Jumat, 14 Oktober 2011

Harry Potter and The Deathly Hallows Bab 26 Part 1

BAB 26 Part 1
GRINGOTTS

Rencana telah disusun, persiapan sudah lengkap; di kamar tidur yang paling kecil, sehelai rambut
panjang dan kasar (dicabut dari sweater yang Hermione kenakan saat di Kediaman Malfoy) bergulung
dalam botol kaca kecil di rak atas perapian.
“Dan kau akan memakai tongkat aslinya,” kata Harry, mengangguk ke arah tongkat walnut, “jadi
menurutku kau akan sangat meyakinkan.”
Hermione tampak ketakutan seolah tongkat itu akan menyengat atau menggigit ketika dia mengambilnya.
“Aku benci benda itu,” katanya pelan.  “Aku benar-benar membencinya.  Rasanya serba salah, tidak
berfungsi dengan baik untukku…seperti ada sedikit bagian dari dirinya.”
Mau tak mau Harry mengingat bagaimana dulu Hermione mengabaikan keengganannya terhadap tongkat
blackthorn, ngotot kalau cuma khayalan Harry sajalah tongkat itu tidak berfungsi sebaik miliknya sendiri,
menasehatinya untuk terus berlatih.  Harry memilih untuk tidak membalas Hermione dengan nasehatnya
sendiri, bagaimanapun, malam sebelum serangan mereka ke Gringotts bukanlah waktu yang tepat untuk
berseberangan dengannya.
“Tapi itu mungkin bisa membantumu mendalami karakter,” kata Ron, “pikirkan apa yang telah dilakukan
tongkat itu!”
“Justru itu maksudku!”  kata Hermione.  “Ini tongkat yang menyiksa ayah dan ibu Neville, dan siapa yang
tahu ada berapa banyak lagi?  Ini tongkat yang membunuh Sirius!”
Harry tidak memikirkan itu sebelumnya:  dia memandang tongkat itu dan diliputi keinginan kuat untuk
mematahkan, memotongnya dengan pedang Gryffindor, yang bersandar di dinding sampingnya.
“Aku rindu tongkatku,” ujar Hermione sedih.  “Kuharap Tuan Ollivander akan membuatkan satu untukku
juga.“
Tuan Ollivander telah mengirimkan satu tongkat baru untuk Luna pagi itu.  Sekarang dia sedang berada
di padang rumput belakang, menguji kemampuan tongkat itu di bawah sinar matahari sore.  Dean, yang
kehilangan tongkatnya di tangan para Perampas, memandang dengan muram.
Harry memandang tongkat Hawthorn yang sebelumnya milik Draco Malfoy.  Dia terkejut, tapi senang
mengetahui bahwa tongkat itu berfungsi dengan baik untuknya, setidaknya sebaik tongkat Hermione.
Mengingat kata-kata Ollivander tentang rahasia cara kerja tongkat, Harry merasa tahu apa masalah
 Hermione:  Dia tidak memenangkan kesetiaan tongkat walnut dari Bellatrix pribadi.
Pintu kamar terbuka dan Griphook masuk.  Secara refleks, Harry meraih pangkal pedang dan
menariknya mendekat, tapi segera menyesali tindakannya.  Dia menyadari bahwa sang Goblin
memperhatikan.  Berusaha menutupi situasi yang tidak enak, dia berkata, “Kami baru saja memeriksa
persiapan terakhir, Griphook.  Kami sudah bilang Bill dan Fleur bahwa kita pergi besok dan kami juga
berpesan bahwa mereka tak perlu bangun untuk melihat kita berangkat.”
Mereka telah menegaskan poin ini, karena Hermione harus menjadi Bellatrix sebelum mereka pergi, dan
semakin sedikit Bill dan Fleur tahu apa yang akan mereka lakukan, semakin baik.
Mereka juga sudah menjelaskan bahwa kemungkinan besar mereka tidak akan kembali.  Setelah
kehilangan tenda tua Perkins pada malam para Perampas menangkap mereka, Bill telah meminjamkan
tenda yang lain.  Tenda itu sekarang terbungkus dalam tas manik-manik, yang, membuat Harry terkesan,
telah diamankan Hermione dari para Perampas dengan gagasan sederhana yaitu menjejalkannya di
bagian bawah kaos kakinya.
Walaupun dia akan merindukan Bill, Fleur, Luna dan Dean, belum lagi kenyamanan rumah yang mereka
nikmati selama beberapa minggu terakhir, Harry telah menunggu-nunggu saat untuk keluar dari
keterbatasan di Pondok Kerang.  Dia sudah capek terus-menerus berusaha memastikan bahwa mereka
tidak dicuri-dengar, capek terkurung dalam kamar yang kecil dan gelap itu.  Yang terpenting, dia ingin
sekali terbebas dari Griphook.  Akan tetapi, tepatnya bagaimana dan kapan mereka bakal terpisah dari
sang Goblin tanpa menyerahkan pedang Gryffindor merupakan pertanyaan yang tidak bisa dijawab
Harry.  Tak mungkin memutuskan bagaimana cara mereka akan melakukannya, karena sang Goblin
jarang sekali meninggalkan Harry, Ron dan Hermione bertiga saja lebih dari 5 menit:  “Dia bisa memberi
pelajaran pada ibuku,” keluh Ron, ketika jari-jari panjang sang Goblin terus-menerus muncul di daun
pintu.  Dengan peringatan Bill dalam otaknya, mau tak mau Harry mencurigai bahwa Griphook waspada
terhadap kemungkinan adanya tipuan.  Hermione sungguh-sungguh tidak menyetujui rencana
pengkhianatan sehingga Harry menyerah dalam usaha meminta pendapatnya tentang cara terbaik
bagaimana melakukan itu:  Ron, menggunakan kesempatan bebas-Griphook yang jarang-jarang,
memberi usul yang tidak lebih baik dari sekedar, “Kita cuma harus membawanya kabur, teman.”
Harry sulit tidur malam itu.  Berbaring lebih awal, Harry memikirkan apa yang dulu ia rasakan pada
malam sebelum mereka menyusup ke Kementerian Sihir, dan teringat suatu tekad yang kuat, bahkan
hampir-hampir perasaan gembira.  Sekarang dia merasakan guncangan keraguan yang menggelisahkan
dan mengganggu:  dia tidak bisa membuang rasa takut bahwa semuanya akan kacau.  Dia terus-menerus
meyakinkan diri bawa rencana mereka sudah bagus, bahwa Griphook tahu apa yang mereka hadapi,
bahwa mereka sudah mempersiapkan diri dengan baik menghadapi segala kesulitan yang mungkin
terjadi, tapi dia masih juga merasa resah.  Sesekali dia mendengar Ron bergerak, dan dia yakin Ron pun
masih terjaga, tetapi mereka berbagi ruang keluarga dengan Dean, jadi Harry tidak berkata apa-apa.
Sangat melegakan ketika tiba jam 6 pagi dan mereka bisa keluar dari kantong tidur, berpakaian dalam
kondisi setengah-gelap lalu berjalan pelan menuju kebun, dimana seharusnya mereka bertemu Hermione
dan Griphook.  Fajar terasa dingin, tapi agak berangin mengingat ini bulan Mei.  Harry mendongak
menatap bintang-bintang yang berkilau pucat di langit gelap dan mendengar gemuruh ombak menyapu
sisi-sisi tebing.  Dia akan merindukan suara-suara itu.  Tunas-tunas hijau kecil tumbuh dengan cepat
menembus tanah merah di makam Dobby sekarang, dalam setahun gundukan tanah itu akan dipenuhi
bunga-bunga.  Batu putih dengan ukiran nama peri rumah itu mulai luntur dimakan cuaca.  Dia menyadari
bahwa mereka tidak mungkin mengistirahatkan Dobby di tempat yang lebih indah dari itu, tapi Harry
merasa pedih memikirkan akan meninggalkannya di sana.  Memandang makam, dia masih
bertanya-tanya bagaimana si peri rumah tahu harus pergi kemana untuk menyelamatkannya.  Tanpa sadar
 jarinya bergerak menyentuh kantong yang tergantung di lehernya, menyeluruh hingga dia bisa merasakan
pecahan kaca yang tidak rata dimana ia merasa yakin telah melihat mata Dumbledore.  Kemudian dia
berputar ketika mendengar suara pintu dibuka.
Bellatrix Lestrange berjalan melintasi padang rumput ke arah mereka, ditemani oleh Griphook.  Sambil
berjalan, dia melipat tas manik-manik kecil dan memasukkan ke saku bagian dalam jubah tua yang
mereka ambil dari Grimmauld Place.  Meskipun Harry tahu pasti kalau itu Hermione, dia tidak bisa
menahan getaran kebencian.  Bellatrix lebih tinggi daripada Harry, rambut hitam panjang berombak
dipunggungnya, kelopak matanya yang berat tampak menghina ketika memandangnya, tapi lalu ia bicara,
dan dia mendengar Hermione melalui suara Bellatrix yang dalam.
“Rasanya menjijikkan, lebih parah dari akar Gurdy!  Oke, Ron, kemarilah jadi aku bisa me....“
“Baik, tapi ingat, aku tak suka jenggot yang terlalu panjang.“
“Oh, demi Tuhan, ini bukan tentang tampil keren!“
“Bukan begitu, itu menghalangi jalanku!  Tapi aku suka hidungku lebih kecil, cobalah seperti yang
terakhir kau lakukan dulu.“
Hermione menghela nafas dan mulai bekerja, bergumam seiring nafasnya sembari mengubah beberapa
aspek dari penampilan Ron.  Dia telah menjadi seseorang yang benar-benar palsu, dan mereka
mempercayakan aura kedengkian Bellatrix untuk melindunginya, sementara Harry dan Griphook
tersembunyi dibawah jubah gaib.
“Sudah,“ kata Hermione, “bagaimana penampilannya, Harry?“
Jelas tak mungkin mengenali Ron dibalik penyamarannya, hanya karena Harry benar-benar mengenalnya
dengan baik sajalah ia bisa membedakan.  Rambut Ron sekarang panjang dan berombak, jenggot dan
kumisnya coklat lebat, wajahnya bersih tanpa bintik-bintik, hidungnya kecil dan lebar, alis matanya tebal.
“Well, dia bukan tipeku, tapi dia akan berhasil,“ kata Harry.  “Bisakah kita pergi?“
Mereka bertiga memandang sekilas ke arah Pondok Kerang, gelap dan sunyi di bawah bintang yang
memudar, lalu memutar tubuh dan mulai berjalan menuju lokasi, di balik dinding garis batas, dimana
mantra Fidelius berhenti bekerja, dan mereka bisa ber-disapparate.  Setelah melewati gerbang, Griphook
berkata.
“Aku bisa naik sekarang, Harry Potter, kurasa?“
Harry berlutut dan sang Goblin memanjat punggungnya, tangannya bertaut di depan kerongkongan
Harry.  Dia tidak berat, tapi Harry tidak suka perasaannya terhadap si Goblin dan kekuatan mengejutkan
eratnya pegangannya.  Hermione menarik jubah gaib dari tas manik-maniknya dan menutupi keduanya.
“Sempurna,“ katanya, berlutut untuk memeriksa kaki Harry, “Aku tidak bisa melihat apa-apa.  Ayo
pergi!“
Harry berputar di tempat, dengan Griphook di atas bahunya, sekuat mungkin berkonsentrasi ke Leaky
Cauldron, penginapan yang merupakan pintu masuk ke Diagon Alley.  Si Goblin berpegangan lebih erat
ketika mereka bergerak memasuki kegelapan yang menekan, dan beberapa detik kemudan kaki Harry
menapaki trotoar kemudian saat ia membuka matanya tampaklah jalan Charing Cross.  Para muggle
 lewat dengan tergesa-gesa, dengan ekspresi setengah hati pagi hari, tanpa menyadari keberadaan
penginapan kecil itu.
Bar Leaky Cauldron nyaris kosong.  Tom, pemilik penginapan yang bungkuk dan ompong, sedang
mengelap gelas-gelas dibalik meja bar, sepasang penyihir bergumam mengobrol di pojok yang jauh
sambil memandang sekilas pada Hermione kemudian menjauhkan diri kedalam kegelapan.
“Madam Lestrange,” Tom bergumam, dan ketika Hermione berhenti sejenak dia menundukkan kepala
dengan patuh.
”Selamat pagi,“ kata Hermione, dan ketika Harry bergerak cepat, masih menggendong Griphook di
bawah jubah gaib, dia melihat Tom terkejut.
”Terlalu sopan,“ Harry berbisik di telinga Hermione ketika mereka melangkah keluar dari penginapan
menuju halaman belakang yang kecil.
”Kau harus memperlakukan orang seolah mereka sampah.“
“Oke, oke!“
Hermione mengangkat tongkat Bellatrix dan mengetuk batu bata tertentu di dinding depan mereka.  Batu
bata langsung berputar:  Tampak lubang di tengah-tengahnya, yang semakin melebar, akhirnya
membentuk gerbang lengkung menuju jalan Cornblock sempit yang merupakan Diagon Alley.
Masih sunyi, belum waktunya toko-toko buka, dan hampir tidak ada orang berbelanja.  Jalan cornblock
berliku-liku itu telah banyak berubah sekarang dari tempat berisik yang dikenal Harry bertahun-tahun
yang lalu sebelum ia masuk Hogwarts.  Lebih banyak lagi toko ditutup daripada sebelumnya, meski
beberapa toko baru yang beraliran sihir hitam bermunculan sejak kunjungan terakhirnya.  Wajah Harry
sendiri memandangnya dari poster yang tertempel di kaca-kaca, semuanya dengan tulisan
YANG TIDAK DIINGINKAN NOMOR SATU.
Beberapa orang berpakaian compang-camping duduk meringkuk di depan pintu.  Dia mendengar
mereka mengemis kepada orang lewat, memohon uang emas, berusaha meyakinkan bahwa mereka
benar-benar penyihir.  Tampak pula seorang laki-laki dengan pembalut penuh darah yang menutupi
matanya.
Ketika mereka mulai melangkah menuju jalan cornblock, pengemis-pengemis itu memandang sekilas ke
arah Hermione.  Sepertinya mereka segera menghilang satu persatu, menutupi wajah dengan kerudung,
dan kabur secepat mungkin.
Hermione mengikuti mereka dengan pandangan mata yang aneh, hingga laki-laki dengan pembalut penuh
darah tiba-tiba menghalangi jalannya.
“Anak-anakku,“ dia berteriak sambil menunjuk Hermione.  Suaranya pecah, bernada tinggi, kedengaran
bingung.  “Dimana anak-anakku?”  Apa yang dia lakukan pada mereka?  Kau tahu, kau tahu!”
“Aku—aku benar-benar—,“ Hermione tergagap.
 Laki-laki itu sekonyong-konyong maju mendekatinya, dan berusaha mencekik lehernya. Lalu, bersamaan
dengan suara keras dan semburan cahaya merah dia terlempar ke belakang, jatuh ke tanah tak sadarkan
diri.  Ron berdiri disana, tongkatnya masih teracung dan ekspresi tegang terlihat dibalik jenggotnya.
Wajah-wajah muncul di balik kaca-kaca di sepanjang sisi jalan, sementara sekelompok kecil orang lewat
yang kelihatannya-orang-kaya saling bertaut jubah dan mulai menderap langkah pelan, ingin sekali
meninggalkan lokasi.
Kunjungan mereka ke Diagon Alley kemungkinan tidak pernah lebih menarik perhatian daripada ini,
sesaat Harry bertanya-tanya apakah sekarang sebaiknya pergi dan mencoba memikirkan rencana lain.
Tetapi sebelum mereka bisa bergerak atau saling berkonsultasi, terdengar teriakan dari belakang.
“Kenapa, Madam Lestrange?“
Harry berputar dan Griphook mengeratkan pegangannya di leher Harry.  Seorang penyihir tinggi dan
kurus dengan rambut abu-abu lebat dan hidung mancung yang tajam berjalan dengan langkah panjang
kearah mereka.
“Itu Travers,“ desis si Goblin di telinga Harry, tapi saat itu Harry tidak bisa berpikir siapa Travers itu.
Hermione sudah menegakkan diri dan berkata dengan sikap menghina yang sebaik mungkin:
“Dan apa maumu?”
Travers berhenti berjalan, merasa terhina.
“Dia
Death Eater
juga!” desah Griphook, dan Harry berjalan menyamping perlahan untuk
menyampaikan informasi itu ke telinga Hermione.
“Aku hanya mencoba menyapa,” kata Travers dingin, “tapi kalau kehadiranku tidak diharapkan….”
Harry mengenali suaranya sekarang:  Travers adalah salah satu
Death Eater
yang muncul dirumah
Xenophilius.
“Tidak, tidak apa-apa, Travers,” kata Hermione segera, berusaha menutupi kesalahannya.
“Apa kabar?”
“Well, kuakui aku terkejut melihatmu pergi keluar, Bellatrix.”
“Oya?  Kenapa?” tanya Hermione.
“Well,” Travers berdehem, “kudengar Penghuni Kediaman Malfoy dikurung dirumah itu, setelah –
ah….pelarian itu.”
Harry berharap Hermione tidak gugup.  Jika berita ini benar, dan Bellatrix seharusnya tidak muncul di
hadapan publik….
“Pangeran Kegelapan memaafkan orang yang setia melayaninya di masa lalu,” kata Hermione meniru
sikap menghina Bellatrix secara luar biasa.
“Mungkin reputasimu tidak sebaik aku di matanya, Travers.”
Walaupun
Death Eater
itu tampak tersinggung, dia juga tampak tidak terlalu curiga.  Dia memandang
sekilas saja pada laki-laki yang baru saja dipingsankan Ron.
“Apa yang menyinggungmu?”
“Bukan apa-apa, takkan terjadi lagi,” kata Hermione dingin.
“Orang-orang tanpa tongkat memang bisa jadi masalah,” kata Travers.  “Jika mereka hanya mengemis
aku tidak keberatan, tapi salah satu dari mereka benar-benar memintaku untuk membela perkaranya di
Kementerian minggu lalu.  “Aku penyihir Tuan, aku penyihir, ijinkanlah aku membuktikan kepada anda!”
katanya sambil bercicit menirukan.  “Seolah-olah aku akan memberinya tongkatku —tapi tongkat siapa,“
tanya Travers ingin tahu, “yang kau pakai sekarang Bellatrix?  Kudengar punyamu sudah--”
“Ini tongkatku,” kata Hermione dingin, memegang tongkat Bellatrix.  “Entah gosip apa yang kaudengar,
Travers, tapi sepertinya kau salah informasi.”
Travers kelihatan kaget mendengarnya, dan dia menoleh menghadap Ron.
“Siapa temanmu?  Aku tidak mengenalnya.”
“Ini Dragomir Despard,” kata Hermione; mereka telah memutuskan bahwa tokoh fiksi dari luar negeri
adalah penyamaran yang paling aman untuk Ron.  “Dia hanya bisa sedikit Bahasa Inggris, tapi dia
menaruh simpati pada tujuan Pangeran Kegelapan.  Dia berkunjung kemari dari Transilvania untuk
melihat rezim baru kita.”
”Benarkah?  Apa kabar Dragomir?“
”“Abar baik,“ kata Ron, menjabat tangannya.
Travers mengulurkan dua jari dan menjabat tangan Ron seakan takut mengotori dirinya sendiri.
“Jadi apa yang membawamu dan teman –ah- yang bersimpati ke Diagon Alley sepagi ini?”  Tanya
Travers.
“Aku perlu ke Gringotts,” kata Hermione.
“Kebetulan, aku juga,” ujar Travers.  “Emas, emas yang kotor!  Kita tidak bisa hidup tanpanya, kuakui
aku menyesalkan keharusan bergaul dengan rekan berjari panjang kita.”
Harry merasa genggaman tangan Griphook mengencang sejenak di lehernya.
“Silakan,” Travers mengisyaratkan Hermione untuk berjalan duluan.
Hermione tak punya pilihan selain berjalan bersamanya dan menyusuri jalan berbatu yang  berliku-liku
menuju gedung Gringotts yang seputih salju berdiri menjulang diantara toko-toko kecil.  Ron mengiringi di
sampingnya, lalu Harry dan Griphook mengikuti.
Seorang
Death Eater
yang waspada adalah hal terakhir yang mereka butuhkan, dan yang paling parah
adalah, dengan Travers berada di tempat yang ia yakini sebagai sisi Bellatrix, tak ada kesempatan bagi
 Harry untuk berkomunikasi dengan Hermione atau Ron.  Dengan segera mereka sampai di kaki tangga
pualam menuju pintu perunggu besar.  Sebagaimana yang telah diperingatkan Griphook, goblin-goblin
berseragam yang biasanya mengapit pintu masuk telah digantikan oleh 2 penyihir, memegang batang
logam emas yang panjang dan kurus.
“Ah, Detektor Kejujuran,” tunjuk Travers dibuat-buat, “Sangat kejam—tapi efektif!”
Dan dia melangkah naik tangga, mengangguk kepada kedua penyihir di sebelah kanan dan kiri, yang
mengangkat batang emas dan menggerakkannya keatas dan bawah memeriksa seluruh tubuh Travers.
Detektor itu –Harry tahu- mendeteksi mantra dan barang-barang tersembunyi.  Menyadari waktunya
hanya beberapa detik, Harry mengarahkan tongkat Draco bergantian kearah kedua penjaga da
bergumam “Confundo” dua kali.  Tanpa disadari oleh Travers, yang memandang pintu perunggu di aula
dalam, kedua penjaga tersentak ketika mantra mengenai mereka.
Rambut hitam panjang Hermine berombak di punggungnya ketika ia menaiki tangga.
“Sebentar, Madam!”  kata si penjaga, mengangkat Detektor.
“Tapi kau baru saja melakukannya!“  kata Hermione dalam suara memerintah dan arogan milik Bellatrix.
Travers memandang sekeliling, alisnya terangkat.  Si penjaga bingung.  Dia memandang Detektor emas
kurus itu lalu memandang rekannya, yang berkata dengan suara agak linglung.
“Yeah, kau sudah memeriksa mereka, Marius.”
Hermione kembali berjalan, Ron di sampingnya, Harry dan Griphook yang tidak tampak, berlari di
belakangnya, Harry memandang sekilas ke belakang saat mereka melalui ambang pintu.  Kedua penyihir
sedang menggosok-gosok kepalanya.
Dua goblin berdiri di depan pintu dalam, yang terbuat dari perak dan membawa tulisan peringatan tentang
hukuman mengerikan bagi calon pencuri.  Harry melihatnya, dan tiba-tiba ingatan setajam-pisau muncul
di kepalanya:  Berdiri tepat di titik ini pada hari dia berusia 11 tahun, ulang tahun terhebat dalam
hidupnya, dan Hagrid berdiri di sampingnya berujar, “Seperti kataku, m’reka gila klo’ coba
m’rampoknya.”  Gringotts tampaknya tempat yang aneh hari itu, tempat penyimpanan sihir berisi
segunung emas yang tak pernah ia tahu telah dimilikinya, dan tak pernah sekejap pun dia bermimpi akan
kembali untuk mencuri…. Tapi dalam hitungan detik mereka sudah berdiri di aula bank berlantai pualam
yang sangat luas itu.
Meja kasir panjang dijaga oleh seorang Goblin yang duduk diatas kursi tak berlengan yang sedang
melayani pelanggan pertama hari itu.  Hermione, Ron dan Travers menghadapi goblin tua yang sedang
memeriksa sebuah koin emas tebal melalui sebuah kacamata.  Hermione membiarkan Travers untuk
melangkah lebih dulu dengan alasan yang dibuat-buat, yaitu menjelaskan bagian-bagian ruangan kepada
Ron.
Goblin itu melontarkan koin yang dipegangnya ke samping, berkata tidak kepada siapa-siapa,
“Leprechaun,” dan lalu menyambut Travers, yang memberikan sebuah kunci emas kecil, diperiksa,
kemudian dikembalikan lagi padanya.
Hermione melangkah ke depan.
“Madam Lestrange!” kata sang Goblin, jelas sekali terkejut.  “Astaga!  Apa—apa yang bisa saya bantu
 hari ini?“
“Aku ingin memasuki lemari besiku,” kata Hermione.
Sang Goblin tua tampak sedikit terlonjak.  Harry memandang sekilas sekeliling.  Tak hanya Travers yang
tidak bergerak, mengawasi, tapi beberapa goblin yang lain pun mengangkat kepala dari pekerjaannya,
memandang Hermione.
“Anda punya….identitas?” tanya sang goblin.
“Identitas?  Aku—aku belum pernah dimintai identitas sebelumnya!”  kata Hermione.
“Mereka tahu!”  bisik Griphook di telinga Harry, “Mereka pasti telah diperingatkan akan kemungkinan
adanya penipu!”
“Tongkat anda akan membuktikannya, Madam,” ucap si goblin.  Ia mengangkat tangan yang gemetar,
dan tiba-tiba dalam diri Harry muncul kesadaran yang mengkuatirkan, ia menduga bahwa para goblin
Gringotts pastilah telah diperingatkan bahwa tongkat Bellatrix telah dicuri.
“Lakukan sesuatu, lakukan sesuatu!” bisik Griphook di telinga Harry.  “Kutukan Imperius!”
Harry mengangkat tongkat hawthorn  dari dalam jubah, mengarahkan ke goblin tua, dan berbisik, untuk
yang pertama kali dalam hidupnya, “Imperio!”
Sebuah sensasi aneh menjalari lengan Harry, perasaan pedih, kehangatan yang sepertinya mengalir dari
pikirannya, turun ke otot dan pembuluh darah, menghubungkannya ke tongkat dan kutukan yang baru
saja dilancarkannya.
Goblin itu mengambil tongkat Bellatrix, memeriksanya dari dekat, lalu berkata, “Ah, anda telah membuat
tongkat baru, Madam Lestrange!”
“Apa?” ujar Hermione.  “Tidak, tidak, itu milikku—“
“Tongkat baru?” tanya Travers, mendekat ke meja lagi; para goblin di sekitarnya masih mengawasi.
“Tapi bagaimana kau melakukannya?  Siapa pembuat tongkat yang kau pakai?”
Harry bertindak tanpa berpikir.  Mengarahkan tongkat ke Travers, ia bergumam, “Imperio!” sekali lagi.
“Oya, aku mengerti,” kata Travers, memandang tongkat Bellatrix, “Ya, sangat tampan, dan berfungsi
dengan baik?  Aku selalu berpikir tongkat membutuhkan sedikit latihan, bukan begitu?”
Hermione tampak benar-benar bingung, tapi mengingat kemungkinan bantuan dari Harry, dia menerima
saja perubahan peristiwa yang ganjil itu tanpa berkomentar.
Goblin di belakang meja menepuk tangan  dan goblin yang lebih muda datang mendekat.
“Aku perlu Logam Gerincing,“ ia berkata pada si goblin muda, yang bergerak cepat dan kembali lagi
sesaat kemudian membawa tas kulit yang tampaknya penuh logam-logam gemerincing dan
memberikannya pada sang senior.  ”Bagus, bagus!  Jadi, jika anda berkenan mengikuti saya, Madam
Lestrange,“ kata goblin tua, melompat turun dari kursi tak berlengan dan menghilang dari pandangan,
”Saya akan mengantar anda ke lemari besi.“
 Dia muncul di ujung meja, berjalan dengan riang kearah mereka, isi tas kulit masih gemerincing.  Travers
masih berdiri dengan mulut ternganga lebar.  Ron memperhatikan fenomena ganjil ini dan memandang
Travers dengan bingung.
“Tunggu—Bogrod!“

To be continue...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog