Jumat, 14 Oktober 2011

Harry Potter and The Deathly Hallows Bab 31 Part 2

BAB 31 Part 2
PERTEMPURAN DI HOGWARTS
(The Battle of Hogwarts)

“Aku tahu seperti apa diademnya dan aku tahu tempatnya,” kata Harry dengan cepat.
“Dia menyembunyikannya di tempat aku menyimpan buku Ramuan lamaku, dimana semua orang
menyimpan barang-barang sejak berabad-abad.  Dia menyangka hanya dia yang tahu.  Ayo.”
Ketika dinding bergetar lagi, Harry memimpin kedua rekannya kembali melewati pintu masuk yang
tersembunyi dan menuruni tangga menuju Kamar Kebutuhan.  Ruangan itu hanya berisi tiga orang
wanita:  Ginny, Tonks dan penyihir tua yang mengenakan topi yang dimakan ngengat, yang segera
dikenali Harry sebagai nenek Neville.
“Ah, Potter,” dia berkata renyah, seakan-akan dia memang menunggu Harry, “kau bisa menceritakan
apa yang terjadi.”
“Semua baik-baik saja?” tanya Ginny dan Tonks bersamaan.
“Setahu kami begitu,” jawab Harry. “Apa masih ada orang di jalan menuju Hog’s Head?”  Dia tahu
ruangan tidak akan bertransformasi jika masih ada orang di dalamnya.
“Aku yang terakhir,” kata Mrs.  Longbottom,  “Aku menyegelnya.  Kurasa tidak baik meninggalkannya
terbuka ketika Aberforth tidak di pub-nya.  Kau melihat cucuku?”
 “Dia bertarung,” ucap Harry.
“Sudah selayaknya,” kata wanita tua itu bangga.  “Permisi, aku harus pergi dan mendampinginya.”
Dengan kecepatan yang mengejutkan dia pergi dengan langkah berderap di lantai batu.
Harry memandang Tonks.
“Kukira kau seharusnya bersama Teddy di rumah ibumu?”


“Aku tak tahan jika tidak tahu—,“ Tonks tampak menderita.  ”Ibuku akan merawatnya—kau melihat
Remus?”
“Dia berencana memimpin sekelompok pejuang menuju ke dasar—“
Tanpa berkata-kata, Tonks melesat pergi.
“Ginny, ujar Harry, “maaf, tapi kami perlu kau keluar juga.  Sebentar saja.  Lalu kau bisa masuk lagi.”
Ginny tampak senang meninggalkan tempat perlindungannya.
“Nanti kau bisa masuk lagi!” Harry berteriak ketika Ginny berlari menyusul Tonks.
“Kau harus masuk
lagi!
“Tunggu sebentar!” kata Ron tajam.  “Kita lupa seseorang!”
“Siapa?” tanya Hermione.
“Para peri rumah, mereka di dapur kan?”
“Maksudmu kita minta mereka bertarung?” tanya Harry.
“Tidak,” kata Ron serius. “Maksudku kita harus menyuruh mereka keluar.  Kita tidak mengharapkan
Dobby-Dobby yang lain, kan?  Kita tidak bisa meminta mereka mati untuk kita—“
Taring basilisk di lengan Hermione jatuh berkelontangan.  Berlari kearah Ron, kedua lengannya memeluk
leher Ron dan ia mencium Ron penuh di mulutnya.  Ron membuang taring dan sapu terbang yang
dipegangnya, menyambut dengan penuh antusias dan mengangkat tubuh Hermione dari lantai.
“Apa harus sekarang?” Harry bertanya lemah, dan ketika tak ada yang terjadi kecuali Ron dan Hermione
berpelukan semakin erat dan berayun di tempat, dia berteriak, “Oi!  Ada perang!”  Ron dan Hermione
berpisah, masih saling mengalungkan lengan.
“Aku tahu, teman,” kata Ron, yang terlihat seperti kepalanya baru saja terhantam Bludger, “sekarang
atau tidak sama sekali, ya kan?”
“Tidak masalah, tapi bagaimana dengan Horcruxnya?” Harry berteriak.  “Apa kalian bisa
me—menundanya sampai kita dapat diademnya?”
“Yeah—benar—maaf,” kata Ron.  Dia dan Hermione memungut kembali taring-taring yang jatuh,
keduanya dengan wajah merona merah jambu.
 Jelas sekali, ketika mereka bertiga melangkah ke koridor atas, bahwa dalam waktu yang mereka
habiskan di Kamar Kebutuhan, suasana di kastil telah bertambah buruk:  dinding dan langit-langit
bergetar lebih hebat dari sebelumnya; debu memenuhi udara, dan dari jendela terdekat, Harry melihat
kilatan cahaya hijau dan merah sangat dekat di kaki kastil sehingga dia tahu para
Death Eater
pastilah
sudah sangat dekat dengan pintu masuk.  Menengok ke bawah, Harry melihat Grawp si Raksasa lewat
meliuk-liuk, mengayunkan sesuatu yang tampak seperti gargoyle batu yang lepas dari atap dan dia
meraung tak senang.
“Mari kita berharap semoga dia menginjak beberapa dari mereka,” ucap Ron ketika lebih banyak jeritan
bergema dari bawah.
“Asal bukan pihak kita,” terdengar satu suara:  Harry menoleh dan melihat Ginny dan Tonks, keduanya
dengan tongkat terarah ke sasaran melalui jendela sebelah, yang sudah kehilangan beberapa kacanya.
Bahkan saat Harry memandang, Ginny bisa menembakkan mantra dengan sangat baik kearah kerumunan
petarung dibawah.
“Gadis pintar!”  koar seseorang yang berlari menembus debu kearah mereka, dan Harry melihat
Aberforth lagi, rambut abu-abunya melambai ketika ia lewat sambil memimpin sekelompok siswa.
“Tampaknya mereka mungkin menembus menara utara, mereka juga membawa raksasa.”
“Anda lihat Remus?”  Tonks bertanya kepadanya.
“Dia melawan Dolohov,” teriak Aberforth, “belum lihat lagi.”
“Tonks,” panggil Ginny.  “Tonks, aku yakin dia baik-baik saja—“
Tapi Tonks sudah berlari ke dalam debu menyusul Aberforth.
Ginny berputar, tak berdaya, menuju Harry, Ron dan Hermione.
“Mereka akan baik-baik saja,” kata Harry, walaupun sadar kedengarannya hampa.  “Ginny, kami akan
segera kembali, menjauhlah, jaga diri—ayo!” kata Harry sambil mengajak Ron dan Hermione, dan
mereka berlari kembali menuju hamparan dinding yang dibaliknya Kamar Kebutuhan menunggu
permintaan selanjutnya.
Aku perlu tempat untuk menyembunyikan segalanya.
Harry memohon di dalam kepalanya dan pintu
terbentuk setelah hilir mudik yang ketiga kali.
Kehebohan pertempuran tak terdengar lagi saat mereka memasuki ambang pintu dan menutupnya:
Sunyi.  Mereka berada di tempat seluas katedral dengan pemandangan sebuah kota, dindingnya yang
tinggi terdiri dari berbagai benda yang disembunyikan oleh ratusan siswa yang sudah lama lulus.
“Dan dia menyangka tak
seorangpun
bisa masuk?” ucap Ron, suaranya bergema dalam kesunyian.
“Dikiranya hanya dia  satu-satunya,” kata Harry.  “Sayang baginya aku harus menyembunyikan benda di
masaku….kesini,” tambahnya.  “Kurasa dibawah sini…”  mereka berjalan cepat melalui gang-gang yang
berdampingan.  Harry bisa mendengar langkah-langkah kaki lain bergema melalui tumpukan tinggi
benda-benda tak berguna:  botol, topi, peti kayu, kursi, buku, senjata, sapu, kelelawar…..
“Suatu tempat  di sekitar sini,” Harry bergumam sendiri, ”suatu tempat….suatu tempat…”
 Dia masuk semakin jauh ke dalam labirin, mencari benda yang dikenalnya dari perjalanan pertamanya
masuk ke ruang itu.  Nafasnya terdengar keras di telinga, dan dirinya terasa menggigil.  Dan itu dia, tepat
di depannya, lemari besar melepu, tempat dia menyimpan buku Ramuan tuanya, dan diatasnya, patung
batu penyihir tua jelek yang sudah gompal memakai wig tua berdebu dan sesuatu yang tampak seperti
tiara kuno tak berwarna.
Dia baru saja menjulurkan tangan, walaupun tinggal beberapa langkah, ketika suara di belakangnya
berkata, “Tahan, Potter.”
Dia berhenti dan berputar.  Crabbe dan Goyle berdiri di belakangnya, berdampingan, tongkat
mengacung pada Harry.  Melalui celah diantara kedua wajah mencemooh itu dia melihat Draco Malfoy.
“Itu tongkatku yang kau pegang, Potter,” kata Malfoy, mengacungkan tongkatnya sendiri melalui celah
diantara Crabbe dan Goyle.
“Bukan lagi,” kata Harry terengah-engah, mempererat pegangannya di tongkat Hawthorn.  “Pemenang,
pemegang, Malfoy.” “Siapa yang meminjamimu tongkat?”
“Ibuku,” jawab Draco.
Harry tertawa, walaupun tak ada yang lucu.  Dia tidak bisa mendengar Ron dan Hermione lagi.  Telinga
mereka mungkin kehilangan kepekaan, sibuk mencari diadem.
“Jadi kenapa kalian bertiga tidak bersama Voldemort?”  tanya Harry.
“Kami akan mendapat penghargaan,” ucap Crabbe.  Diluar dugaan, suaranya sangat lembut untuk orang
sebesar dia:  Harry belum pernah mendengar dia bicara sebelumnya.  Crabbe bicara seperti seorang
anak kecil yang dijanjikan sekantung besar permen.
“Kami kembali, Potter.  Kami memutuskan tidak pergi.  Memutuskan untuk membawamu kepadanya.”


“Rencana yang bagus,” kata Harry pura-pura kagum.  Rasanya tidak percaya sudah sedekat ini, dan
dihalangi oleh Malfoy, Crabbe dan Goyle.  Dia mulai menepi, perlahan mundur ke belakang menuju
tempat Horcrux berada, yang miring diatas patung dada.  Jika dia bisa mengambilnya sebelum keributan
pecah….
“Jadi bagaimana kalian bisa masuk kesini?” dia bertaya, mencoba mengalihkan perhatian.
“Aku berada di Ruang Benda Tersembunyi sepanjang tahun lalu,” kata Malfoy,  suaranya lemah.  “Aku
tahu bagaimana masuk kesini.”
“Kami bersembunyi di koridor luar,” gerutu Goyle.  “Kami bisa melakukan Mantra Menghilang
sekarang!  Dan lalu, “ wajahnya menyeringai,” kau berputar tepat di depan kami dan berkata kau
mencari sebuah die-dum!  Apa itu die-dum?"
“Harry?” suara Ron tiba-tiba bergema dari dinding di sisi kanan Harry.  “Apa kau bicara dengan
seseorang?”
Dalam gerakan cepat, Crabbe mengarahkan tongkatnya pada gunung 50 kaki yang terdiri dari mebel tua,
kopor rusak, buku lama dan jubah serta bermacam sampah tak jelas, dan berteriak, “
Descendo!
 Dinding mulai bergetar, lalu tiga tingkat teratas mulai ambruk ke gang di dekat Ron berdiri.
“Ron!”  Harry berteriak, ketika dari suatu tempat yang tak kelihatan terdengar teriakan Hermione, dan
Harry mendengar begitu banyak benda jatuh ke lantai di sisi lain dinding yang rapuh:  Dia mengarahkan
tongkatnya ke benteng itu, berteriak, “
Finite!
” dan akhirnya dinding tegak kembali.
“Jangan!” teriak Malfoy, memegangi lengan Crabbe untuk mencegahnya mengulangi mantra, “jika kau
menghancurkan ruangan kau mungkin mengubur diadem itu!”
“Lalu kenapa?” kata Crabbe,melepaskan diri.  ”Potter-lah yang diinginkan Pangeran Kegelapan, siapa
peduli tentang die-dum?”
“Potter masuk kesini untuk mendapatkannya,” kata Malfoy, jengkel dan tidak sabar pada pikiran lambat
rekannya, “jadi itu artinya—“
“’Itu artinya’?”  Crabbe menghadap Malfoy dengan kemarahan tak tertahan.  “Siapa peduli apa yang kau
pikir?  Aku tidak menerima perintahmu lagi,
Draco
.  Kau dan ayahmu sudah berakhir.”
“Harry?” teriak Ron lagi, dari sisi lain tumpukan sampah.  “Ada apa?”
“Harry?”  Crabbe menirukan.  “Ada apa—
tidak
, Potter!
Crucio!
Harry menyerbu tiara;  kutukan Crabbe luput tapi mengenai patung batu, yang terlempar ke udara;
diadem membumbung tinggi ke atas dan jatuh hilang dari pandangan di tumpukan benda-benda dimana
patung dada itu terjatuh.
“BERHENTI!”  Malfoy berteriak pada Crabbe, suaranya bergema di ruang besar itu.  “Pangeran
Kegelapan menginginkannya hidup-hidup—“
“Jadi?  Aku tidak membunuhnya, kan?” teriak Crabbe, melepaskan diri dari lengan Malfoy yang
menahannya.  “Tapi jika aku bisa, pasti aku bisa, Pangeran Kegelapan akan membunuhnya juga kan, apa
beda--?”
Kilatan cahaya merah tua melewati Harry beberapa inci:  Hermione lari lewat pojok di belakang Harry
dan menembakkan Mantra Pemingsan kearah kepala Crabbe.  Mantra itu luput hanya karena Malfoy
mendorongnya menjauh.
“Itu si Darah-Lumpur!
Avada Kedavra!
Harry melihat Hermione menukik kesamping, dan kemarahannya karena Crabbe berniat membunuh telah
membuat pikirannya yang lain tersapu.  Dia menembakkan Mantra Pemingsan pada Crabbe, yang segera
berpindah, menyebabkan tongkat di tangan Malfoy terlepas;  tongkat itu berputar hilang dari pandangan
diantara gunung mebel rusak dan tulang belulang.
“Jangan bunuh dia!  JANGAN BUNUH DIA!!” Malfoy berteriak pada Crabbe dan Goyle, yang
keduanya menyerang Harry:  Sedetik keraguan merekalah yang dibutuhkan Harry.
Expelliarmus!
Tongkat Goyle terlempar dari tangannya dan menghilang di tumpukan benda disampingnya; Goyle
dengan bodoh melompat kesana, mencoba meraihnya; Malfoy melompat menjauh dari jangkauan Mantra
 Pemingsan Hermione, dan Ron, muncul tiba-tiba di ujung dinding, menembakkan
Kutukan-Ikat-Tubuh-Sempurna kepada Crabbe, yang nyaris kena.
Crabbe berputar dan menjerit, ”
Avada Kedavra!

” lagi.  Ron melompat kesamping untuk menghindari
kilatan cahaya hijau.  Malfoy yang tanpa-tongkat berlindung dibalik lemari tiga kaki ketika Hermione
menyerang mereka, muncul sambil menembak Goyle dengan Mantra Pemingsan.
“Disini di suatu tempat!”  Harry berteriak padanya, menunjukk tumpukan sampah dimana tiara tua itu
jatuh.  “Coba cari sementara aku pergi dan membantu R—“
“HARRY!” dia menjerit.
Suara ribut yang membahana dan bergelombang di belakangnya membuatnya waspada.  Dia menoleh
dan melihat Ron dan Crabbe berlari secepat mungkin menuju gang di depan mereka.
“Suka panas, kan?”  gerung Crabbe sambil berlari.
Tapi tampakya ia kehilangan kendali .  Kobaran api dengan ukuran yang tidak normal mengejar mereka,
menjilat sisi tumpukan sampah, yang langsung ambruk berjelaga.
Aguamenti!
  jerit Harry, tapi tembakan air yang keluar dari ujung tongkatnya menguap di udara.
“LARI!”
Malfoy menyambar Goyle yang pingsan dan menariknya; Crabbe mendahului mereka semua, sekarang
terlihat ketakutan; Harry, Ron dan Hermione mengejar di belakangnya, dan api juga mengejar mereka.
Itu bukan api yang normal; Crabbe telah menggunakan kutukan yang Harry belum pernah tahu.  Ketika
mereka berbelok di pojok, api mengejar mereka seolah-olah hidup, mempunyai perasaan, berusaha
membunuh mereka.  Sekarang api bertambah besar, membentuk makhluk buruk rupa raksasa yang
panas:  ular, chimaera, dan naga  berkobar, mereda dan berkobar lagi, dan benda-benda simpanan
berabad-abad yang menjadi makanan mereka, terlempar ke udara dan masuk ke mulut bertaring, yang
menjulang tinggi ditopang kaki bercakar, sebelum menjadi santapan api neraka itu.
Malfoy, Crabbed dan Goyle telah menghilang dari pandangan:  Harry, Ron dan Hermione diam terpaku;
monster api itu melingkupi mereka, dekat dan semakin dekat, cakar, tanduk dan ekornya
mengibas-ngibas dan panasnya terasa padat seperti dinding di sekitar mereka.
“Apa yang bisa kita lakukan?”  jerit Hermione mengatasi suara raungan api yang memekakkan telinga.
“Kita harus bagaimana?”
“Ini!”

Harry menyambar sepasang sapu terbang yang tampak berat dari gundukan sampah terdekat dan
melemparkan satu lepada Ron, yang menarik Hermione agar naik di belakangnya.  Harry mengayunkan
kakinya di sapu kedua dan, dengan hentakan kuat ke tanah, mereka membumbung tinggi ke udara, luput
sejengkal dari paruh bertanduk monster membara yang hampir menggigit mereka.  Asap dan panas
semakin bertambah besar:  di bawah mereka kobaran api kutukan telah melahap barang-barang yang
diselundupkan bergenerasi siswa, hasil dari ratusan eksperimen gagal, tak terhitung banyaknya rahasia
orang-orang yang mencari perlindungan di ruang tersebut.  Harry tidak bisa melihat tanda-tanda Malfoy,
Crabbe dan Goyle dimana-mana.  Dia menukik rendah sebatas yang berani ia hadapi dari monster api
yang mengancam itu, berusaha menemukan mereka, tapi tak ada apapun selain api:  sungguh cara yang
 mengerikan untuk mati…..dia tak pernah menginginkan ini….
“Harry, ayo keluar, ayo keluar!”  teriak Ron, walaupun mustahil untuk melihat dimana letak pintunya
karena asap begitu tebal.
Dan lalu Harry mendengar jeritan lemah dan memilukan dari tengah-tengah kekacauan yang mengerikan
dan gemuruh api yang menjilat-jilat itu.
“Itu—terlalu—berbahaya!” teriak Ron, tapi Harry tetap berputar di udara.  Kacamatanya membantu
memberikan sedikit perlindungan dari asap tebal, dia menyapu badai api di bawah, mencari tanda-tanda
kehidupan, lengan atau wajah yang belum gosong seperti kayu bakar.
Dan dia melihat mereka:  Malfoy merangkul Goyle yang tidak sadar, mereka berdua bertengger pada
menara rapuh yang terdiri dari bangku-bangku hangus, dan Harry menukik.  Malfoy melihat
kedatangannya dan mengangkat satu tangan, tapi bahkan ketika Harry menyambar lengannya pun ia
langsung tahu bahwa itu tak banyak gunanya.  Goyle terlalu berat dan tangan Malfoy, berkeringat,
tergelincir lepas dari Harry—
”JIKA KITA MATI KARENA MEREKA, AKU AKAN MEMBUNUHMU, HARRY!“  raung Ron,
dan, ketika bara chimaera bergerak menuju mereka, dia dan Hermione menyeret Goyle keatas sapu
mereka dan membumbung tinggi, berputar dan bergerak naik turun di udara sekali lagi ketika Malfoy
memanjat dengan susah payah ke belakang Harry.
“Pintunya, cepat ke pintu!“  jerit Malfoy di telinga Harry, dan Harry melesat, mengikuti Ron, Hermione
dan Goyle melewati asap hitam bergelombang, bernafas dengan susah payah:  dan disekitar mereka
beberapa benda tersisa yang belum terbakar oleh api yang menjilat-jilat, terlempar ke udara ketika
makhluk hasil api kutukan itu mengejar mereka bagaikan sebuah perayaan besar:  piala-piala dan perisai,
sebuah kalung berkilat-kilat, dan sebuah tiara tua yang luntur warnanya—
Apa yang kau lakukan, apa yang kau lakukan, pintunya disana!
  jerit Malfoy, tapi Harry
membelok tiba-tiba, menikung dan menukik.  Diadem itu tampaknya bergerak dengan lambat, berputar
dan berkilat ketika jatuh mendekati rongga mulut ular yang menganga, dan ia mendapatkannya,
menangkapnya di pergelangan tangan –
Harry menikung lagi ketika tiba-tiba ular itu mengarah kepadanya dengan cepat; dia membumbung
keatas dan melesat menuju tempat dimana -dia berdoa- pintu terbuka; Ron, Hermione dan Goyle tak
tampak; Malfoy menjerit-jerit dan memegangi Harry erat-erat sampai sakit rasanya.  Lalu, menembus
asap, Harry melihat bentuk bujursangkar di dinding dan mengarahkan sapu kesana, dan sekejap
kemudian udara bersih mengisi kerongkongan dan dinding koridor muncul di hadapannya.
Malfoy turun dari sapu dan menunduk, terengah-engah, batuk-batuk, mengeluarkan suara dari
kerongkongan seperti mau muntah.  Harry berputar dan menegakkan diri:  PIntu Kamar Kebutuhan telah
menghilang, Ron dan Hermione duduk di lantai terengah-engah disamping Goyle, yang masih tak sadar
juga.
“C-Crabbe,” kata Malfoy tersedak ketika sudah bisa bicara lagi.  “C-Crabbe…”
“Dia mati,” kata Ron tajam.
Semua terdiam, hanya terdengar suara nafas terengah-engah dan batuk-batuk.  Lalu beberapa dentuman
besar menggetarkan kastil, dan iring-iringan sosok-sosok transparan berkuda lewat dengan kencang,
 kepala-kepala mereka menjerit dengan darah menetes di bawah lengan.  Harry berdiri sempoyongan
ketika Perburuan-Tanpa-Kepala telah lewat, dan memandang sekeliling:  Pertempuran masih
berlangsung.  Dia bisa mendengar jeritan lebih banyak dibandingkan hantu-hantu tadi.  Dia merasa panik.
“Dimana Ginny?”  tanyanya.  “Tadi dia disini.  Seharusnya dia kembali ke Kamar Kebutuhan.”
“Ya ampun, apa menurutmu kamar itu masih bisa digunakan setelah kebakaran tadi?”  tanya Ron, dia
juga berdiri, menggosok dadanya dan menoleh kanan-kiri.  “Apa kita harus berpencar dan melihat--?”

“Tidak,” ujar Hermione, ikut berdiri.  Malfoy dan Goyle masih merosot lemas di lantai koridor, tak
satupun yang memegang tongkat.  “Tetap bersama-sama.  Menurutku kita pergi—Harry, apa itu
ditanganmu?”
“Apa? Oh yeah—“
Dia menarik diadem dari pergelangan tangan dan mengangkatnya.  Masih panas, menghitam karena
jelaga, tapi ketika dia melihat lebih dekat dia baru mengerti tulisan yang terukir diatasnya;
KEPINTARAN TAK TERHINGGA ADALAH HARTA MANUSIA YANG PALING BERHARGA.
Substansi seperti darah, gelap dan lengket, tampak keluar dari diadem.  Tiba-tiba Harry merasa benda
itu bergetar dengan kasar, lalu terbelah di tangannya, dan ketika itu terjadi, rasanya ia mendengar
teriakan kesakitan yang sangat dingin dan samar-samar, bergema bukan dari dasar kastil, melainkan dari
benda yang baru saja pecah di tangannya.
“Itu pasti
Fiendfyre!
  kata Hermione, menatap pecahan diadem.
“Apa?”
Fiendfyre
—api kutukan—salah satu substansi yang dapat menghancurkan Horcrux, tapi aku tak akan
pernah berani menggunakannya—sangat berbahaya—bagaimana Crabbe bisa tahu cara--?”
“Pasti belajar dari Carrow bersaudara,” gerutu Harry.
“Sayang dia tidak memperhatikan ketika mereka menjelaskan bagaimana menghentikannya,” ucap Ron,
yang rambutnya, seperti Hermione, hangus, dan wajahnya hitam penuh jelaga.
“Jika dia tidak mencoba membunuh kita semua, aku akan menyesal dia mati.”
“Tapi mengertikah kalian?”  bisik Hermione, “ini artinya, jika kita bisa mendekati ularnya—“
Tapi ia berhenti ketika teriakan-teriakan dan suara keras pertarungan memenuhi koridor.  Harry
memandang sekeliling dan jantungnya hampir melorot:
Death Eater
telah berhasil masuk Hogwarts.
Fred dan Percy muncul, keduanya melawan orang-orang bertopeng dan bertudung.
Harry, Ron dan Hermione berlari kearah mereka untuk membantu:  Kilatan cahaya meluncur
dimana-mana, dan orang yang bertarung dengan Percy mundur, cepat:  kemudian tudungnya terbuka dan
mereka melihat dahi lebar dan rambut kaku.
“Halo, Pak Menteri!”  teriak Percy, menembakkan mantra sederhana langsung kepada Thicknesse, yang
langsung menjatuhkan tongkat dan merobek bagian depan jubahnya, tampak sangat tidak senang.
 “Apa sudah kubilang aku mengundurkan diri?”
“Kau bercanda, Perce!“  teriak Fred ketika
Death Eater
yang dilawannya pingsan karena kekuatan tiga
mantra pemingsan sekaligus.  Thicknesse jatuh ke lantai dengan paku-paku kecil muncul di sekujur
tubuhnya; dia tampak berubah menjadi sesuatu yang mirip landak laut.  Fred memandang Percy dengan
perasaan senang.
”Kau benar-benar bercanda, Perce....kurasa sudah lama kami tidak mendengarmu bercanda sejak....“
Langit meledak.  Mereka sedang berkumpul bersama-sama, Harry, Ron, Hermione, Fred dan Percy,
dua
Death Eater
di kaki mereka, satu pingsan, satunya ber-transfigurasi; dan dalam sekejap mata -ketika
bahaya tampak sedikit terkendali- dunia seperti terpisah, Harry merasa dirinya melayang di udara, dan
yang bisa dilakukannya hanyalah memegang erat-erat tongkat kayu kurus senjata satu-satunya, dan
melindungi kepala dengan lengannya:  Dia mendengar jeritan dan teriakan rekan-rekannya tanpa
berharap mengetahui apa yang terjadi pada mereka—
Dan kemudian dunia terbagi menjadi rasa sakit dan kegelapan.  Harry separuh terkubur dalam reruntuhan
koridor yang diserang dengan brutal.  Udara dingin menandakan bahwa sisi kastil telah hancur dan rasa
panas di pipinya menunjukkan dia banyak mengeluarkan darah.  Lalu dia mendengar tangisan yang
mengiris hatinya, ekspresi penderitaan yang tidak mungkin disebabkan oleh api maupun kutukan, dan dia
berdiri, sempoyongan, lebih takut daripada yang telah dirasakannya hari itu, lebih takut, mungkin
daripada yang pernah dirasakan seumur hidupnya....
Dan Hermione berusaha berdiri di reruntuhan, dan tiga lelaki berambut merah berkumpul di tanah dimana
dinding hancur berkeping-keping.  Harry meraih tangan Hermione ketika mereka berjalan
terhuyung-huyung dan tersandung batu serta kayu.
"Tidak—tidak—tidak!“  seseorang menjerit.  “Tidak—Fred—tidak!”
Dan Percy mengguncang-guncang tubuh saudaranya, Ron berlutut disampingnya, dan mata Fred terbuka
dengan hampa, bayangan tawa terakhir masih terukir di wajahnya.
 
To be continue............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog