” sahut Dumbledore tanpa mengangkat matanya dari
Transfigurasi Terkini*. ”Guru lain melaporkan bahwa anak itu rendah hati, cukup disenangi, dan
berbakat. Kurasa dia cukup menarik.”
Dumbledore membalik lembaran bacaannya dan berkata tanpa mengangkat matanya, “Tolong perhatikan
Quirrell, ya?”
Seputaran warna dan semuanya gelap, Snape dan Dumbledore berdiri agak jauh di Pintu Masuk, saat
orang terakhir dari Pesta Dansa Natal melintasi mereka untuk pergi tidur.
“Jadi?” gumam Dumbledore.
“Tanda Kegelapan Karkaroff menjadi lebih gelap juga. Dia panik, dia takut pembalasan; Kau tahu sejauh
mana ia membantu Kementerian setelah kejatuhan Pangeran Kegelapan.” Snape melihat ke samping
melalui sosok hidung bengkok Dumbledore. ”Karkaroff berniat untuk melarikan diri jika Tanda itu
terbakar.”
”Apakah demikian?” sahut Dumbledore lembut, saat Fleur Delacour dan Roger Davis lewat
terkikik-kikik bangkit dari tanah. ”Apakah kau tergoda untuk bergabung dengannya?”
”Tidak,” sahut Snape, matanya tertuju pada sosok Fleur dan Roger yang makin mengecil. ”Aku bukan
pengecut.”
”Bukan,” Dumbledore setuju, ”Kau jauh lebih berani daripada Igor Karkaroff. Kau tahu, kadang aku
merasa kita Menyeleksi terlalu cepat ...”
Dumbledore berjalan menjauh, meninggalkan Snape yang terlihat mematung.
Dan sekarang Harry berdiri di Kantor Kepala Sekolah lagi. Saatnya malam dan Dumbledore merosot di
kursinya yang seperti singgasana di balik meja, nyata-nyata setengah sadar. Tangan kanannya terjuntai di
sisinya, menghitam dan terbakar. Snape sedang menggumamkan mantra, menujukan tongkatnya pada
pergelangan tangan Dumbledore, saat yang sama tangan kirinya menuangkan piala berisi ramuan kental
keemasan ke dalam tenggorokan Dumbledore. Setelah beberapa saat, kelopak mata Dumbledore
bergetar dan membuka.
”Mengapa,” sahut Snape tanpa basa-basi, ”mengapa kau mengenakan cincin itu? Di dalamnya
terkandung Kutukan, pasti kau mengetahuinya. Mengapa bahkan kau menyentuhnya?”
 Cincin Marvolo Gaunt tersimpan di meja dekat Dumbledore. Cincin itu retak; pedang Gryffindor terletak
di sebelahnya.
Dumbledore meringis.
“Aku … bodoh. Aku tergoda …”
“Tergoda oleh apa?”
Dumbledore tak menjawab.
“Suatu keajaiban kau berhasil kembali kesini,” Snape terdengar geram, “Cincin itu mengandung Kutukan
dari kekuatan yang luarbiasa, kita hanya bisa berharap kita bisa menahannya; aku sudah memerangkap
kutukan itu di satu tangan untuk sementara.”
Dumbledore mengangkat tangan yang menhitam dan sudah tak berguna lagi, memperhatikannya dengan
ekspresi seperti seseorang yang sedang diperlihatkan barang ajaib yang menarik.
“Kau bekerja sangat baik, Severus. Berapa lama kau kira aku bisa bertahan?”
Nada suara Dumbledore sangat biasa, sebiasa seperti kalau dia sedang bertanya ramalan cuaca. Snape
ragu, kemudian berucap, ”Aku tidak bisa mengatakannya. Mungkin setahun. Tidak ada yang bisa
menghentikan mantra itu untuk selamanya. Mantra itu pasti akan menyebar, ini termasuk Kutukan yang
menguat setiap saat.”
Dumbledore tersenyum. Kabar bahwa ia hanya punya kurang dari satu tahun untuk hidup nampaknya
hanya sedikit atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali padanya.
”Aku beruntung, sangat beruntung, bahwa aku punya kau, Severus.”
”Kalau saja kau memanggilku lebih cepat, aku mungkin bisa berbuat lebih baik lagi, memberikanmu lebih
banyak waktu,” sahut Snape geram. Ia melihat pada cincin yang retak dan pedang. ”Apakah kau pikir
merusak cincin bisa mematahkan Kutukan?”
”Sesuatu seperti itulah ... aku lupa daratan, tak ada keraguan ...” sahut Dumbledore. Dengan susah payah
ia menegakkan diri di kursi. ”Yah, sebenarnya ini membuat masalah-masalah lebih terlihat mudah.”
Snape terlihat benar-benar kebingungan. Dumbledore tersenyum.
“Aku mengacu pada rencana Lord Voldemort yang berputar di sekitarku. Rencananya ialah membuat
putra Malfoy yang malang itu membunuhku.”
Smape duduk di kursi yang sering Harry duduki, di seberang meja Dumbledore. Harry dapat
mengatakan bahwa Snape ingin mengatakan lebih banyak lagi tentang tangan Dumbledore yang terkena
Kutukan, tapi Dumbledore menolak untuk membahasnya lebih lanjut, dengan sopan. Sambil
memberengut, Snape menyahut, “Pangeran Kegelapan tidak mengharapkan Draco berhasil. Ini semua
hukuman untuk kegagalan Lucius. Siksaan yang pelan untuk orangtua Draco, saat mereka menyaksikan
Draco gagal dan mendapat ganjarannya.”
”Singkatnya, anak itu sudah mendapat vonis mati, aku yakin,” sahut Dumbledore. Sekarang, aku
 mengira, pengganti untuk melakukan pekerjaan itu, sekali Draco gagal, adalah kau sendiri?”
Hening sejenak.
”Saya kira ya, itu memang rencana Pangeran Kegelapan.”
”Lord Voldemort memperkirakan dalam jangka pendek ia tidak memerlukan mata-mata lagi di
Hogwarts?”
”Ia percaya sekolah ini akan berada dalam genggamannya, ya betul.”
”Dan jika sekolah ini benar-benar jatuh ke dalam genggamannya,” sahut Dumbledore, dalam suara
rendah, ”aku dapat jaminan bahwa kau akan berusaha sekuatmu untuk melindungi para siswa di
Hogwarts?”
Snape mengangguk kaku.
”Bagus. Sekarang. Prioritas pertama, temukan apa yang sedang dituju oleh Draco. Seorang remaja yang
sedang ketakutan merupakan bahaya untuk orang lain juga bagi dirinya sendiri. Tawarkan padanya
pertolongan dan bimbingan, ia harus menerimanya, ia suka padamu—”
”—sekarang berkurang sejak ayahnya tidak disukai. Draco menyalahkanku, ia mengira aku telah
merampas posisi Lucius.”
”Walau demikian, cobalah terus. Aku lebih memperhatikan korban-korban kejadian dari rencana yang
akan dilakukan oleh anak itu, daripada diriku sendiri. Akhirnya, tentu saja, hanya ada satu hal yang dapat
dilakukan untuk menyelamatkan dia dari kemurkaan Lord Voldemort.”
Snape menaikkan alisnya dan nada suaranya sengit saat ia bertanya, ”Kau bermaksud membiarkannya
membunuhmu?”
”Tentu saja tidak.
Kau
yang harus membunuhku.”
Hening yang panjang, terpecahkan hanya dengan suara klik yang aneh. Fawkes si phoenix sedang
menggerogoti tulang belulang.
“Kau ingin aku mengerjakannya sekarang?” tanya Snape, suaranya penuh ironi, “Atau Kau ingin
beberapa saat untuk merancang tulisan di batu nisan?”
“Oh, belum saatnya,” Dumbledore tersenyum, “Aku berani mengatakan bahwa waktu untuk itu akan
datang dengan sendirinya. Dengan adanya kejadian malam ini,” ia menunjukkan tangannya yang layu,
“kita bisa yakin itu akan terjadi dalam waktu setahun.”
“Kalau kau tidak berkeberatan mati,” sahut Snape kasar, “mengapa tidak membiarkan Draco yang
melakukannya?”
“Jiwanya belum rusak,” sahut Dumbledore, “aku tak mau merenggutnya.”
“Dan jiwaku, Dumbledore? Jiwaku?”
“Kau sendiri tahu apakah ini akan mengganggu jiwamu atau tidak, untuk menolong seorang tua
 menghindari nyeri dan malu,” sahut Dumbledore, “aku meminta pertolongan, pertolongan yang besar
darimu, Severus, karena kematian datang padaku sama pastinya Chudley Cannons akan berada di
peringkat terakhir pada liga tahun ini. Aku mengaku aku memilih jalan keluar yang cepat dan tidak nyeri
dari masalah yang berlarut-larut dan kusut ini, misalnya, Greyback terlibat—kudengar Voldemort
merekrutnya? Atau Bellatrix tercinta, yang suka bermain-main dengan korbannya sebelum ia
‘memakannya’.”
Nada suaranya lembut tapi mata birunya menusuk Snape sebagaimana kedua mata itu sering menusuk
mata Harry, sebagaimana jiwa yang sedang mereka diskusikan bisa terlihat oleh mereka. Akhirnya Snape
mengangguk lagi, kaku.
Dumbledore nampak puas.
“Terimakasih , Severus.”
Kantor menghilang, dan sekarang Snape dan Dumbledore berjalan bersama di halaman kastil yang sunyi
sejak senjakala.
“Apa yang kau lakukan dengan Potter, pada tiap malam kau bersamanya?” Snape bertanya kasar.
Dumbledore terlihat lelah.
“Kenapa? Kau tak mencoba menambah hukumannya, kan, Severus? Anak itu kelihatannya sebentar lagi
akan menghabiskan waktunya untuk menjalani hukuman.”
”Dia sudah mulai seperti ayahnya lagi.”
”Penampilannya, mungkin. Tetapi di dalamnya, ia lebih mirip ibunya. Aku menghabiskan waktu dengan
Harry karena aku perlu berdiskusi dengannya, informasi yang harus kuberikan padanya sebelum
terlambat.”
”Informasi,” ulang Snape, ”Kau mempercayai dia ... Kau tidak mempercayaiku.”
“Ini bukan soal mempercayai. Aku punya, seperti yang kau tahu, waktu yang terbatas. Penting untuk
memberi cukup informasi untuknya, agar ia bisa melakukan apa yang harus ia lakukan.”
”Dan mengapa aku tidak boleh mendapat informasi yang sama?”
”Aku memilih untuk tidak menyimpan semua informasi dalam satu keranjang, khususnya bukan keranjang
yang dekat dengan tangan Voldemort.”
”Yang kulakukan atas perintahmu.”
”Dan kau melakukannya dengan sangat baik. Jangan mengira aku menganggap remeh bahaya yang terus
menerus kau hadapi, Severus. Untuk memberikan Voldemort informasi yang sepertinya berharga, di sisi
lain menyembunyikan intinya, adalah pekerjaan yang tidak akan kuberikan pada siapapun kecuali kau.”
”Dan kau lebih percaya pada anak yang tidak mampu Occlumency, yang sihirnya biasa-biasa saja, dan
punya hubungan langsung dengan pikiran Pangeran Kegelapan!”
”Voldemort takut akan hubungan itu,” sahut Dumbledore, ”Belum begitu lama berselang, ia dapat
 mencicipi bagaimana sebenarnya berbagi pikiran Harry itu rasanya bagi dia. Sakit yang tak terperi seperti
yang tak pernah ia rasakan. Ia tidak akan mencoba untuk menguasai pikiran Harry lagi, aku yakin. Tidak
dengan cara itu.”
”Aku tidak mengerti.”
“Jiwa Lord Voldemort tidak bisa menahan hubungan dekat dengan jiwa seperti Harry. Seperti lidah
dengan baja beku, seperti daging dalam api …”
“Jiwa? Kita bicara tentang pikiran!”
”Dalam kasus Harry dan Voldemort, bicara tentang yang satu berarti bicara tentang yang lainnya.”
Dumbledore memandang berkeliling untuk yakin mereka sendiri. Mereka dekat ke Hutan Terlarang, tapi
tak ada tanda-tanda siapapun dekat sana.
”Setelah kau membunuhku, Severus—”
”Kau menolak untuk mengatakan semuanya, tapi kau mengharapkan aku melakukan hal kecil itu,” Snape
geram, dan kemarahan yang sesungguhnya memancar dari wajah kurus itu; ”Kau menganggap segala hal
sudah pasti, Dumbledore! Mungkin aku akan berubah pikiran!”
”Kau sudah berjanji, Severus. Dan saat kita bicara tentang pekerjaan di mana kau berhutang padaku,
aku kira kau setuju untuk mengamati lebih dekat teman muda Slytherin kita?”
Snape terlihat marah, memberontak. Dumbledore mengeluh.
“Datanglah ke kantorku nanti malam, Severus, jam sebelas, dan kau tak akan mengeluh lagi bahwa aku
tak percaya padamu…”
Mereka kembali ke kantor Dumbledore, jendela nampak gelap, dan Fawkes bertengger diam, saat
Snape duduk tenang, saat Dumbledore berjalan mengelilinginya, berbicara.
“Harry tak boleh tahu, tidak sampai saat terakhir, tidak sampai jika sudah diperlukan, jika tidak,
bagaimana dia dapat kekuatan untuk melakukan apa yang harus dilakukan?”
“Tapi apa yang harus dilakukannya?”
”Itu akan menjadi persoalan antara aku dan dia. Sekarang, dengarkan baik-baik, Severus. Akan datang
saatnya—setelah kematianku—jangan membantah, jangan menyela. Akan datang saatnya Lord
Voldemort terlihat takut akan hidup ularnya.”
”Nagini?” Snape keheranan.
”Betul sekali. Jika datang saatnya Lord Voldemort berhenti mengirim Nagini untuk melakukan apa yang
diperintahkan, melainkan menjaga Nagini di sebelahnya, pakai perlindungan sihir, maka kurasa sudah
aman untuk memberitahu Harry.”
”Beritahu apa?”
Dumbledore menarik napas panjang dan menutup matanya.
 ”Beritahu padanya bahwa pada malam di mana Lord Voldemort mencoba membunuhnya, saat Lily
menjadikan nyawanya sebagai pelindung, Kutukan Pembunuh-nya memantul kembali pada Lord
Voldemort, dan satu pecahan jiwa Voldemort terlepas dari keseluruhan, menempel pada satu-satunya
jiwa yang masih hidup di gedung yang runtuh itu. Sebagian dari Lord Voldemort hidup di dalam Harry.
Itulah yang membuatnya bisa bahasa ular, dan ada hubungannya dengan pikiran Lord Voldemort, yang
tak pernah bisa dimengertinya. Dan dengan pecahan jiwa itu, tidak disadari oleh Voldemort, tetap
menempel pada, dan dilindungi oleh Harry, Lord Voldemort tak bisa mati.
”Jadi anak itu ... anak itu harus mati?” tanya Snape perlahan.
”Dan Voldemort sendiri yang harus melakukannya, Severus. Itu penting.”
Senyap yang panjang lagi. Kemudian Snape menyahut, “Ku kira … selama ini … kita melindungi anak itu
untuk Lily. Untuk Lily.”
“Kita melindunginya karena penting untuk mengajarinya, membesarkan dia, membiarkan dia mencoba
kekuatannya,” sahut Dumbledore, matanya masih terpejam rapat. Sementara itu, hubungan antara
Voldemort dan Harry tumbuh semakin kuat, pertumbuhan yang seperti benalu; kadang aku mengira
Harry sendiri akan mencurigainya. Kalau aku mengenalinya, ia akan mengatur hal-hal sedemikian rupa
sehingga saat ia bertemu dengan kematian, itu berarti akhir dari Voldemort yang sebenar-benarnya.”
Dumbledore membuka matanya. Snape nampak terkejut.
“Kau membiarkannya hidup agar ia bisa mati pada saat yang tepat?”
”Jangan terkejut, Severus. Berapa banyak laki-laki dan perempuan yang kau saksikan kematiannya?”
”Akhir-akhir ini hanya mereka yang tidak bisa saya selamatkan,” sahut Snape. Ia beranjak berdiri. ”Kau
memperalatku.”
”Maksudmu?”
”Aku memata-matai untukmu, berbohong untukmu, menempatkan diriku dalam bahaya kematian
untukmu. Semuanya ditujukan untuk menjaga keselamatan putra Lily. Sekarang kau mengatakan padaku,
Kau membesarkannya seperti babi siap untuk disembelih—”
”Menyentuh sekali, Severus,” sahut Dumbledore serius. ”Apakah kau sekarang sudah punya rasa peduli
pada anak itu?”
”Pada anak itu?” teriak Snape, ”Expecto patronum!”

Dari ujung tongkatnya keluar rusa betina perak, rusa itu mendarat di lantai kantor, melambung sekali
melintasi kantor dan meluncur ke luar dari jendela. Dumbloedore mengamati rusa itu melayang pergi, dan
saat cahaya keperakannya mulai lenyap, Dumbledore menoleh pada Snape, matanya basah.
“Selama ini?”
“Selalu,” sahut Snape.
Dan adegan berganti. Sekarang Harry melihat Snape sedang berbicara pada lukisan Dumbledore di
 belakang meja.
“Kau akan memberikan tanggal pasti keberangkatan Harry dari rumah paman dan bibinya pada
Voldemort,” sahut Dumbledore. “Tidak melakukannya berarti membangkitkan kecurigaan karena
Voldemort percaya kau selalu punya informasi bagus. Tapi kau harus menanamkan gagasan umpan
pengalih perhatian—yang kukira bisa menjamin keselamatan Harry. Coba memantrai Mundungus dengan
Confundus. Dan Severus, jika kau terpaksa untuk mengambil bagian dalam pengejaran, berperanlah
dengan meyakinkan ... Aku mengandalkanmu untuk tetap dalam hitungan Voldemort selama mungkin,
agar Hogwarts tidak jatuh ke tangan Carrows ...”
Sekarang Snape berhadapan dengan Mundungus di rumah minum yang tidak dikenal, wajah Mundungus
terlihat kosong, Snape mengerutkan kening berkonsentrasi.
”Kau akan mengusulkan pada Orde Phoenix,” Snape bergumam, ”bahwa mereka akan menggunakan
umpan pengalih perhatian. Ramuan Polijus. Potter kembar. Itu satu-satunya yang mungkin berhasil. Kau
akan melupakan bahwa aku yang mengusulkan itu. Kau akan mengajukannya sebagai gagasanmu sendiri.
Paham?”
”Aku paham,” gumam Mundungus, matanya tak fokus ...
Sekarang Harry terbang di sisi Snape di atas sapu di malam gelap yang bersih; dia disertai para
Death
Eater
bertudung, di depan ada Lupin dan seorang Harry yang sebenarnya adalah George ... seorang
Death Eater
maju mendahului Snape dan mengangkat tongkatnya, menunjuk langsung pada punggung
Lupin –”
”Sectumsempra!” teriak Snape.
Tapi mantra yang dimaksud pada tangan bertongkat dari
Death Eater
itu meleset dan mengenai
George—”
Selanjutnya Snape sedang berlutut di kamar lama Sirius. Air mata berlinang dari hidungnya yang bengkok
saat ia membaca surat lama dari Lily. Halaman kedua surat itu hanya berisi beberapa kata:
kok bisa sih berteman dengan Gellert Grindelwald. Kukira dia sudah gila!
Penuh cinta,
Lily
Snape mengambil halaman yang bertandatangan Lily, dan cintanya, diselipkan ke dalam jubahnya. Ia
merobek foto yang sedang dipegangnya, ia menyimpan bagian Lily sedang tertawa, dan menjatuhkan
bagian James dan Harry, jatuh di bawah lemari.
Dan sekarang Snape berdiri lagi di ruang baca Kepala Sekolah, saat Phineas Nigellus bergegas datang
dalam lukisannya.
“Kepala Sekolah! Mereka sedang berkemah di Hutan Dean. Darah Lumpur itu—”
”Jangan gunakan kata itu!”
”—baiklah, gadis Granger itu menyebut nama tempat itu saat ia membuka tasnya dan aku
mendengarnya!”
 ”Bagus. Bagus sekali!” teriak Dumbledore dari belakang kursi Kepala Sekolah. Sekarang, Severus,
pedangnya! Jangan lupa bahwa pedang itu hanya bisa diambil dalam kondisi memerlukan, dan dengan
keberanian—dan dia tidak boleh tahu kau yang memberinya! Jika Voldemort membaca pikiran Harry
dan melihat kau bergerak untuknya—“
“Aku tahu,” sahut Snape kaku. Ia mendekati lukisan Dumbledore dan menarik sisinya. Lukisan itu
mengayun maju, memperlihatkan rongga tersembunyi di belakangnya, dari situ Snape mengambil Pedang
Gryffindor.
”Dan kau masih belum akan memberitahuku mengapa sebegitu penting untuk memberi Potter sebuah
pedang?” sahut Snape sembari mengayunkan mantel bepergian di atas jubahnya.
”Kurasa tidak,” sahut lukisan Dumbledore. ”Ia tahu apa yang harus dilakukan. Dan Severus,
berhati-hatilah, mereka tidak akan berbaik hati pada kemunculanmu setelah peristiwa George
Weasley—”
Snape menuju pintu.
”Tidak usah khawatir, Dumbledore,” sahutnya dingin, ”aku punya rencana...”
Dan Snape meninggalkan ruangan. Harry bangkit, keluar dari Pensieve, sesaat kemudian ia tergeletak di
lantai berkarpet di ruangan yang sama; Snape mungkin baru saja menutup pintu.

To be continue.............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog