Minggu, 02 Oktober 2011

Harry Potter And The Deathly Hallows Bab 3


BAB 3
KELUARGA DURSLEY BERANGKAT

(The Dursley Departing)

Suara pintu depan ditutup dengan keras terdengar sampai lantai atas, kemudian sebuah teriakan
terdengar, “Hei, kau!”
Enam belas tahun selalu dipanggil dengan cara seperti itu membuat Harry yakin bahwa pamannya
sedang memanggilnya, namun dia tidak segera menjawab. Harry masih memandangi pecahan cermin itu,
untuk sesaat tadi dia mengira melihat mata Dumbledore. Namun tak berapa lama pamannya berteriak
lagi, “HEI!” yang membuat Harry bangun perlahan kemudian menuju pintu kamar tidurnya, berhenti
sejenak untuk memasukkan pecahan cerminnya ke dalam kantong yang berisi barang-barang yang akan
dibawanya.
“Lambat sekali kau ini!” bentak Vernon Dursley saat melihat Harry muncul di atas tangga, “Turun sini.
Aku mau bicara!”
Harry berjalan menuruni tangga, kedua tangannya dimasukkan dalam kantong celananya. Ketika
dia memandang sekeliling ruang tamu, dia melihat ketiga anggota keluarga Dursley ada disana semua.
Mereka terlihat berpakaian rapi seperti akan bepergian; Paman Vernon memakai jaket tuanya dan
Dudley , sepupu Harry yang gemuk dan berambut pirang, memakai jaket kulitnya.
“Ya, ada apa?” tanya Harry.
“Duduk sini!” kata Paman Vernon. Harry hanya mengangkat alisnya. “
Please!”
kata Paman Vernon
menambahkan, dia menggernyit sedikit seolah-olah kata
please
tersebut sesuatu yang tajam di
tenggorokannya.
 Harry lalu duduk. Tapi dia merasa tahu apa yang akan terjadi kemudian. Pamannya terlihat
mondar-mandir, Bibi Petunia dan Dudley hanya melihat pamanVernon dengan gelisah. Akhirnya,
pamannya terlihat berkonsentrasi kemudian berhenti tepat di depan Harry lalu berkata.
“Aku berubah pikiran,” katanya
“Oh, sangat mengejutkan,” kata Harry sinis.
“Jaga mulutmu-“ kata Bibi Petunia, tapi Vernon Dursley melambaikan tangannya pada Petunia.
“Ini semua omong kosong,“ kata PamanVernon sambil menatap Harry dengan matanya yang kecil. “Ku
putuskan aku tidak akan mempercayai kata-katamu itu. Kami akan tetap tinggal di sini dan tidak akan
pergi ke mana-mana.”
Harry memandang pamannya dengan perasaan jengkel bercampur geli. Vernon Dursley telah
berubah-ubah pikiran setiap dua puluh empat jam sekali dalam empat minggu ini, kadang kala ia
berkemas-kemas, namun kemudian membongkarnya lagi, lalu mengepak barangnya lagi ke dalam
mobilnya, begitu terus tergantung suasana hatinya. Kejadian favorit Harry adalah saat Paman Vernon
tidak menyadari bahwa Dudley telah memasukkan
dumbell
ke dalam kopernya saat di bongkar terakhir
sebelumnya, kemudian pamannya berusaha mengangkat koper itu namun koper itu terjatuh ke kakinya
disertai teriakan kesakitan.



“Jadi menurutmu,” Vernon Dursley berkata sambil melanjutkan mondar-mandirnya di ruang tamu. “kami
– Petunia, Dudley, dan aku – dalam bahaya. Bahaya dari – dari –“
“Dari beberapa ‘
teman-temanku’
tentu saja.” sahut Harry.
“Aku tidak mempercayai kata-katamu itu.” kata Paman Vernon, berhenti sebentar di hadapan Harry
lagi. “Aku sudah berpikir masak-masak tadi malam, dan aku yakin ini hanyalah taktikmu untuk
mendapatkan rumah.”
“Rumah?” kata Harry. “Rumah apa maksud paman?”
“Ya rumah ini!” teriak Paman Vernon, urat nadi di keningnya mulai berdenyut. “Harga rumah sedang
meroket di daerah ini! Kau ingin kami pergi dan kemudian kau melakukan sedikit trikmu itu, tahu-tahu
akta rumah ini sudah berganti nama menjadi milikmu dan –“
“Paman sudah gila ya?” potong Harry kesal. “Taktik untuk mendapatkan rumah ini? Paman benar-benar
bodoh atau hanya pura-pura bodoh?”
“Jangan kurang ajar kau --!” Teriak Bibi Petunia, tapiVernon kembali melambaikan tangannya ke pada
Petunia. Pamannya sepertinya tidak menyadari bahaya yang mengancam mereka.
“Paman harus ingat,” kata Harry, “Aku sudah mempunyai rumah yang diwariskan oleh bapak baptisku.
Jadi untuk apa aku menginginkan rumah ini? Karena kenangan indahnya?”
Semua membisu. Harry berpikir bahwa kata-katanya tadi membuat pamannya diam.
“Menurutmu,” kata Paman Vernon sambil melanjutkan mondar-mandirnya, “bahwa orang ini–“
“ – Voldemort,” kata Harry tidak sabar,” kita khan sudah membahasnya berkali-kali. Ini bukan omong
 kosong, ini sebuah kenyataan. Dumbledore, Kingsley dan Weasley sudah menceritakannya padamu
tahun lalu.”
Vernon Dursely terlihat marah, dan Harry yakin bahwa pamannya sedang mengingat kembali
sebuah kunjungan yang mendadak dari dua penyihir berpakaian jubah panjang pada saat Harry
menikmati liburannya. Kedatangan Kingsley Shacklebolt dan Arthur Weasley menjadi sebuah kejutan
buruk bagi keluarga Dursley. Harry yakin bahwa kedatangan kembali Arthur Weasley, yang pernah
mengobrak-abrik ruang tamu ini, tidak akan disambut gembira oleh Paman Vernon.
“Kingsley dan
Mr.
Weasley juga sudah menjelaskannya,” kata Harry. “Saat aku berusia tujuh belas
tahun, mantra pelindung yang selama ini melindungiku akan hilang, dan itu tidak hanya membahayakan
aku tapi kalian juga.
Orde
sangat yakin Voldemort mengincar kalian juga, entah akan menyiksa kalian
untuk mendapatkan informasi mengenai keberadaanku, atau dia mungkin berpikir dengan menjadikan
kalian sandera aku akan datang menolong kalian.”
Pandangan Paman Vernon dan Harry bertemu. Harry yakin bahwa mereka sedang memikirkan
hal yang sama. Kemudian Paman Vernon berjalan lagi dan Harry melanjutkan perkataannya, ”Kalian
harus pergi ke tempat persembunyian dan
Orde
hanya ingin membantu. Kalian sudah ditawari
perlindungan yang paling bagus.”
Paman Vernon tidak berkata apa-apa, hanya melanjutkan mondar-mandirnya. Di luar matahari
tergantung rendah di atas pagar jalanan. Mesin pemotong rumput tetangga sebelah berhenti lagi.
“Kupikir kalian memiliki Kementrian Sihir?” tanya Vernon Dursley tiba-tiba.
“Ya, memang ada,” kata Harry agak terkejut.
“Jadi, mengapa bukan mereka yang melindungi kami? Menurutku sebagai korban tak bersalah, hanya
karena menampung seorang yang mempunyai tanda luka di keningnya, kami seharusnya mendapatkan
perlindungan dari pemerintah.!”
Harry tertawa mendengarnya. Benar-benar tipikal pamannya untuk selalu mencari tempat bagi
idenya, bahkan di dunia yang dia tolak keberadaannya dan bahkan tidak dia percaya.
“Paman khan dengar sendiri dari
Mr.
Weasley dan Kingsley,” balas Harry.
“Kami beranggapan bahwa Kementrian sudah disusupi musuh.”
Paman Vernon berjalan ke arah perapian sambil bernafas berat dan keras sehingga wajahnya
yang berkumis tebal menjadi ungu karena berkonsentrasi.
“Baiklah,” katanya. Berhenti kembali di depan Harry. “Misalnya kami menerima tawaran perlindungan
ini, aku masih bingung mengapa kami tidak dijaga saja oleh Kingsley.”
Harry berusaha untuk tidak kesal. Pertanyaan ini sebenarnya sudah berkali-kali ditanyakan.
“Seperti yang pernah aku katakan,” kata Harry terlihat geram, “ Kingsley sedang menjaga Mug-
maksudku Perdana Menteri kalian.”
“Tepat sekali – jadi dia pasti yang terbaik!” kata Paman Vernon sambil menunjuk pada televisi yang
tidak menyala. Keluarga Dursley pernah melihat Kingsley di sebuah berita, ia terlihat sedang berjalan
 mengiringi Perdana Menteri Muggle saat sedang mengunjungi sebuah rumah sakit. Kenyataan bahwa
Kingsley berpakaian seperti halnya para muggle, belum lagi suaranya yang pelan namun berat, telah
menyebabkan keluarga Dursley  percaya kepada Kingsley lebih dari penyihir lainnya, walau tentu saja
mereka belum pernah melihat Kingsley saat memakai anting-antingnya.
“Maaf, tapi dia tidak bisa diganggu,” sahut Harry. “Tapi Hestia Jones dan Dedalus Diggle lebih dari
cukup untuk tugas ini –“
“Kalau saja aku bisa melihat CV mereka…” potong Paman Vernon, tapi Harry sudah hilang kesabaran.
Dia berdiri kemudian mendekati pamannya.
“Kecelakaan-kecelakaan yang selama ini terjadi – ledakan-ledakan dan tabrakan dan kereta api
terguling atau apapun yang terjadi di berita, bukanlah kecelakaan biasa. Orang-orang hilang bahkan
meninggal, dan dia yang mendalangi semua ini – Voldemort. Aku sudah mengatakan ini berkali-kali, dia
membunuh muggle untuk bersenang-senang. Bahkan kabut yang selalu muncul – ini disebabkan oleh para
Dementor, dan kalau paman tidak ingat seperti apa mereka silahkan tanya Dudley!”
Dudley tiba-tiba menutup mulutnya dengan tangannya. Harry dan orang tuanya
mememperhatikannya, kemudian ia menurunkan tangannya perlahan-lahan lalu bertanya, “Mereka ada
masih ada banyak lagi?”
“Masih ada?” kata Harry sambil tertawa “Mereka masih ada selain dua Dementor yang menyerang kita,
jika itu maksudmu? Tentu saja mereka berjumlah ratusan, mungkin ribuan sekarang, mereka memangsa
ketakutan dan rasa putus asa kita –“
“Baik, baik,” potong Vernon Dursley. “Aku sudah paham maksudmu –“
“Moga-moga saja,” kata Harry, “karena begitu aku berumur tujuh belas tahun, mereka semua –
Death
Eater
, Dementor, bahkan mungkin Inferi – mayat yang diberi mantra oleh penyihir hitam – akan dapat
menemukan kalian dan sudah pasti akan menyerang kalian. Dan kalian tentu masih ingat apa yang terjadi
jika kalian mencoba bersembunyi dari penyihir, aku yakin kalian setuju kalau kalian butuh bantuan.”
Ingatan akan kedatangan Hagrid saat dia mendobrak pintu kayu itu di waktu dia akan masuk
sekolah sepertinya membuat ruangan menjadi sepi. Bibi Petunia memandang kepada Paman Vernon;
Dudley memandang Harry. Akhirnya Paman Vernon berbicara, “Tapi bagaimana dengan pekerjaanku?
Bagaimana dengan sekolah Dudley? Mungkin ini tidak penting bagi sekumpulan penyihir –“
“Paman belum paham juga?” teriak Harry. “
Mereka akan menyiksa dan membunuh kalian seperti
yang mereka lakukan pada orang tuaku!”
“Ayah,” kata Dudley tiba-tiba dengan suara keras, “Ayah – aku ingin pergi mengikuti orang-orang
Order
ini.”
Harry tahu bahwa akhirnya dia memenangkan debat ini. Jika Dudley sudah ketakutan dan
menerima bantuan Order, orang tuanya pasti akan menemaninya. Tidak mungkin mereka berpisah dari
Duddykin-nya. Harry memandang jam saku yang ada di jaket.
“Mereka akan datanglima menit lagi,” kata Harry, dan saat salah satu anggota Dursley akan menjawab,
dia sudah meninggalkan ruang tamu. Kenyataan bahwa ia akan berpisah – mungkin selamanya – dengan
bibinya, pamannya dan sepupunya merupakan salah satu hal yang dapat dia terima dengan senang hati,
tapi tetap saja ada sesuatu yang aneh dan janggal. Apa yang akan saling mereka katakan di akhir enam
 belas tahun yang penuh ketidaksukaan?
Kembali di kamarnya, Harry bermain-main tanpa tujuan dengan kantongnya kemudian
menyusupkan dua buah kacang ke sangkar Hedwig. Kacang itu langsung jatuh di dasar sangkar karena
Hedwig membiarkannya.
“Sebentar lagi kita pergi,” Harry berkata pada burung itu. “Setelah itu kau bisa bebas terbang lagi.”
Terdengar suara bel pintu berbunyi. Harry bergegas keluar dari kamarnya dan menuju ke lantai
bawah. Harry sudah pasti tidak berharap bahwa Hestia dan Dedalus akan bertemu dengan keluarga
Dursley sendirian.
“Harry Potter!” kata sebuah suara penuh kegirangan saat Harry membuka pintu, seorang pria pendek
bertopi membungkuk padanya. “Sebuah kehormatan tentu saja!”
“Terima kasih Dedalus,” kata Harry tersipu malu sambil tersenyum kepada Hestia yang berambut gelap.
“Kalian sangat baik mau melakukan ini… Mereka di sebelah sini, bibiku, pamanku dan sepupuku…”
“Apa kabar keluarga Harry Potter!” kata Dedalus dengan riang sambil berjalan menuju ruang tamu.
Keluarga Dursley tidak senang dipanggil seperti itu; bahkan Harry berpikir mungkin mereka akan
berubah pikiran lagi. Dudley merapat ke ibunya saat dua penyihir itu masuk.
“Sudah bersiap-siap rupanya, bagus sekali! Rencana kita, seperti yang pernah Harry katakan, sangat
sederhana,” kata Dedalus sambil mengambil jam sakunya yang besar kemudian mengamatinya. “Kita
akan segera pergi sebelum kepergian Harry. Karena menggunakan kekuatan sihir agak berbahaya di
rumah ini – Harry masih di bawah umur jadi jangan sampai kita memberi alasan bagi Kementrian untuk
menahan Harry – kita akan memakai mobil, kira-kira sepuluh mil dari sini sebelum kita
Disapparate
menuju tempat aman yang telah kami sediakan untuk kalian. Anda tahu bagaimana cara mengendarai
mobil khan?” tanya Dedalus dengan sopan kepada PamanVernon .
“Bagaiman cara --? Tentu saja aku tahu betul bagaimana mengendarai mobil!” serobot Paman Vernon.
“Anda pintar sekali tuan, sangat pintar. Aku sendiri pasti akan kebingungan dengan berbagai tombol dan
tuas yang ada di mobil,” kata Dedalus memuji. Paman Vernon langsung kehilangan kepercayaan pada
segala rencana yang dikatakan oleh Dedalus.
“Tidak bisa mengemudi, huh.” omel PamanVernon  sambil mengelus kumisnya, untungnya baik Dedalus
maupun Hestia tidak mendengarnya.
“Kamu, Harry,” sambung Dedalus, “tunggu di sini sampai pengawalmu datang.Ada sedikit perubahan
dalam rencana –“
“Apa maksudmu?” tanya Harry. “Kupikir Mad-Eye yang akan menjemputku dan membawaku ber-
Apparate
bersamanya?”
“Sayangnya tidak bisa dilakukan seperti itu,” jawab Hestia ringkas, “Mad-Eye akan menjelaskannya
nanti.”
Keluarga Dursley yang dari tadi memperhatikan dengan raut muka kebingungan tiba-tiba
melonjak kaget saat terdengar sebuah suara berteriak,

“Ayo cepat!”



Harry menoleh ke sekeliling
ruangan sebelum akhirnya menyadari bahwa teriakan tersebut berasal dari jam saku Dedalus.
 “Baiklah kalau begitu, kita harus segera berangkat karena waktu kita sangat terbatas,” kata Dedalus
sambil mengangguk ke arah jamnya dan memasukkannya kembali ke sakunya. “Kami akan mencoba
menyamakan waktu saat keberangkatanmu nanti dengan Disapparate-nya keluargamu Harry, sehingga
begitu mantra pelindungnya hilang kalian sudah berada di tempat yang aman.” Dedalus kemudian
menoleh ke arah Keluarga Dursley, “Baiklah, sudah siap berangkat?”
Keluarga Dursley tak ada satu pun yang menjawab, Paman Vernon masih memandang terkejut
ke arah kantong Dedalus yang berisi jam saku.
“Mungkin sebaiknya kita menunggu di luar, Dedalus,” bisik Hestia. Dia merasa sebaiknya meninggalkan
ruangan saat Harry dan keluarganya berpamitan dengan penuh kasih sayang bahkan bertangisan.
“Ah, tidak Perlu,” potong Harry, dan Paman Vernon bahkan membuatnya tambah jelas dengan berkata
keras,
“Baiklah, kalau begitu selamat tinggal nak.”
Dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Harry, tapi kemudian sepertinya dia
tidak bisa melakukannya sehingga tangannya mengepal lagi dan menariknya kemudian mengulurkannya
kembali seperti sebuah
metronome
(alat pengukur irama)
“Siap, Duddy?” tanya Petunia, sambil mengecek jepitan tasnya supaya menghindar dari pandangan
dengan Harry.
Dudley tidak menjawab, dia hanya berdiri terdiam dengan mulut sedikit terbuka, mengingatkan
Harry akan raksasa ‘kecil’ Grawp.
“Ayo berangkat kalau begitu,” kata Paman Vernon.
Dia sudah mencapai pintu ruang tamu saat Dudley berkata lirih, “Aku tidak mengerti.”
“Apa yang tidak kau mengerti,
popkin
?” tanya Petunia sambil memandang anaknya.
Dudley mengangkat tangannya yang besar dan menunjuk ke arah Harry.
“Kenapa dia tidak ikut dengan kita?”
Paman Vernon dan Bibi Petunia terdiam terpaku memandang ke Dudley, seolah-olah Dudley
baru saja mengatakan bahwa ia ingin menjadi penari ballerina.
“Apa?” kata Paman Vernon keras.
“Kenapa dia tidak pergi juga?” tanya Dudley.
“Eh, karena dia – tidak mau ikut,” kata PamanVernon sambil menengok ke arah Harry dan
menambahkan, “Kau tidak mau ikut, khan?”
“Tentu saja tidak,” kata Harry.
“Tuh khan, dengar sendiri.” Paman Vernon memberitahu Dudley. “Sekarang mari kita berangkat.”
 Paman Vernon berjalan keluar ruangan. Terdengar suara pintu depan terbuka, tapi Dudley tidak
bergerak dan setelah beberapa langkah Bibi Petunia berhenti.
“Apalagi sekarang?” Teriak Paman Vernon yang muncul kembali dari pintu.
Sepertinya Dudley berusaha keras untuk menyusun kata-kata. Setelah beberapa saat dalam
kegelisahannya dia berkata, “Tapi kemana dia akan pergi?”
Bibi Petunia dan Paman Vernon saling memandang. Mereka jelas sekali sangat ketakutan akan
tingkah Dudley. Hestia Jones kemudian memecahkan kebisuan.
“Tapi… tentu kalian tahu kemana keponakan kalian ini akan pergi, khan?” tanyanya dengan penuh
kebingungan.
“Tentu saja kami tahu,” kata Vernon Dursley. “Dia akan pergi dengan
jenis
-nya khan? Iya khan Dudley,
ayo masuk ke dalam mobil, kau dengar sendiri khan, kita sedang terburu-buru.”
Kembali Vernon Dursley berjalan ke luar, tapi Dudley tetap tidak mengikuti.
“Pergi bersama
jenis kami
?”
Hestia terlihat marah. Harry tentu saja sudah menduganya, banyak penyihir yang sangat terkejut
saat tahu bahwa keluarganya tidak menaruh perhatian pada Harry Potter yang terkenal.
”Ah, tidak apa-apa,” kata Harry meyakinkan Hestia. “Tidak masalah kok.”
“Tidak masalah?” tanya Hestia dengan nada yang meninggi.
“Apa mereka tidak tahu apa yang telah kau lalui? Bahaya yang mengancam jiwamu? Posisimu yang
sangat penting dalam pergerakan melawan Voldemort?”
“Eee, sebenarnya mereka tidak tahu sama sekali,” kata Harry. “Menurut mereka aku hanyalah anak tak
berguna, tapi sebenarnya aku sudah terbi – “
“Aku tidak menganggapmu tak berguna.”
Jika Harry tidak melihat sendiri mulut Dudley yang bergerak, dia mungkin tak akan mempercayai
pendengarannya. Dia memandang ke arah Dudley beberapa saat sebelum akhirnya menyadari bahwa
sepupunya memang mengucapkan kata-kata itu ; kemudian terlihat wajah Dudley menjadi merah. Harry
sendiri merasa sedikit malu bercampur terpesona.
“Eee, terima kasih Dudley.”
Terlihat Dudley seperti sedang berusaha mengatakan sesuatu lagi, sebelum akhirnya dia berkata lirih
“Kau menyelamatkanku,”
“Biasa aja,” kata Harry. “Dementor itu akan mengambil jiwamu …”
Harry memandang Dudley dengan penuh tanda tanya. Selama musim panas ini mereka hampir
sama sekali tidak melakukan kontak, begitu Harry tiba diPrivet Drive ia hampir selalu tinggal di dalam
 kamarnya. Harry tiba-tiba menyadari bahwa secangkir teh yang dia tabrak tadi pagi mungkin sama sekali
bukan jebakan. Meskipun Harry merasa tersentuh, namun ekspresi Dudley yang menunjukan bahwa dia
sudah kehabisan ‘kemampuan’ untuk mengeluarkan perasaannya membuat Harry bernapas lega. Setelah
membuka mulutnya sesekali, Dudley akhirnya terdiam dengan muka merah.
Bibi Petunia menangis terharu. Hestia Jones menunjukan wajah senyum namun segera berubah
menjadi marah begitu melihat Bibi Petunia berlari dan merangkul Dudley bukannya merangkul Harry.
“Kau memang anak yang manis, Dudders..” kata Petunia terisak di dada Dudley. “Benar-benar anak
yang baik… kau berterima kasih padanya…”
“Tapi dia tidak mengucapkan kata-kata terima kasih sama sekali!” Kata Hestia marah. “Dia hanya
menganggap Harry bukanlah anak tak berguna!”
“Memang betul sih, tapi jika itu yang mengucapkan Dudley sama saja dia berkata
Aku sayang kamu
,”
kata Harry yang merasa aneh sekaligus geli melihat tingkah Bibi Petunia yang membanggakan Dudley
seolah-olah dia baru saja menyelamatkan Harry dari sebuah kebakaran gedung.
“Kita jadi pergi atau tidak?” teriak Paman Vernon yang muncul kembali ke ruang tamu. “Bukankah
waktu kita sangat  terbatas!”
“Ya – ya tentu saja,” kata Dedalus Diggle yang memperhatikan semua kejadian itu dengan raut muka
terpesona dan kemudian dia mulai tersadar kembali. “Ayo kita harus segera berangkat. Eh, Harry –“
katanya sambil berjalan ke arah Harry dan menyalami Harry dengan kedua tangannya.
“ –
good luck.
Semoga kita berjumpa lagi. Harapan dunia ada di pundakmu.”
“Oh,” kata Harry, “ Ya tentu saja.
Thanks.
“Selamat tinggal, Harry,” kata Hestia juga sambil menyalaminya. “Doa kami bersamamu.”
“Semoga semuanya baik-baik saja,” kata Harry sambil melihat ke arah Bibi Petunia dan Dudley.
“Aku yakin kita semua akan berkumpul lagi,” kata Diggle lirih sambil melambaikan topinya ke luar
ruangan. Hestia mengikutinya.
Dudley kemudian melepaskan diri dari pelukan ibunya dan berjalan ke arah Harry yang dengan
susah payah menahan diri untuk tidak menakut-nakuti Dudley dengan sihirnya. Tapi kemudian Dudley
mengulurkan tangan besarnya yang berwarna pink.
“Yang benar nih Dudley,” Kata Harry di antara isak tangis Bibi Petunia, “apa Dementor meniupkan
kepribadian lain padamu?”
“Mungkin saja,” kata Dudley lirih, “Sampai ketemu lagi Harry.”
“Ya…” kata Harry sambil menjabat tangan Dudley. “Mungkin saja. Jaga dirimu
Big D
.”
Dudley tersenyum kecil, kemudian berjalan menuju ke luar. Langkah kaki Dudley di halaman
depan terdengar berat, kemudian terdengar suara pintu mobil ditutup.
Bibi Petunia, yang wajahnya tengah tenggelam di dalam sapu tangan, melihat ke sekeliling. Dia
 sebenarnya tidak berharap tertinggal berdua dengan Harry. Sambil tergesa-gesa memasukan sapu
tangannya yang basah ke dalam saku bajunya, dia berkata “Baiklah – selamat tinggal kalau begitu”
kemudian dia berjalan ke pintu tanpa menoleh pada Harry.
“Selamat tinggal” sahut Harry.
Petunia berhenti dan menoleh ke belakang. Untuk sesaat Harry merasa bibinya ingin mengatakan
sesuatu padanya; Bibinya melihatnya dengan pandangan aneh, sedikit bergetar, dan hampir mengatakan
sesuatu, namun kemudian, sambil mengangguk sedikit, dia bergegas keluar ruangan menyusul suami dan
anaknya.


To be continue...............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog