Sabtu, 08 Oktober 2011

Harry Potter And The Deathly Hallows Bab 15 Part 1


BAB 15 Part 1
PEMBALASAN PARA GOBLIN
(The Goblin’s Revenge)


Pagi keesokan harinya, sebelum yang lain bangun, Harry pergi untuk mencari pohon tertua, terbesar, dan
terkokoh yang ada di sekitar tenda. Di sanalah Harry menguburkan mata Mad-Eye dan menandainya
dengan menorehkan tanda salib di kulit kayu pohon itu dengan tongkatnya. Tidak terlalu bagus, tapi
Harry merasa bahwa Mad-Eye akan lebih memilih ini daripada harus dipajang di pintu kantor Umbridge.
Lalu Harry kembali ke tenda dan menunggu yang lain bangun untuk membicarakan apa yang akan
mereka lakukan selanjutnya.
Harrry dan Hermione merasa bahwa jalan terbaik adalah tidak tinggal di satu tempat dalam waktu yang
lama, dan Ron setuju, dengan syarat bahwa tujuan selanjutnya berhubungan dengan roti isi daging asap.
Hermione melepaskan sihir perlindungan yang telah ia pasang, sementara Harry dan Ron menghilangkan
semua tanda yang menunjukkan bahwa mereka pernah berkemah di sini. Lalu mereka ber-Disapparate
ke daerah pinggirankota .
Begitu mereka mendirikan tenda di bawah naungan pohon-pohon dan memasang sihir perlindungan
baru, Harry berkeliling mencari makanan di bawah Jubah Gaib. Namun semuanya tidak berjalan sesuai
rencana. Harry baru saja memasuki kota saat ia merasakan rasa dingin yang tidak normal, kabut tipis,
dan kegelapan yang tiba-tiba menutup langit, membuat Harry berdiri terdiam.
“Tapi kau hebat dalam menciptakan Patronus!” protes Ron, saat Harry kembali ke tenda tanpa
membawa apa-apa, kehabisan nafas, dan mengucapkan satu kata “Dementor.”
 ”Aku… tidak bisa,” engah Harry sambil memegangi sisi tubuhnya. “Tidak… berhasil.”
Melihat ekspresi khawatir dan kecewa di wajah sahabatnya, Harry merasa malu. Itu adalah mimpi
buruk, melihat Dementor melucur dalam kabut dan menyadari, saat udara dingin mencekik paru-parunya
dan teriakan memenuhi telinganya, bahwa Harry tidak dapat melindungi dirinya sendiri. Bahkan butuh
semua kekuatan agar Harry bisa lari dan meninggalkan Dementor tanpa mata bergerak di antara Muggle
yang tidak bisa melihat mereka, tapi bisa merasakan keputusasaan yang Dementor tebarkan.
”Jadi kita tidak punya makanan.”
”Diam, Ron,” hardik Hermione. ”Harry, apa yang terjadi? Mengapa kau tidak bisa membuat Patronus?
Kau melakukannya dengan baik kemarin!”
”Aku tidak tahu.”
Harry duduk di salah satu kursi tangan tua, dan makin merasa malu. Ia takut terjadi sesuatu yang salah
dengan dirinya. Kemarin rasanya masa lalu, hari ini ia merasa seperti saat ia berusia tiga belas tahun, saat
ia satu-satunya anak yang pingsan di Hogwarts Express.
Ron menendang kursi.
”Apa?” Ron menggeram pada Hermione. ”Aku kelaparan! Yang aku makan sejak aku hampir mati
kehabisan darah hanya kotoran kodok!”
”Pergi dan lawan Dementor-Dementor itu, kalau begitu,” sengat Harry.
”Tentu, tapi tanganku terbebat, bila kau tak melihatnya!”
”Kebetulan sekali.”
”Apa maksudmu berkata…”
”Tentu saja,” teriak Hermione sambil memukulkan tangan ke dahinya dan mengejutkan Harry dan Ron
sehingga mereka terdiam. ”Harry, berikan liontin itu! Ayo!” kata Hermione tidak sabar, menjentikkan
jarinya di depan Harry yang tidak bereaksi, ”Horcruxnya, Harry, kau masih mengenakannya!”
Hermione menjulurkan tangannya dan Harry melepaskan kalung emas melalui kepalanya. Saat liontin
dan kalung itu tidak lagi menyentuh kulit Harry, ia merasa bebas dan ringan. Harry tidak menyadari
bahwa dirinya tertekan atau ada beban berat yang yang membebani perutnya, hingga sensasi itu
terangkat.
”Lebih baik?” tanya Hermione.
”Sangat jauh lebih baik!”
”Harry,” kata Hermione, berjongkok di depan Harry dan menggunakan nada suara yang Harry artikan
sebagai nada yang digunakan saat berbicara pada orang yang sedang sakit,
”kau tidak mengira kau telah dirasuki,kan ?”
 ”Apa? Tidak!” kata Harry mempertahankan diri. ”Aku ingat semua yang aku lakukan saat memakainya.
Aku tidak tahu yang aku lakukan bila aku sedang dirasuki,kan ? Ginny memberitahuku bahwa ada
banyak waktu di mana ia tidak bisa mengingat apa pun.”
”Hm,” kata Hermione yang menatap ke arah liontin itu. ”Kalau begitu, tidak seharusnya kita
memakainya. Kita akan menyimpannya di tenda saja.”
”Kita tidak akan membiarkan Horcrux itu tergeletak begitu saja,” kata Harry berkeras. ”Kalau kita
kehilangannya, kalau ada yang mencurinya…”
”Oh, baik, baik,” kata Hermione dan mengalungkan liontin itu di lehernya dan memasukkannya ke dalam
kaus. ”Tapi kita harus bergiliran memakainya, jadi tidak ada yang memakainya terlalu lama.”
”Bagus,” kata Ron marah, ”karena kita sudah menemukan masalahnya, bisakah kita pergi mencari
makanan?”
”Baiklah, tapi kita harus mencarinya ke tempat lain,” kata Hermione. ”Tidak ada gunanya tinggal kalau
kita tahu banyak Dementor berkeliaran.”
Akhirnya mereka bermalam di tanah lapang di sebuah peternakan terpencil, di mana mereka berhasil
mendapatkan telur dan roti.
”Ini tidak bisa dibilang mencuri,kan ?” tanya Hermione ragu, saat mereka menghabiskan telus dadar dan
roti panggang. ”Bukan mencuri kalau aku meninggalkan uang di kandang ayam,kan ?”
Ron memutar matanya dan berkata, dengan pipi menggembung, ”Er-my-knee, jangan terlalu risau.
Tenanglah!”
Dan, ternyata, memang lebih mudah untuk bersikap tenang dengan perut kenyang. Perdebatan tentang
Dementor terlupakan dengan tawa di malam hari, bahkan Harry merasa ceria dan penuh pengharapan
saat ia mendapat giliran pertama berjaga.
Untuk pertama kalinya mereka menyadari bahwa perut penuh berarti semangat baru, dan perut kosong
berarti kemurungan dan pertengkaran. Harrylah yang peling terkejut dengan kenyataan ini, karena ia
pernah merasakan masa-masa hampir kelaparan saat tinggal bersama keluarga Dursley. Sementara
Hermione mampu melewati malam-malam dengan buah beri atau biskuit basi, walau sedikit mudah
tersinggung dan sering terdiam.
Sedangkan Ron, yang terbiasa tiga kali makan enak sehari, oleh masakan ibunya ata peri rumah
Hogwarts, rasa lapar membuatnya tidak bisa berpikir dan cepat naik darah. Saat masa makanan menipis
bertemu dengan saat Ron memakai liontin, ia berubah menjadi begitu menyebalkan.
”Jadi ke mana selanjutnya?” adalah kalimat favorit Ron. Ia sepertinya tidak memiliki pemikiran sendiri,
dan berharap Harry dan Hermione telah siap dengan rencana sementara ia duduk dan berkomentar
tentang sedikitnya jumlah makanan. Sementara, Harry dan Hermione menghabiskan waktu menduga di
mana kemungkinan Horcrux lain berada dan bagaimana cara menghancurkan Horcrux yang sudah ada di
tangan mereka. Dan mereka terus mengulang percakapan yang sama karena mereka tidak mendapatkan
berita baru.
Saat Dumbledore memberitahu Harry bahwa ia percaya bahwa Voldemort menyembunyikan Horcrux di
tempat yang penting baginya. Dan mereka terus mengulang pembicaraan itu, tempat-tempat di mana
 Voldemort pernah tinggal atau kunjungi. Panti asuhan, di mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Hogwarts, di
mana ia belajar. Borgin and Burke, tempat ia bekerja untuk pertama kali. Lalu, Albania, di mana ia
mengasingkan diri selama bertahun-tahun, dan di sinilah mereka terus berspekulasi.
”Ya, ayo ke Albania. Tidak akan sampai sore untuk mencari ke seluruh negeri,” kata Ron kasar.
”Tidak mungkin ada sesuatu di sana. Dia sudah membuat lima Horcrux sebelum ia pergi mengasingkan
diri, dan Dumbledore yakin bahwa ular itu adalah yang keenam,” kata Hermione. ”Kita tahu bahwa ular
itu tidak di Albania dan tidak pernah jauh dari Vol…”
Bukankah sudah kuminta untuk tidak menyebut namanya?
”Baik! Ular itu berada dekat dengan Kau-Tahu-Siapa¬ – senang?”
”Tidak juga.”
”Aku rasa dia juga tidak menyembunyikan sesuatu di Borgin and Burke,” kata Harry, yang pernah
mencapai titik ini sebelumnya, dan tetap mengulang kata-katanya, ”Borgin dan Burke adalah ahli barang
Hitam, mereka pasti langsung mengenali sebuah Horcrux.”
Ron menguap bosan. Menahan diri untuk tidak melempar sesuatu ke arahnya, Harry melanjutkan, ”Aku
masih merasa ia menyembunyikan sesuatu di Hogwarts.”
Hermione mengehela nafas.
”Tapi Dumbledore pasti sudah menemukannya, Harry!”
Harry mengulang alasan yang sama tentang teorinya.
”Dumbledore berkata padaku bahwa ia tidak mengetahui semua rahasia Hogwarts. Dan aku beritahu,
bila ada tempat yang menurut Vol…”
”Oi!”
”KAU-TAU-SIAPA!” teriak Harry, di ujung kesabarannya. ”Bila ada tempat menurut Kau-Tahu-Siapa
penting, tempat itu adalah Hogwarts!”
”Oh, ayolah,” kata Ron meremehkan, ”
sekolah
nya?”
”Ya, sekolahnya! Tempat pertama yang ia anggap sebagai rumah, tempat yang ia anggap spesial, tempat
yang berarti segalanya baginya, bahkan setelah ia meninggalkannya.”
”Kau sedang membicarakan Kau-Tahu-Siapa, kan? Bukan dirimu sendiri?” tanya Ron, yang sedang
menarik-narik kalung liontin di lehernya. Harry merasa ingin menarik kalung itu dan mencekikkannya
pada Ron.
”Kau bilang Kau-Tahu-Siapa meminta pekerjaan pada Dumbledore setelah dia lulus dari sekolah,” kata
Hermione.
”Benar,” kata Harry.
 ”Dan Dumbledore pikir itu hanya alasan untuk kembali dan mencari pusaka dari pendiri Hogwarts dan
menjadikannya sebagai Horcrux?”
”Ya,” kata Harry.
”Tapi dia tidak mendapat pekerjaannya, kan?” kata Hermione. ”Jadi dia tidak punya kesempatan untuk
mencari pusaka itu dan menyembunyikannya di Hogwarts!”
”Baiklah,” kata Harry menyerah. ”Lupakan Hogwarts.”
Tanpa petunjuk lain, mereka pergi ke London, dan di bawah Jubah Gaib, mereka mencari panti asuhan
di mana Voldemort dibesarkan. Hermione menyelinap ke perpustakaan dan mengetahui dari
berkas-berkas di sana bahwa tempat itu telah dihancurkan bertahun-tahun yang lalu. Dan saat mereka 
mendatangi daerah itu, yang mereka temukan hanyalah deretan gedung perkantoran.
”Bisa saja kita menggali pondasinya,” kata Hermione setengah hati.
”Dia tidak akan menyembunyikan Horcrux di sini,” kata Harry. Ia sudah tahu bahwa tempat itu adalah
tempat yang ingin Voldemort tinggalkan, dan ia tidak akan menyembunyikan potongan jiwanya di sana.
Dumbledore telah menunjukkan pada Harry kemegahan dan keajaiban tempat persembunyian Horcrux
Voldemort. Dan bangunan suram di ujung London tidak sebanding dengan Hogwarts, atau Kementrian,
atau bangunan lain seperti Gringotts, bank para penyihir dengan pintu emas dan lantai marmer.
Bahkan tanpa ada gagasan baru, mereka melanjutkan bergerak di pinggiran kota, berkemah di tempat
berbeda tiap malam demi keamanan. Tiap pagi mereka memastikan bahwa mereka telah menghapus
semua petunjuk keberadaan mereka. Lalu pergi ke tempat sepi dan terpencil yang lain. Bepergian dengan
Apparition ke hutan lain, ke celah tebing lain, ke pegunungan lain, dan sekali ke pantai berkoral. Setiap
dua belas jam, mereka bergantian memakai liontin itu seperti bermain permainan
pass the parcel
dalam
gerak lambat yang mengerikan, karena begitu musik berhenti mereka akan menerima hadiah dua belas
jam tambahan rasa takut dan cemas.
Bekas luka Harry terasa sakit. Dan hal itu terjadi lebih sering saat ia sedang mengenakan Horcrux itu.
Terkadang ia tidak dapat menahan rasa sakitnya.
”Apa? Apa yang kau lihat?” paksa Ron, setiap ia melihat Harry merasa kesakitan.
”Wajah,” gumam Harry, setiap waktu. ”Wajah yang sama. Pencuri yang mencuri dari Gregorovitch.”
Dan Ron beralih ke hal lain, tidak bersusah payah menyembunyikan kekecewaannya. Harry tahu bahwa
Ron ingin mendengar berita tentang keluarganya, atau anggota Orde Phoenix, tapi tetap saja, Harry,
tidak seperti televisi. Yang bisa ia lihat hanyalah apa yang sedang Voldemort pikirkan, dan tidak bisa
dengan mudah mengubah saluran yang ia inginkan. Saat ini Voldemort berkutat dengan seorang pemuda
dengan wajah senang, yang Harry yakin, telah Voldemort ketahui nama dan tempat tinggalnya. Saat
bekas luka Harry terus terasa membakar dan wajah pemuda berambut keemasan berenang di dalam
pikirannya, ia belajar untuk menyembunyikan rasa sakit atau tidak nyamannya, karena dua sahabatnya
menunjukkan rasa tidak sabar dengan berita baru tentang pencuri itu. Harry tidak dapat menyalahkan
mereka, karena saat ini mereka sedang menanti petunjuk baru tentang Horcrux lain.
Hari berubah menjadi minggu, Harry mulai curiga bahwa Ron dan Hermione sedang membicarakan
tanpa, dan tentang, dirinya. Beberapa kali Harry memergoki mereka yang tiba-tiba terdiam saat Harry
memasuki tenda. Dan dua kali Harry memergoki mereka tiba-tiba mengambil jarak setelah saling
 mendekatkan kepala dan berbicara berbisik-bisik, sebelum mereka sadar bahwa Harry datang
mendekat, dan mereka berpura-pura sibuk mencari kayu atau mengambil air.
Harry tidak dapat berhenti memikirkan apakah mereka benar-benar tahu bahwa mereka akan bepergian
dalam perjalanan tanpa tujuan, karena mereka pikir akan ada rencana rahasia yang akan mereka ketahui.
Ron tidak berusaha menyembunyikan rasa perasaannya buruknya, dan Harry mulai takut kalau Hermione
mulai merasa kecewa dengan kemampuan memimpin Harry. Dalam keputsasaannya, Harry mencoba
menduga tempat persembunyian Horcrux lain, tapi lagi-lagi yang muncul di kepalanya adalah Hogwarts.
Dan karena yang lain tidak berpikir hal yang sama, Harry berhenti untuk mengatakannya.
Musim gugur tiba, kini mereka mendirikan tenda di atas daun-daun yang berguguran. Kabut alami
menambah tebal kabut yang diciptakan oleh Dementor. Angin dan hujan menambah masalah mereka.
Kenyataan bahwa Hermione semakin ahli membedakan jamur yang dapat dimakan tidak sebanding
dengan keadaan terisolasi, kurangnya bersosialisasi, dan ketidakpedulian mereka terhadap perang
melawan Voldemort.
“Ibuku,” kata Ron suatu malam, saat mereka berkemah di pinggiran sungai di Wales, “bisa
memunculkan makanan enak dari udara.”
Ia menyodok, potongan ikan hangus di piringnya. Harry langsung menatap leher Ron dan seperti yang ia
duga, rantai kalung emas sedang melingkar di sana. Harry berhasil melawan dorongan untuk menyumpahi
Ron, yang kelakuannya akan berubah, Harry tahu, saat liontin itu dilepas.
”Ibumu tidak bisa membuat makan dari udara,” kata Hermione. ”Tidak seorang pun bisa. Makanan
adalah hal pertama yang ada dalam lima Elemen Dasar dalam Hukum Transfigurasi Gamp…”
”Oh, tidak bisakah kau berbicara dengan bahasa manusia?” kata Ron sambil menarik tulang ikan dari
giginya.
”Tidak mungkin kau bisa membuat makanan dari ketidakadaan! Kau bisa Memanggilnya kalau kau tahu
di mana tempatnya berada, kau bisa mengubahnya, kau bisa menambah jumlahnya kalau kau punya…”
”… aku tidak ingin menambah ini, ini menjijikkan,” kata Ron.
”Harry yang menangkap ikan dan aku melakukan yang terbaik yang bisa aku lakukan! Aku merasa aku
yang selalu mengurusi makanan. Karena aku seorang
wanita
, kurasa!”
”Bukan, karena kau seharusnya yang lebih baik dalam melakukan sihir!” bentak Ron.
Hermione meloncat berdiri dan makanan dalam piringnya jatuh ke lantai.
Kau
boleh memasak besok, Ron.
Kau
boleh mencari bahan makanan dan mencoba menyihirnya
menjadi sesuatu yang lebih layak untuk dimakan. Dan aku akan duduk diam di sini, memasang muka
sebal dan mengeluh, agar kau tahu bagaimana rasanya…”
”Diam!” kata Harry yang kini berdiri dan mengangkat kedua tangannya. ”Diam! Diam dulu
!
Hermione terihat marah.
”Harry, bisa-bisanya kau membelanya, dia bahkan tidak pernah…”
 ”Hermione, tenanglah, aku mendengar sesuatu!”
Harry berusaha mendengarkan, tangannya masih terangkat, memperingatkan yang lain agar tetap diam.
Lalu terdengar suara ribut dari arah sungai, dan Harry mendengar suara lagi. ia melihat Sneakoscope.
Benda itu tidak bergerak.
”Kau memasang
Muffliato
, kan?” bisik Harry pada Hermione.
”Aku pasang semua,” jawab Hermione dalam bisikan, ”
Muffliato
, Mantra Penolak Muggle ,   Mantra
Dissilusionment, semuanya. Tidak ada yang bisa mendengar atau melihat kita, siapa pun mereka.”
Terdengar suara terseret, dan suara batu dan patahan ranting. Dan membuat mereka tahu ada beberapa
orang sedang menuruni turunan curam dari hutan di lereng bukit ke daerah pinggiran sungai, di mana
mereka mendirikan tenda. Mereka mengeluarkan tongkat, dan menunggu. Perlindungan di sekitar mereka
rasanya cukup untuk melindungi mereka dari Muggle dan penyihir. Bila yang datang adalah
Death Eater
,
sepertinya perlindungan mereka akan diuji oleh Sihir Hitam untuk pertama kalinya.
Suara itu semakin keras tapi tetap terdengar tidak jelas saat sekelompok orang itu mencapai pinggiran
sungai. Harry memperkirakan bahwa mereka berjarak kurang dari enam meter dari mereka, tapi suara
riak sungai membuat mereka tidak dapat memastikannya. Hermione mengambil tas maniknya dan mulai
mengaduk-aduk bagian dalamnya. Setelah beberapa saat, mereka mengeluarkan tiga Telinga Terjulur
dan memberikannya pada Harry dan Ron, yang langsung memasukkan ujung benang berwarna kulit itu
ke telinga mereka dan melemparkan ujung yang lain ke luar tenda.
Dalam hitungan detik, Harry dapat mendengar suara pria yang kelelahan.
‘Seharusnya ada salmon sekarang, atau masih terlalu dini untuk musimnya?
Accio salmon
!”
Terdengar bunyi cipratan air dan hentakan ikan yang meloncat keluar dari air. Lalu terdengar suara
orang menggumam senang. Harry menekankan Telinga Terjulur lebih dalam. Berusaha menangkap suara
di atas suara riak sungai, tapi mereka tidak berbicara dalam bahasa manusia, bahkan yang belum Harry
dengar. Suara mereka kasar dan tidak berirama, seperti suara gumaman bergeretak dan parau, dan
sepertinya ada dua orang yang sedang berbicara, salah satu di antaranya bersuara lebih pelan daripada
yang lain.
Api berderak di luar tenda mereka. Tercium bau sedap dari salmon bakar yang tertiup ke arah mereka.
Lalu terdengar suara denting pisau dan garpu, lalu seseorang berkata lagi.
“Ini, Griphook, Gornuk.”
Goblins
!” Hermione membisikkannya dan Harry mengangguk.
“Terima kasih,” kata dua Goblin lain.
“Jadi, kalian juga sedang melarikan diri? Sudah berapa lama?” kata suara baru yang lembut dan
menyenangkan, dan terdengar tidak asing bagi Harry, seorang pria bertubuh tambun dengan wajah ceria.
”Enam minggu… tujuh… aku lupa,” kata sura yang terdengar kelelahan. ”Bertemu dengan Griphook
setelah beberapa hari, lalu bergabung dengan Gornuk tak berapa lama kemudian. Cukup menyenangkan
kalau ada teman seperjalanan.” Lalu mereka berhenti, sementara terdengar suara pisau ditaruh di atas
piring dan gelas diangkat dan diletakkan kembali di atas tanah. ”Apa yang membuatmu kabur, Ted?”
lanjut pria tadi.
 ”Aku tahu mereka sedang mencariku,” jawab suara lembut itu, dan Harry tahu siapa orang itu. Ayah
Tonks. ”Ku dengar
Death Eater
ada di sekitar rumahku dan aku memutuskan untuk melarikan diri. Aku
menolak untuk mendaftarkan diri sebagai kelahiran Muggle, tahulah, jadi ini hanya masalah waktu untuk
melarikan diri. Istriku akan baik-baik saja, dia darah murni. Lalu aku bertemu Dean, kapan ya, beberapa
hari yang lalu, kan, nak?”
”Ya,” kata suara lain, dan Harry, Ron, dan Hermione saling bertukar pandang, senang dalam
kebungkaman mereka, karena mengenali suara teman Gryffindor mereka, Dean Thomas.
”Kelahiran Muggle, eh?” tanya pria pertama.
”Aku tidak yakin,” kata Dean. ”Ayahku meninggalkan ibu waktu aku masih kecil. Dan aku tidak punya
bukti kalau dia seorang penyihir.”
Tidak terdengar suara apa pun selain suara mengunyah, lalu Ted berbicara lagi.
”Harus kukatakan, Dirk, aku terkejut bisa bertemu denganmu. Senang, tapi terkejut. Banyak yang bilang
mereka menangkapmu.”
”Memang,” kata Dirk. ”Aku sedang dalam perjalanan menuju Azkaban saat aku berhasil melarikan diri,
memingsankan Dawlish dan mengambil sapunya. Ternyata lebih mudah daripada yang kau bayangkan.
Aku rasa dia memang sedang tidak dalam keadaan baik. Di bawah sihir Confundus mungkin. Kalau
memang benar, aku ingin menjabat tangan penyihir yang telah melakukannya, karena telah membuatku
dapat meloloskan diri.”
Lalu yang terdengar hanya suara derak api dan riak sungai. Lalu Ted berkata, ”Lalu apa yang kalian
berdua lakukan di sini? Aku pikir – er – kalian semua memihak Kau-Tahu-Siapa.”
”Kau salah,” kata goblin yang bersuara lebih tinggi. ”Kami tidak memihak. Ini adalah perang para
penyihir.”
”Kalau begitu mengapa kalian bersembunyi?”
”Aku rasa ini adalah tindakan yang bijaksana,” kata goblin yang bersuara rendah. ”Aku menolak apa
yang aku anggap sebagai permintaan kurang ajar, dan aku tahu bahwa hidupku dalam masalah.”
”Apa yang mereka minta padamu?” tanya Ted.
”Pekerjaan yang tidak sesuai dengan martabat ras kami,” jawab si goblin, suaranya terdengar kasar.
”Kami bukan peri rumah.”
”Bagaimana denganmu, Griphook?”
”Alasan serupa,” kata goblin bersuara tinggi. ”Gringotts tidak lagi dipimpin oleh ras kami. Dan aku tidak
mengenal kepemimpinan lain.”
Lalu ia menambahkan dengan bahasa Gobbledegook dan Gornuk tertawa.
”Apa leluconnya?” tanya Dean.
 ”Dia bilang,” jawab Dirk, ”penyihir juga tidak banyak mengenali hal lain.”
Tidak ada yang bersuara.
”Aku tidak mengerti,” kata Dean.
”Aku punya sedikit dendam saat aku pergi,” kata Griphook.
”Goblin baik,” kata Ted. ”Tidak berhasil mengunci salah satu
Death Eater
dalam ruangan penyimpanan
tua berkeamanan tinggi, rupanya?”
”Kalau pun aku bisa, bahkan pedang itu tidak bisa membantunya keluar dari sana,” jawab Griphook.
Gornuk tertawa dan bahkan Dirk tertawa kecil.
”Dean dan aku sepertinya masih ketinggalan berita,” kata Ted.
”Severus Snape, sepertinya dia tidak mengenalinya juga,” kata Griphook, dan kedua goblin itu tertawa
menggila.

To be continue..........................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog