Minggu, 02 Oktober 2011

Harry Potter And The Deathly Hallows Bab 5 Part 2

BAB 5
PEJUANG GUGUR
Part 2
Voldemort tahu kau dipindahkan malam ini dan orang yang membocorkannya pastilah terkait langsung
dengan rencana kita. Kau mungkin saja bukan dirimu.”
“Jadi kenapa kau tidak menanyaiku juga?” kata Hagrid yang masih mencoba masuk ke pintu itu.
“Kau setengah raksasa,” kata Lupin sambil memandang ke arah Hagrid. “Ramuan
Polyjuice
hanya
digunakan untuk manusia.”
“Tak ada seorang pun dari
Order
yang memberitahu Voldemort bahwa kita bergerak malam ini,” kata
Harry. Tuduhan itu sangat menakutkan buat Harry, namun Harry tak percaya ini dilakukan oleh salah
satu dari anggota
Order
. “Voldemort mengejarku hanya pada saat-saat terakhir, dia tidak tahu aku yang
asli pada awalnya. Jika memang dia tahu rencana kita, maka dia pasti tahu dari awal bahwa aku bersama
Hagrid.”


“Bagaimana keadaannya?”
 Mrs.
Weasley menengok ke sekeliling dan berkata, “Aku tak dapat membuat telinganya tumbuh
kembali, karena telinga itu telah terkena Sihir Hitam. Tapi bisa saja menjadi lebih buruk….. Paling tidak
dia masih selamat.”
“Yeah,” kata Harry. “Syukurlah.”
“Apa ada orang lain di kebun belakang?” tanya Ginny.
“Hermione dan Kingsley,” kata Harry.
“Syukurlah,” kata Ginny lirih. Mereka saling memandang; Harry ingin sekali memeluknya, memegangnya;
Harry bahkan tidak begitu memperhatikan bahwa
Mrs.
Weasley ada disana , tapi sebelum dia melakukan
sesuatu, terdengar suara tabrakan dari dapur.
“Aku akan membuktikan diriku, Kingsley, setelah aku melihat anakku, sekarang mundur jika ingin
selamat!”
Harry belum pernah mendengar 
Mr.
Weasley berteriak seperti itu. Dia muncul di ruang tamu,
kepalanya yang agak botak berkilauan karena keringat, kacamatanya miring, Fred mengikuti di
belakangnya, keduanya terlihat pucat namun tak ada luka.
“Arthur!” isak
Mrs.
Weasley. “Oh, syukurlah!”
“Bagaimana keadaannya?”
Mr.
Weasley berlutut di samping George. Untuk pertama kalinya Harry melihat Fred seperti
kehilangan kata-kata. Mulutnya menganga di belakang sofa saat melihat luka kembarannya itu seperti tak
percaya akan apa yang dilihatnya.
Mungkin karena suara Fred dan ayahnya, George terbangun dan bergerak.
“Bagaimana perasaanmu, Georgie?”bisik
Mrs.
Weasley.
Jari-jari George meraba-raba di samping kepalanya.
“Seperti seorang
Saint
(Orang Suci),” katanya bergumam.
“Apa yang terjadi padanya?” kata Fred terlihat sangat cemas. “Apa otaknya juga terpengaruh?”
“Seperti
Saint
,” ulang George sambil membuka matanya dan melihat ke kembarannya. “Kau tahu….
Aku
holy
(suci).
Holey
(berlubang), Fred, paham khan?’
Mrs.
Weasley semakin terisak. Wajah pucat Fred mulai berwarna.
“Kau ini menyedihkan,” Fred berkata kepada George. “Menyedihkan! Dengan banyaknya leluconmu
yang berhubungan dengan telinga, kau memilih
holey
?’
“Ah,
well
,” kata George, tersenyum kepada ibunya yang sedang menangis. “
Mum
, kau paling tidak bisa
membedakan kami sekarang.”
 George memandang ke sekeliling.
“Hai, Harry – kamu Harry, khan?”
“Ya, ini aku,” kata Harry sambil mendekat ke sofa.
“Paling tidak kita berhasil membawamu dengan selamat,” kata George. “Mengapa Ron dan Bill tidak
ikut berdesak-desakan di sekitarku?”
“Mereka belum kembali, George,” kata
Mrs.
Weasley. Senyum George langsung hilang. Harry
memandang ke arah Ginny dan memberi tanda padanya untuk menemaninya di belakang. Saat mereka
melewati dapur Ginny berbisik, “Ron dan Tonks seharusnya sudah kembali sekarang. Jalan mereka tidak
jauh; rumah Bibi Muriel tidak terlalu jauh dari sini.”
Harry tidak berkata apa-apa. Dia telah berusaha membuang rasa takutnya sejak berada di
Burrow
, namun rasa takut itu sekarang menyelimutinya, seperti merambat di kulitnya, mendesak
dadanya, menyumbat tenggorokannya. Saat mereka berjalan melewati tangga menuju ke halaman
belakang yang gelap, Ginny memegang tangan Harry.
Kingsley terlihat sedang berjalan mondar-mandir, memandang ke angkasa setiap dia berputar.
Harry menjadi teringat akan Paman Vernon yang sedang mondar-mandir di ruang tamu “berjuta” tahun
yang lalu. Hagrid, Hermione, dan Lupin berdiri berjajar, memandang ke depan dalam kebisuan. Tak
seorang pun dari mereka menoleh saat Harry dan Ginny bergabung bersama mereka dalam kebisuan.
Menit-menit berlalu bagaikan bertahun-tahun. Suara angin kadang membuat mereka terlonjak
dan melihat ke arah semak atau pohon yang berdesir, berharap bahwa salah satu anggota
Order
mungkin
muncul dari dedaunan-
Dan kemudian sebuah sapu muncul tepat di atas mereka dan meluncur lurus ke tanah –
“Itu mereka!” teriak Hermione.
Tonks mendarat tergelincir, membuat tanah dan kerikil betebaran.
“Remus!” teriak Tonks saat dia turun dari sapu itu menuju pelukan Lupin. Wajah Lupin terlihat terkejut
dan pucat; Dia sepertinya tak dapat berbicara, Ron berjalan sempoyongan ke arah Harry dan Hermione.
“Kau baik-baik saja,” katanya lirih, sebelum Hermione berlari ke arahnya dan memeluknya erat.
“Kupikir – kupikir –“
“Aku baik-baik saja,” kata Ron, sambil mengelus punggung Hermione. “Aku selamat.”
“Ron hebat,” kata Tonks sambil melepas pelukannya dari Lupin. “Sangat hebat. Dia menjatuhkan satu
Death Eater,
tepat di kepalanya, padahal dia membidik sasaran yang bergerak di atas sapu terbang –“
“Kau melakukannya?” kata Hermione sambil memandang Ron dengan tangan masih merangkul lehernya.
“Selalu saja tidak percaya,” katanya sedikit jengkel, sambil melepas pelukan Hermione. “Apa kami yang
terakhir kembali?”
 “Bukan,” kata Ginny, “kita sedang menunggu Bill dan Fleur dan Mad-Eye dan Mundungus. Aku akan
memberitahu
Mum
dan
Dad
bahwa kau baik-baik saja, Ron –‘
Ginny berlari masuk kembali.
“Jadi apa yang membuat lama? Apa yang terjadi?” Lupin terdengar hampir marah kepada Tonks.
“Bellatrix,” kata Tonks. “Dia memburuku sama seperti dia menginginkan Harry, Remus, Dia
benar-benar berusaha membunuhku. Aku sangat berharap dapat mengenainya, lain kali tak akan
kubiarkan. Tapi kami sempat melukai Rodolphus… Kemudian kami sampai di rumah Bibinya Ron, Bibi
Muriel, dan kami ternyata tertinggal Portkey kami dan Bibi Muriel merecoki kami –“
Mulut Lupin seperti akan berbicara. Dia mengangguk, namun tak dapat berkata apa-apa lagi.
“Jadi apa yang terjadi dengan kalian?” tanya Tonks sambil melihat ke Harry, Hermione, dan Kingsley.
Mereka lalu saling bertukar cerita mengenai perjalanan mereka, tapi ketidak-hadiran Bill, Fleur,
Mad-Eye, dan Mundungus menyelimuti mereka seperti embun beku dingin yang semakin lama semakin
susah untuk diacuhkan.
“Aku harus kembali ke
Downing Street
(Tempat tinggal Perdana Menteri Inggris), seharusnya satu jam
yang lalu aku sudah ada disana ,” kata Kingsley setelah menatap langit untuk terakhir kali. “Kabari aku
jika mereka telah kembali.”
Lupin mengangguk. Sambil melambaikan tangannya, Kingsley berjalan menuju ke gerbang yang
gelap. Harry mendengar sebuah suara
pop
yang kecil saat Kingsley ber-
Disapparate
di luar batas
perlindungan
Burrow
.
Mr.
dan
Mrs.
Weasley berlari menuruni tangga pintu belakang, Ginny di belakang mereka. Kedua
orang tua itu memeluk Ron sebelum menengok ke arah Lupin dan Tonks.
“Terima kasih,” kata
Mrs.
Weasley, “telah menjaga anak kami.’
“Ah, sudahlah, Molly,” kata Tonks.
“Bagaimana George?” tanya Lupin.
“Memangnya dia kenapa?” tanya Ron dengan nada cemas.
“Dia kehilangan –“
Kalimat Mrs. Weasley tak terselesaikan saat terdengar suara tangisan. Seekor Thestral muncul dan
mendarat beberapa meter dari mereka. Bill dan Fleur turun, agak kacau tapi tidak terluka. Mrs. Weasley
berlari mendekati mereka tapi Bill tidak membalas pelukan ibunya. Ia menatap lurus-lurus ke mata
ayahnya dan berkata,
“Mad-Eye meninggal.”
Tak seorang pun berbicara. Tak seorang pun bergerak. Harry merasa sesuatu dari dirinya sedang jatuh,
jatuh dalam ke bumi, meninggalkan dirinya untuk selamanya.
“Kami melihatnya,” kata Bill.
 Fleur mengangguk, air matanya berkilauan tertimpa cahaya lampu dari dapur. “Terjadi begitu saja.
Mad-Eye dan Dung ada di sebelah kami, mereka juga mengarah ke utara. Voldemort – dia bisa terbang
– dia langsung mengejar mereka. Dung panik, aku mendengarnya berteriak-teriak, Mad-Eye mencoba
menyuruhnya diam, tapi dia tetap ber-Disapparate. Kutukan Voldemort tepat mengenai wajah Mad-Eye,
dia terjatuh dari sapunya dan kami tidak bisa menolongnya. Kami sendiri dikejar enam
Death Eater
…”
Bill berhenti berbicara.
“Jelas kalian tidak bisa menolongnya,” kata Lupin.
Mereka berdiri sambil memandang satu sama lain. Harry tidak paham. Mad-Eye meninggal. Tidak
mungkin.  Mad-Eye yang begitu tangguh, begitu berani, yang selalu bisa bertahan hidup. Semuanya
mengerti, tanpa seorang pun yang mengatakannya, tak ada gunanya lagi menunggu di halaman belakang.
Dalam diam, mereka mengikuti Mr. dan Mrs. Weasley masuk ke the Burrow, langsung ke ruang duduk,
disana Fred dan George sedang bercanda.
“Ada apa?” tanya Fred memerhatikan wajah mereka yang baru masuk.
“Apa yang terjadi? Siapa yang…”
“Mad-eye,” kata Mr. Weasley,
“meninggal.” Senyum di wajah si kembar hilang berganti dengan rupa terkejut.
Sepertinya tak seorang pun tahu apa yang harus mereka lakukan. Tonks menangis dalam diam di balik
saputangannya. Harry tahu, Tonks dekat dengan Mad-Eye, ia murid kesayangan Mad-Eye di
Kementrian Sihir. Hagrid yang duduk di lantai di pojok ruangan dan menghabiskan paling banyak tempat,
sedang mengusap matanya dengan saputangan seukuran taplak. Bill berjalan menuju lemari dan
mengeluarkan gelas dan sebotol Firewhisky.
“Ini,” katanya, dan dengan ayunan tongkatnya tiga belas gelas yang telah terisi yang terbang mendekati
tiap orang yang ada di ruangan.
“Untuk Mad-Eye.”
“Mad-Eye,” kata semua orang dan meminumnya.
“Mad-Eye,” kata Hagrid, terlambat, terdengar isakkannya.
Firewhisky membasahi tenggorokan Harry. Membuatnya terasa terbakar, rasa kebas dan
ketidakpercayaannya menghilang, memberinya semangat keberanian.
“Jadi Mundungus menghilang?” kata Lupin yang langsung mengosongkan gelasnya sekali teguk.
Keadaan langsung berubah. Tiap orang tampak waspada, melihat Lupin, menunggu ia melanjutkan.
Tiba-tiba Harry takut akan apa yang akan didengarnya.
“Aku tahu apa yang kaupikirkan,” kata Bill,
“Aku juga memikirkan hal yang sama sepanjang perjalanan kemari, karena sepertinya
Death Eater
sedang menunggui kita, kan? Tapi Mundungus tidak mungkin mengkhianati kita.
Death Eater
tidak tahu
akan ada tujuh orang Harry, mereka tampak kebingungan saat kita baru saja berangkat. Dan hanya
untuk mengingatkan, adalah Mundungus yang mengajukan ide gila ini. Kalau dia membocorkannya,
 mengapa dia tidak langsung menceritakan keseluruhan rencana? Kurasa Dung panik, hanya itu. Dia tidak
ingin jadi yang pertama diserang, tapi Mad-Eye membawanya, dan Kau-Tahu-Siapa langsung menyerang
mereka. Itu sudah cukup membuat seseorang menjadi panik.”
“Kau-Tahu-Siapa bereaksi seperti perkiraan Mad-Eye,” isak Tonks.
“Mad-Eye bilang bahwa Kau-Tahu-Siapa akan mengira bahwa Harry yang asli akan dijaga oleh Auror
yang paling berpengalaman. Dia langsung mengejar Mad-Eye, tapi begitu Mundungus menghilang, dia
langsung mengincar Kingsley.”
“Benar,” potong Fleur, “tapi itu tidak menjelaskan bagaimana mereka tahu kita akan memindahkan ‘Arry
malam ini, kan? Seseorang telah sembrono. Seseorang telah memberitahukan tanggal pemindahan pada
orang luar. ‘Anya itu penjelasan yang ada, bagaimana mereka tahu tanggal peminda’an tapi tidak tahu
keseluru’an rencana.”
Fleur memandang ke penjuru ruangan, terlihat sisa air mata membekas di wajahnya yang cantik, ia
menantang bila ada yang tak sependapat. Tak seorang pun. Suara yang terdengar hanya isakkan Hagrid.
Harry melihat Hagrid, yang sudah membahayakan diri untuk menyelamatkan Harry. Hagrid yang ia
sayang, yang ia percaya, yang dengan mudah ditipu dan telah menukarkan informasi penting pada
Voldemort dengan sebutir telur naga…
“Tidak,” kata Harry keras, dan semuanya menoleh padanya, terkejut. Sepertinya Firewhisky telah
memperbesar suaranya.
“Maksudku… bila seseorang melakukan kesalahan,” lanjut Harry, “dan tanpa sengaja
memberitahukannya pada orang lain, aku tahu mereka tidak bermaksud seperti itu. Itu bukan kesalahan
mereka,” ulang Harry, sudah dengan suaranya yang biasa. “Kita harus percaya satu sama lain. Aku
percaya pada kalian semua. Aku yakin tak seorang pun di ruangan ini yang akan menyerahkanku pada
Voldemort.”
Tak ada yang menjawab. Semua tetap melihat Harry. Harry merasa panas, ia meminum Firewhiskynya
sedikit. Lalu ia teringat Mad-Eye. Mad-Eye yang selalu mengomentari kebiasaan Dumbledore yang
selalu percaya pada orang lain.
“Bagus sekali, Harry,” kata Fred.
“Ya, benar-benar bagus,” imbuh George sambil menatap Fred.
Lupin menatap Harry dengan sebuah ekspresi aneh. Menatapnya penuh rasa kasihan, atau sayang.
“Kau pikir aku idiot,” tantang Harry.
“Tidak. Kupikir kau seperti James, yang menganggap bahwa mengkhianati teman adalah aib paling
memalukan.”
Harry tahu ke mana arahnya. Ayahnya pernah dikhianati oleh temannya sendiri, Peter Pettigrew. Entah
mengapa tiba-tiba Harry merasa marah. Tapi Lupin sudah menoleh, meletakkan gelasnya, dan berbicara
pada Bill,
“Ada sesuatu yang harus aku lakukan. Aku bisa meminta Kingsley, kalau kau…”
“Tidak,” kata Bill, “akan ku lakukan.”
 “Mau ke mana?” kata Tonks dan Fleur bersamaan.
“Mayat Mad-Eye,” kata Lupin, “kami harus mengambilnya.”
“Tidak bisakah kalian…” Mrs. Weasley memohon pada Bill.
“Menunggu?” kata Bill. “Tidak, kecuali bila kau ingin
Death Eater
menemukannya lebih dulu.”
Semuanya diam. Tiap orang berdiri saat Lupin dan Bill berpamitan. Setiap orang kembali duduk di kursi
masing-masing kecuali Harry, yang tetap berdiri.
“Aku harus pergi,” kata Harry.
Sepuluh pasang mata memandanginya.
“Jangan bodoh, Harry,” kata Mrs. Weasley. “Apa yang kau bicarakan?”
“Aku tidak bisa tinggal di sini.”
Harry menggosok dahinya. Bekas lukanya terasa menusuk lagi. Rasanya tak pernah sesakit ini dalam
setahun terakhir.
“Kalian dalam bahaya bila aku tetap tinggal di sini. Aku tidak ingin…”
“Jangan bersikap bodoh, kalau begitu!” kata Mrs. Weasley. “Tujuan utama seluruh rencana malam ini
adalah untuk membawamu ke sini dalam keadaan hidup. Dan untung saja berhasil. Bahkan Fleur sudah
setuju untuk menikah di sini daripada di Perancis. Semua sudah diatur agar semua orang bisa berkumpul
di sini dan menjagamu.”
Mrs. Weasley tidak mengerti. Ia bahkan membuat Harry merasa lebih buruk. Bukan lebih baik.
“Bila Voldemort tahu aku ada di sini…”
“Mengapa dia harus tahu?” tanya Mrs. Weasley.
“Kau mungkin saja di salah satu dari selusin rumah perlindungan lain, Harry,” kata tuan Weasley.
“Kau-Tahu-Siapa tidak akan tahu di mana kau akan berada.”
“Bukan itu yang aku khawatirkan!” kata Harry.
“Kami tahu,” kata Mr. Weasley tenang, “tapi seluruh usaha kami malam ini jadi sia-sia bila kau pergi.”
“Kau tidak akan pergi ke mana-mana,” geram Hagrid. “Ya ampun, Harry, setelah semua hal yang kita
lalui malam ini.”
“Yah, bagaimana dengan telingaku?” kata George sambil menaikkan tubuhnya di atas bantal.
“Aku tahu, tapi…”
“Mad-Eye tidak akan…”
 “AKU TAHU!” teriak Harry.
Ia merasa semua bersekongkol untuk melawannya. Mereka pikir Harry tidak tahu apa yang telah
mereka lakukan untuknya. Apa mereka tidak mengerti justru karena itulah Harry ingin pergi, sebelum
mereka lebih menderita demi Harry? Ada kecanggungan panjang di antara mereka. Bekas luka Harry
semakin menusuk dan menyakitinya. Kesunyian itu akhirnya dipecah oleh Mrs. Weasley.
“Di mana Hedwig, Harry?” bujuknya, “kita bisa membawanya bersama Pigwidgeon dan memberinya
makan.”
Rasanya isi perutnya mengepal menjadi satu. Ia tidak bisa menceritakannya. Ia menghabiskan
Firewhiskynya menghindar dari menjawab pertanyaan.
“Tunggu hingga hal itu muncul lagi, Harry,” kata Hagrid. “Lakukan lagi nanti saat kau berhadapan
dengan Kau-Tahu-Siapa!”
“Itu bukan aku!” kata Harry. “Itu tongkatku. Tongkatku melakukannya sendiri.”
Setelah beberapa saat, Hermione berkata lembut, “Tapi itu tidak mungkin, Harry. Mungkin maksudmu,
kau melakukan sihir tanpa kau bermaksud begitu, kau bereaksi sesuai nalurimu.”
“Bukan,” kata Harry, “saat itu sepeda motornya sedang jatuh, dan aku tidak tahu Voldemort ada di
mana, tapi tongkatku bergerak sendiri dan menembakkan mantra yang bahkan aku tidak kenal. Aku
tidak pernah membuat pancaran api keemasan sebelumnya.”
“Terkadang,” kata tuan Weasley, “saat kau berada dalam keadaan terpojok, kau dapat menciptakan
sihir yang bahkan tidak bisa kau bayangkan. Biasanya hal itu terjadi pada anak-anak, bahkan sebelum
mereka…”
“Bukan itu,” geram Harry dengan giginya terkatup.
Bekas lukanya terasa terbakar. Ia merasa marah dan tertekan. Dia benci akan gagasan bahwa ia
memiliki kekuatan yang dapat menandingi Voldemort. Tak ada yang berbicara. Harry tahu tidak ada
yang percaya padanya. Sekarang ia memikirkannya, ia tidak pernah mendengar bahwa tongkat bisa
menghasilkan sihir sendiri. Bekas lukanya benar-benar menyakitkan. Dia berusaha keras agar tidak
mengerang keras-keras. Sambill bergumam tentang udara segar, Harry meletakkan gelasnya dan
meninggalkan ruangan. Saat ia berjalan di halaman gelap, Thestral yang besar melihatnya, mengepakkan
sayapnya yang seperti sayap kelelawar, kemudian melanjutkan merumput. Harry berhenti di dekat pagar,
melihat ke arah tanaman yang tumbuh liar. Ia menggosok dahinya yang kesakitan. Ia sedang memikirkan
Dumbledore.
Dumbledore pasti akan memercayainya, ia tahu itu. Dumbledore tentu tahu bagaimana dan mengapa
tongkatnya bereaksi sendiri, karena Dumbledore selalu tahu jawabannya. Dumbledore juga tahu tentang
tongkatnya, bagaimana ia menjelaskan tentang hubungan antara tongkatnya dan tongkat Voldemort. Tapi
Dumbledore, seperti Mad-Eye, Sirius, orang tuanya, dan burung hantunya yang malang, telah pergi
sehingga Harry tidak bisa berbicara padanya lagi. Ia merasa tenggorokannya terbakar dan itu tidak ada
hubungannya dengan Firewhisky. Lalu, rasa sakit di bekas lukanya memuncak. Saat ia memegangi
dahinya dan menutup matanya, ia mendengar suara teriakan di dalam kepalanya.
“Kau bilang masalahnya akan selesai bila aku menggunakan tongkat yang berbeda!”
Lalu dalam pikirannya ia melihat sebuah gambaran tentang seorang pria tua kurus berbaring di atas kain
 kumal di lantai batu. Ia berteriak ketakutan. Berteriak karena rasa sakit yang luar biasa.
“Jangan! Jangan! Aku mohon, aku mohon…”
“Kau berbohong pada Lord Voldemort, Ollivander!”
“Tidak… aku tidak…”
“Sepertinya kau ingin membantu Potter, membantunya melarikan diri!”
“Sumpah, aku tidak… setahuku dengan tongkat yang berbeda…”
“Jelaskan yang terjadi, kalau begitu. Tongkat Lucius hancur begitu saja!”
“Aku tidak tahu… hubungan itu… hanya terjadi… antara kedua tongkat…”
“Pembohong!”
“Tolong… aku mohon…”
Lalu Harry melihat sebuah tangan putih mengangkat tongkat dan merasakan kemarahan Voldemort yang
luar biasa. Lalu ia melihat pria tua yang lemah itu menggeliat-geliat menahan sakit…
“Harry?”
Semua berhenti secepat saat tiba. Harry berdiri gemetar dalam gelap. Tangannya mencengkeram pagar.
Jantungnya berdetak kencang. Bekas lukanya masih terasa nyeri. Butuh beberapa saat sebelum ia
menyadari bahwa Ron dan Hermione ada di sampingnya.
“Harry, masuklah ke dalam rumah,” bisik Hermione.
“Kau sudah tidak berpikir untuk pergi, kan?”
“Kau harus tinggal, sobat,” kata Ron sambil menepuk punggung Harry.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Hermione yang sudah cukup dekat sehingga bisa melihat wajah Harry.
“Kau kelihatan kacau!”
“Mungkin,” kata Harry, “tapi aku masih lebih baik daripada Ollivander…”
Setelah Harry selesai menceritakan apa yang ia lihat, Ron melihatnya terkejut ngeri dan Hermione
benar-benar ketakutan.
“Tapi seharusnya hal itu berhenti! Bekas lukamu – seharusnya ini tidak terjadi lagi! Tidak seharusnya kau
membuka hubungan itu lagi – Dumbledore ingin kau menutup pikiranmu!”
Saat Harry tidak menjawab, Hermione menarik tangan Harry.
“Harry, dia sudah menguasai Kementrian, koran, dan separuh dunia sihir! Jangan biarkan dia mengambil
alih pikiranmu juga!”
 To be continue.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog