Minggu, 02 Oktober 2011

Harry Potter And The Deathly Hallows Bab 2


BAB 2
DALAM KENANGAN


(In Memoriam)

Harry berdarah. Tangan kanannya berpegangan pada tangan kirinya, kemudian sambil mengumpat
pelan, dia membuka kamar tidurnya memakai pundaknya. Terdengar suara gelas pecah : rupanya pintu
kamarnya menabrak cangkir yang berisi teh yang sudah dingin yang diletakkan di lantai persis di depan
pintu kamarnya.
“Apa-apan ini-..?”
Dia melihat sekeliling, semua tampak sepi. Besar kemungkinan cangkir itu diletakan oleh Dudley
sebagai jebakan. Sambil tetap mengangkat tangannya yang berdarah, Harry memunguti pecahan cangkir
itu dengan tangannya yang lain dan memasukkannya ke tempat sampah di dalam kamarnya yang sudah
penuh sesak. Kemudian dia bergegas menuju kamar mandi untuk membalut jarinya yang terluka.
Beberapa hari ini sangat menyebalkan, bahwa dia masih harus menunggu empat hari lagi untuk
dapat melakukan sihir….. tapi kemudian dia menyadari bahwa luka di jarinya ini belum tentu dapat dia
tangani dengan sihir. Dia belum pernah belajar cara menyembuhkan luka sehingga dia merasa – apalagi
mengingat rencana yang akan dilakukannya - bahwa ini merupakan kesalahan yang fatal dalam dunia
pendidikan sihir. Dia berusaha mengingatkan dirinya bahwa dia nanti harus bertanya pada Hermione
mengenai hal ini. Harry menggunakan kertas toilet untuk mengelap bekas tumpahan teh, sebelum masuk
kembali ke kamarnya sambil menutup pintu kamarnya dengan jengkel.
Harry telah menghabiskan waktu sepanjang pagi untuk mengosongkan koper sekolahnya, ini
untuk pertama kalinya dalam enam tahun ini. Biasanya pada awal musim sekolah dia hanya mengganti tiga
 per empat bagian atas kopernya, sedangkan bagian bawah selalu dia biarkan, biasanya berisi – pena bulu
yang sudah uzur, mata kumbang yang sudah kering, dan kaus kaki yang tinggal sebelah yang tentu saja
sudah tidak muat lagi. Beberapa menit sebelumnya, Harry memasukkan tangan kanannya ke dalam
tumpukan bagian bawah itu, tiba-tiba tangannya terasa sakit seperti ada yang menusuk di jari
keempatnya, dan dia menarik kembali tangannya yang sudah berdarah.
Dia kemudian dengan hati-hati memasukkan kembali tangannya ke tumpukan itu, dan
meraba-raba di bagian dasar koper, mendapatkan lencana lusuh yang berganti-ganti tulisan antara
‘Dukung Cedric Diggory’ dan ‘Pottter
Stinks
’, ada juga
Sneakoscope
(teropong yang akan berbunyi jika
ada sesuatu yang mencurigakan) yang sudah retak, kemudian ada sebuah liontin penyimpan foto yang
terbuat dari emas yang di dalamnya terdapat sebuah tulisan R.A.B., dan akhirnya dia menemukan benda
tajam yang melukai jarinya. Dia mengenali benda itu. Benda yang panjangnya dua inchi itu adalah
pecahan dari cermin ajaib yang diberikan oleh ayah baptisnya yang telah mati, Sirius, kepadanya. Dia
menaruh pecahan itu dengan hati-hati ke samping koper kemudian meraba-raba lagi bagian dasar koper
itu, namun dia tidak menemukan pecahan lainnya, hanya bubuk-bubuk kaca yang menempel pada dasar
koper, seperti kerikil yang berkilauan.
Harry kemudian duduk sambil mengamati pecahan cermin itu dan hanya melihat pantulan mata
hijauanya. 



Lalu dia letakkan benda itu di atas Koran
Daily Prophet
edisi pagi itu yang terletak di atas
kasurnya. Kemudian dia mengambil secara acak tumpukan yang ada dalam kopernya untuk
menghilangkan kenangan pahit yang tiba-tiba merasuk dan memuncak, dia merasa menyesal menemukan
pecahan cermin itu namun disaat bersamaan dia merasakan kerinduan yang mendalam..
Butuh satu jam untuk mengosongkan sisa kopernya, dan membuang benda-benda yang sudah
tak berguna kemudian memilah-milah mana saja yang masih akan digunakan. Jubah sekolah dan
quidditch, kuali, gulungan perkamen, pena bulu, dan hampir semua buku-buku sekolahnya ditumpuk di
ujung kamar untuk ditinggal. Harry mengira-ngira  apa yang akan dilakukan paman dan bibirnya terhadap
benda-benda itu, mungkin membakarnya pada malam hari seolah-olah benda-benda itu merupakan bukti
suatu kejahatan yang besar. Baju
muggle
, jubah gaib, peralatan membuat ramuan, beberapa buku
penting, album foto yang diberi oleh Hagrid, setumpuksurat dan tongkat sihirnya telah ia masukkan ke
dalam sebuah tas karung lusuh. Di bagian depannya ada kantong yang diisi
Marauder’s Map
(Peta
Perampok) dan liontin penyimpan foto yang berisi tulisan R.A.B. di dalamnya. Liontin itu ia bawa bukan
karena ia sangat berharga tetapi karena segala pengorbanan yang harus dikeluarkan untuk
mendapatkannya.
Sekarang tinggal setumpuk koran di mejanya di samping burung hantu berwarna putih salju,
Hedwig, yang ia baca tiap hari selama musim panas inidi Privet Drive .
Harry kemudian bangkit dari lantai dan menuju mejanya. Hedwig tetap terdiam saat Harry
mengambil koran-koran tersebut dan melemparnya satu per satu ke bagian   tumpukan yang sudah tak
berguna, burung hantu itu tetap tidur , atau pura-pura tidur mungkin, karena ia merasa marah terhadap
Harry yang lebih sering mengurungnya di sangkar sekarang ini.
Saat mendekati dasar tumpukan koran, Harry melambat, lalu mencari sebuah edisi yang dia
peroleh beberapa waktu setelah ia sampai di Privet Drive musim panas ini; dia sekilas ingat ada sebuah
artikel mengenai pengunduran diri Charity Burbage, seorang guru ‘Telaah Muggle’ di Hogwart. Akhirnya
ia menemukan apa yang ia cari. Ia membuka halaman sepuluh, lalu duduk di kursinya dan mulai membaca
kembali artikel yang ia cari itu.
 ALBUS DUMBLEDORE DALAM KENANGAN oleh Elphias Doge
Aku pertama kali bertemu Albus Dumbledore pada umur sebelas tahun, pada saat hari pertama
kami di Hogwart. Perkenalan kami tak diragukan lagi karena kami berdua merasa orang-orang
yang terkucil. Aku sendiri menderita cacar naga sejak sebelum masuk sekolah, meskipun sudah
tidak menular lagi, namun bekas cacar di wajahku yang berwarna hijau menyebabkan orang lain
menjauhiku. Sedangkan Albus sendiri datang ke Hogwart dengan membawa beban berupa
reputasi yang buruk. Belum genap setahun yang lalu, ayahnya - Percival, telah divonis bersalah
atas penyerangan yang “terkenal sadis” terhadap tiga pemuda muggle.
Albus tidak pernah mencoba untuk menyangkal kenyataan bahwa ayahnya ( yang meninggal
di Azkaban ) memang melakukan kejahatan itu, bahkan ketika aku memberanikan diri untuk
menanyakan hal itu, dia meyakinkanku bahwa ayahnya memang bersalah. Tetapi lebih dari itu
dia enggan membahas masalah itu lebih jauh, walaupun dibujuk dengan cara apapun. Beberapa
orang memuja aksi ayahnya itu dan mengira Albus juga seorang pembenci-muggle. Mereka tentu
saja salah besar, bagi yang mengenal Albus pasti akan berkata bahwa Albus tidak pernah
menunjukan tanda-tanda anti-muggle. Bahkan dukungannya terhadap hak-hak muggle
menyebabkan dia mendapat banyak musuh di kemudian hari.
Dalam beberapa bulan saja Albus sudah sedemikian terkenalnya bahkan orang-orang sudah
tidak lagi mempermasalahkan ayahnya. Pada akhir tahun pertamanya, dia sudah tidak lagi
dikenal sebagai anak dari seorang pembenci-muggle, tetapi lebih sebagai murid paling cerdas
yang pernah dimiliki Hogwart. Bagi kami yang mendapat keistimewaan menjadi temannya sangat
merasa beruntung dapat melihat langsung teladannya, belum lagi segala bantuan dan dorongan,
yang senantiasa ia berikan. Kelak dia mengaku padaku bahwa dia sebenarnya merasa sangat
menikmati mengajar orang lain.
Dia tidak saja memenangkan semua penghargaan yang ada di sekolah, namun juga berhasil
menjalin korespondensi dengan berbagai penyihir ternama di masanya, termasuk Nicolas Flamel,
seorang Alchemist ternama, Bathilda Bagshot, seorang Ahli Sejarah, dan Adalbert Waffling, Ahli
Teori Sihir. Beberapa tulisannya sudah dikenal luas, seperti, Transfiguration Today, Challenges in
Charming, dan Practical Potioneer. Karir Dumbledore terus meroket, sepertinya tinggal tunggu
waktu saja dia akan menjadi Menteri Sihir. Meskipun banyak orang yang memprediksi hal ini,
namun dia sendiri tidak punya ambisi untuk menjadi Menteri.
Tiga tahun setelah kami sekolah di Hogwart, Adik lakinya, Aberforth, masuk ke Hogwart.
Mereka sangat berbeda, tidak seperti Albus, Aberforth bukanlah model penyenang buku dan lebih
senang menyelesaikan masalah dengan duel daripada berdiskusi. Tapi orang-orang salah menilai
bahwa mereka berdua tidak akan cocok satu sama lainnya. Pada kenyataannya mereka berdua
baik-baik saja sebagai dua bersaudara. Meskipun sejujurnya, sangatlah tidak menyenangkan
bagi Aberforth karena dia harus berada di bawah bayang-bayang Albus. Sebagai kawan yang
selalu kalah bersinar dari Albus saja sudah kurang menyenangkan, apalagi jika sebagai adiknya.
Ketika Albus dan aku meninggalkan Hogwart, kami bermaksud berkeliling dunia
bersama-sama, mengunjungi dan berkenalan dengan penyihir dari negeri lain, sebelum nantinya
akan mengejar karir masing-masing. Namun sebuah tragedi terjadi. Malam sebelum kami
berangkat, ibunda Albus, Kendra, meninggal dunia, menjadikan Albus sebagai kepala keluarga,
penanggung hidup keluarganya. Aku menunda keberangkatanku cukup lama untuk memberi
penghormatan pada pemakaman Kendra, kemudian aku berangkat sendiri keliling dunia. Dengan
 adanya adik laki-laki dan adik perempuan yang harus dia urus, sepertinya Albus tak mungkin
menemaniku, apalagi emas yang diwarisinya sangat sedikit.
Masa itu
adalah masa di mana kami sangat sedikit melakukan kontak. Aku menulis kepada
Albus mengenai perjalananku, lolosnya aku dari Chimaera di Yunani sampai menyaksikan
keajaiban dari percobaan-percobaan Alchemist Mesir. Suratnya sendiri berisi kegiatan dari hari
ke hari, yang menurutku tentu sangat membosankan dan membuat frustasi bagi seorang penyihir
brilian seperti dia. Kemudian sebuah berita mengejutkan aku dapatkan di tahun terakhirku
berkelana, sebuah tragedi kembali menimpa keluarga Dumbledore, yaitu kematian adik
perempuan Albus, Ariana.
Meskipun Ariana memang sudah sakit sejak lama, kematiannya yang berdekatan dengan
kematian ibunya, memberikan efek yang besar pada dua kakak beradik itu. Semua orang yang
dekat dengan Albus – termasuk aku – sangat yakin bahwa kematian Ariana dan rasa bersalah
yang dirasakan oleh Albus (walaupun, tentu saja, ia tidak bersalah) telah meninggalkan bekas
mendalam pada Albus.
Ketika aku pulang, aku melihat ia sebagai sesosok anak muda yang telah mengalami
pengalaman pahit yang seharusnya hanya dirasakan oleh orang yang lebih tua darinya. Albus
menjadi lebih tertutup dari biasanya, dan menjadi kurang ceria. Bahkan untuk menambah
kesedihannya, kematian Ariana bukannya membuat
hubungan Albus dan Aberforth menjadi
dekat, tetapi malahan membuat hubungan keduanya menjadi rengggang (namun kelak keadaan
ini akan membaik, bahkan mereka menjalin hubungan yang sangat dekat di antara keduanya).
Namun sejak itu dia sangat jarang membicarakan orang tuanya maupun Ariana, dan
teman-temannya pun tidak menyinggung hal itu lagi.
Tulisan lainnya mengenai dia pasti akan menyebutkan kejayaan-kejayaannya di tahun-tahun
berikutnya. Kontribusi Dumbledore sangatlah banyak bagi pengetahuan
dunia sihir, di antaranya
penemuan dua belas kegunaan darah naga akan sangat berguna bagi generasi berikutnya,
demikian juga dengan kearifannya saat ia menjabat sebagai Ketua Dewan Warlock of
Wizengamot. Sampai saat ini pun orang-orang masih mengatakan bahwa tidak ada duel antara
penyihir, sehebat duel antara Dumbledore dan Grindelwald pada tahun 1945. Bagi mereka yang
menyaksikannya secara langsung pasti akan melukiskan rasa kagum sekaligus kengerian yang
mereka rasakan saat melihat duel dua penyihir itu. Kemenangan Dumbledore, dan dampaknya
bagi dunia sihir, diakui sebagai salah satu titik balik dalam dunia sihir yang ketenarannya
menyamai Perjanjian Internasional mengenai Kerahasiaan Sihir atau bahkan kejatuhan Dia Yang
Tak Boleh Disebut Namanya.
Albus Dumbledore tidak pernah sombong maupun menonjolkan diri; dia selalu melihat
keistimewaan di tiap-tiap orang, namun aku percaya bahwa segala kesedihan yang pernah ia
alami telah menjadikan ia sebagai seorang yang penuh rasa kemanusiaan dan simpati. Aku pasti
akan sangat kehilangan dirinya, namun rasa kehilanganku ini tidak ada artinya dibandingkan
dengan kehilangan yang dirasakan oleh dunia sihir. Tidak dapat disangkal lagi bahwa dia
merupakan kepala sekolah Hogwart yang paling menginspirasi dan paling disayangi. 



Bahkan di
ujung hidupnya pun, ia selalu memberikan yang terbaik sampai saat-saat terakhirnya, seperti
pada saat ia mengulurkan tangannya pada seorang anak yang sakit cacar naga, si hari pertama
kukenal dia.
Harry selesai membacanya namun tetap memandangi foto yang menyertai obituari tersebut. Foto
 Dumbledore dalam koran itu sedang tersenyum ramah seperti biasanya, matanya yang mengenakan
kacamata berbentuk setengah lingkaran seperti sedang memandang tajam ke arah Harry, yang kemudian
merasa sedikit malu bercampur sedih..
Selama ini dia mengira dia tahu mengenai Dumbledore tapi setelah membaca obituari ini dia baru
menyadari bahwa dia tidak tahu tentang Dumbledore. Rasanya sulit membayangkan Dumbledore muda;
Harry selalu membayangkan bahwa Dumbledore wujud ke dunia ini langsung menjadi tua seperti yang ia
ingat selama ini.. Membayangkan Dumbledore berupa seorang remaja sangatlah aneh bagi Harry, seperti
mencoba untuk membayangkan Hermione menjadi seorang yang bodoh, atau
Blast-Ended Skrewt
(
Skrewt
yang bisa meledak) adalah binatang yang bersahabat.
Harry tak pernah bertanya kepada Dumbledore mengenai masa lalunya. Sehingga terasa aneh,
bahkan kurang ajar rasanya untuk membayangkan mengenai Dumbledore muda, tapi seperti yang sudah
diketahui secara luas bahwa Dumbledore melakukan duel yang melegenda melawan Grindelwald, dan
Harry tak pernah berpikir menanyakan hal itu sebelumnya kepada Dumbledore, bagaimana Rasanya
melakukan pertarungan itu, ataupun bertanya mengenai pencapaian-pencapaiannya yang terkenal. Yang
selalu mereka diskusikan selama ini hanyalah mengenai Harry, masa lalu Harry, masa depan Harry,
rencana Harry…. dan sepertinya Harry baru menyadari, bahwa walaupun masa depannya sendiri
sangatlah berbahaya dan sangat tidak menentu tapi dia merasa menyesal telah kehilangan kesempatan
untuk bertanya kepada Dumbledore mengenai kehidupan pribadi orang tua itu, bahkan satu-satunya
pertanyaan pribadi yang pernah dia tanyakan kepada kepala sekolahnya itu, menurutnya tidak dijawab
dengan jujur oleh Dumbledore :
“Apa yang anda lihat saat melihat ke cermin itu?”
“Aku? Aku melihat diriku memegang sepasang kaus kaki wool yang tebal.”
Setelah beberapa menit, Harry menyobek obituari tersebut dari koran itu, melipatnya dengan
hati-hati, dan menyelipkannya ke dalam buku
Practical Defensive Magic and its Use against the Dark
Art
(Sihir Pertahanan dan Kegunaannya Melawan Ilmu Hitam). Kemudian dia melempar sisa koran ke
tumpukan yang berisi barang-barang yang tidak berguna lagi, lalu melihat ke sekeliling kamarnya.
Sekarang kamarnya terlihat  lebih rapi. Satu-satunya barang yang masih belum dirapikan hanyalah koran
Daily Prophet
edisi hari ini yang masih berada di atas kasurnya, dan di atasnya tergolek pecahan cermin
ajaibnya.
Harry mendekati kasurnya, menggeser pecahan cermin dari
Daily Prophet
, dan membuka harian
tersebut. Harry hanya melihat sekilas
headline
koran itu saat dia menerimanya tadi pagi dari seekor
burung hantu pengantar dan hanya melemparkannya ke kasur karena
headline
koran itu tidak
menyebutkan apapun mengenai Voldemort. Harry sangat yakin bahwa Kementrian menekan harian
tersebut untuk tidak menyebutkan mengenai Voldemort. Tapi kemudian dia menyadari sesuatu yang dia
lewatkan sebelumnya.
Di bagian bawah halaman depan terdapat
Headline
dengan tulisan lebih kecil yang terdapat
gambar Dumbledore di dalamnya :
DUMBLEDORE – INIKAH KEBENARAN MENGENAINYA ?



Akan terbit minggu depan, kisah yang mengejutkan mengenai seorang jenius yang
disebut-sebut sebagai penyihir paling hebat di jamannya. Kisah ini menghapus citra Dumbledore
 sebagai seorang yang tenang dan bijaksana, Rita Skeeter mengungkapkan masa kecil
Dumbledore yang menyedihkan, masa mudanya yang bergejolak, permusuhan abadinya, dan
rahasia-rahasia suram yang dibawanya sampai mati, MENGAPA seseorang yang seharusnya
menjadi Menteri Sihir tetapi hanya menjadi seorang Kepala Sekolah? APAKAH tujuan
sebenarnya dari pekumpulan yang dikenal sebagai ‘Orde of thePhoenix ’? BAGAIMANAKAH
sebenarnya Dumbledore meninggal?
Semua pertanyaan di atas dan pertanyaan-pertanyaan lainnya akan dijawab dalam sebuah
biografi baru yang menghebohkan, ‘The Life and Lies of Albus Dumbledore’, oleh Rita Skeeter,
yang diwawancara secara ekslusif olehBerry Braithwaite di halaman 13.
Harry membuka halaman koran itu dan menemukan halaman tiga belas. Di atas artikel yang dia
cari terdapat sebuah foto yang sudah dikenal oleh Harry: seorang wanita memakai kaca mata, rambutnya
keriting dan berwarna pirang, giginya terlihat dari senyumnya yang penuh kemenangan, dan tangannya
melambai-lambai pada Harry. Harry sendiri berusaha tidak memperhatikan foto yang ‘mengganggu’ itu,
dia kemudian membaca artikel itu.
Sebenarnya Rita Skeeter adalah orang yang hangat dan lembut jika anda bertemu secara pribadi
dengannya, jauh dari kesan ‘ganas’ seperti yang terlihat dalam tulisan-tulisannya. Rita Skeeter
menyapa aku di halaman rumahnya yang hangat, kemudian kami menuju ke dapur untuk minum
teh, memakan sepotong kue, lalu gosip terhangat pun meluncur dari mulutnya.
“Ya, tentu saja menulis biografi Dumbledore adalah impian para penulis biografi,” kata Skeeter.
“Sebuah perjalan hidup yang panjang. Dan aku yakin, akulah yang pertama menulisnya.”
Skeeter memang bergerak sangat cepat. Bukunya setebal sembilan ratus halaman dapat
diselesaikannya hanya empat minggu setelah kematian Dumbledore yang misterius di bulan Juni.
Aku bertanya kepadanya bagaimana dia dapat menulis secepat itu.
“Oh, jika anda sudah lama menjadi jurnalis seperti aku, bekerja dikejar deadline adalah
sebuah kebiasaan. Aku paham bahwa dunia sihir telah berteriak meminta cerita yang seutuhnya
dan aku ingin menjadi yang pertama menjawab permintaan itu.”
Aku juga menyinggung tulisan yang baru saja dipublikasikan secara luas, yang ditulis oleh
Elphias Doge , seorang Penasehat Khusus Dewan Wizengamot dan tentu saja sahabat
Dumbledore, yang mengatakan bahwa “Buku yang ditulis Skeeter hanyalah berisi fakta yang
tidak lebih dari sebuah kartu Cokelat Kodok (Chocolate Frog).”
Mendengar hal tersebut, Skeeter hanya tertawa terbahak-bahak.
“Ah, si Dodgy Sayang! Aku masih ingat wawancaraku dengannya beberapa tahun lalu
mengenai hak-hak manusia duyung. Dia benar-benar ‘miring’, mungkin mengira bahwa kami
sedang duduk di dasar Danau Windermere, dia selalu mengingatkan diriku agar berhati-hati
untuk tidak
menginjak ikan ‘trout’.”
Namun tetap saja tuduhan yang dilemparkan oleh Elphias Doge telah bergema ke segala
penjuru arah. Apakah Skeeter merasa bahwa empat minggu adalah waktu yang cukup untuk
 menggambarkan secara keseluruhan kehidupan Dumbledore yang luar biasa?
“Ah, anda ini,” sahut Skeeter sambil menggenggam tanganku, “ anda khan tahu, kita akan
mendapatkan informasi yang kita mau dengan sekantong besar Galleon, kemudian jangan
pernah mau menerima jawaban ‘tidak tahu’, dan tentu saja sebuah Qiuck-Quotes Quill (Pena
Tulis Cepat)! Tapi sebenarnya orang-orang juga sudah mengantri untuk memberikan informasi
mengenai sisi buruk Dumbledore. Anda khan tahu, tidak semua orang mengira Dumbledore itu
sempurna – dia sebenarnya banyak melakukan kesalahan kepada orang lain yang biasanya orang
penting. Tapi di luar itu semua, si tua Dodgy Doge silahkan melihat sendiri kenyataan yang ada,
karena aku mempunyai sumber yang bahkan para jurnalis pun akan rela memberikan tongkat
sihirnya, seseorang yang hampir tidak pernah berbicara di depan publik sebelumnya dan dia
adalah salah seorang yang dekat dengan Dumbledore di saat masa muda Dumbledore.”
Dalam promosinya, biografi ini menjanjikan kejutan bagi orang-orang yang yakin bahwa
Dumbledore adalah orang yang mulia. Aku bertanya pada Rita Skeeter kejutan apa yang paling
besar mengenai hal tersebut?
“Ayolah Betty, aku tidak akan membocorkan apapun sebelum orang-orang membeli
bukuku!” kata Skeeter sambil tertawa. “Tapi aku yakin bahwa orang-orang yang masih berpikir
bahwa Dumbledore adalah orang suci akan sangat terkejut! Contohnya orang-orang tak akan
menyangka bahwa sosok yang mengalahkan Kau-Tahu-Siapa ternyata juga mempraktekan Ilmu
Hitam di masa mudanya! Dan untuk seorang penyihir yang selalu mengembor-gemborkan
toleransi, sebenarnya dia bukanlah orang yang berpikiran luas di masa mudanya! Ya, Dumbledore
mempunyai masa lalu yang sangat kelam, belum lagi keluarganya yang aneh, yang selalu dia
tutup-tutupi.”
Aku bertanya pada Skeeter apakah ia mengacu pada adik laki-laki Dumbledore, Aberforth,
yang dijatuhi hukuman oleh Dewan Wizengamot karena skandal kecillima belas tahun lalu.
“Oh, Aberforth hanya secuil dari cerita itu,” sahut Skeeter sambil tertawa. “Rahasia yang
akan kuceritakan lebih parah dari pada cerita mengenai adiknya yang senang bermain-main
dengan kambing-kambingnya itu, bahkan lebih parah dari cerita mengenai ayahnya yang
mencelakai muggle – yang tentu saja Dumbledore tak bisa menutup-tutupi keduanya karena
kedua keluarganya itu pernah dijatuhi hukuman oleh Dewan Wizengamot. Yang lebih menarik
bagiku justru ibu dan adik perempuannya, dan setelah menggali informasi dari sana-sini aku
mendapatkan rahasia yang kelam – tapi anda harus menunggu di bab sembilan sampai bab dua
belas dalam bukuku untuk mendapatkan cerita yang utuh. Yang bisa kukatakan sekarang adalah,
bahwa aku mengerti sekarang mengapa Dumbledore tidak pernah mengatakan mengapa
hidungnya bisa bengkok seperti itu.”
Meskipun keluarganya memiliki rahasia yang kelam, apakah penemuan-penemuan
Dumbledore disanggah oleh Skeeter?
“Oh, aku yakin dia pintar,” kata Skeeter, “walaupun sekarang banyak yang
mempertanyakan keabsahan pencapaian-pencapaiannya itu. Seperti yang akan aku beberkan
dalam bab enam belas, Ivor Dillonsby mengklaim bahwa dia sebenarnya sudah menemukan
delapan kegunaan darah naga ketika Dumbledore meminjam tulisannya.”
Tapi pencapaian Dumbledore yang paling penting tentu tak dapat disangkal lagi. Yaitu ketika
dia mengalahkan Grindelwald.
 “Ah, aku senang anda menyinggung mengenai Grindelwald,” kata Skeeter sambil tersenyum
menggoda. “Harus kukatakan kepada mereka yang selama ini terpesona oleh kemenangan
Dumbledore yang spektakuler bahwa mereka harus bersiap-siap untuk terkejut. Sangat-sangat
penuh kelicikan. Yang kumaksud adalah jangan terlalu yakin bahwa telah terjadi duel yang
spektakuler antara dua legenda. Setelah nanti mereka membaca bukuku, orang-orang mungkin
berkesimpulan bahwa Grindelwald paling hanya menyihir sebuah sapu tangan putih dan
menyerah begitu saja!”
Skeeter menolak untuk membahas masalah yang menarik ini, jadi kami melanjutkan
pembicaraan kami
mengenai hubungan antara Dumbledore dengan ‘seseorang’
yang pasti akan
mempesona pembacanya.
“Ah, ya tentu saja,” kata Skeeter sambil mengangguk pelan, “Aku bahkan
mempersembahkan satu bab penuh untuk hubungan antara Potter dengan Dumbledore.
Hubungan keduanya sangat penuh rahasia. Tapi tentu saja kalian harus membeli bukuku untuk
mengetahui cerita keseluruhannya, tapi dapat kukatakan bahwa Dumbledore memberikan
perhatian khusus bagi Potter – yang dapat kita lihat sendiri hasilnya bahwa Potter merupakan
remaja yang paling bermasalah.”
Aku bertanya pada Skeeter apakah ia masih berhubungan dengan Harry Potter, yang dia
wawancarai tahun lalu dimana Potter mengatakan bahwa Kau-Tahu-Siapa telah kembali.
“Oh, ya, kami membina hubungan yang sangat dekat,” kata Skeeter. “Potter yang malang,
dia hanya memiliki sedikit teman, dan kami bertemu pada suatu kejadian yang sangat penting
dalam hidupnya – Turnamen Triwizard. Aku mungkin satu di antara segelintir orang yang masih
hidup yang dapat mengatakan bahwa kami mengenal Harry Potter.”
Pembicaraan kami kemudian mengarah pada saat-saat terakhir Dumbledore hidup. Apakah
Skeeter percaya bahwa Potter berada disana saat Dumbledore meninggal?
“Aku tak mau mengatakan banyak – semua ada di bukuku – tapi saksi mata di Hogwart
mengatakan bahwa Potter berlari menjauhi tempat kejadian setelah Dumbledore jatuh, atau
meloncat, atau bahkan mungkin didorong. Potter tentu saja menuduh Severus Snape, orang yang
selalu ia benci. Bagaimana kejadian sebenarnya? Itu semua terserah kalian untuk
memutuskannya – tentu setelah membaca bukuku.”
Pembicaraan yang menarik tadi menutup wawancara kami. Tak diragukan lagi bahwa buku
Sketeer akan menjadi bestseller. Sementara itu para pengagum Dumbledore mungkin sedang
was-was menunggu kisah mengenai pahlawannya itu.
Harry sudah membaca sampai akhir artikel itu, namun tetap menatap kosong pada koran itu.
Rasa muak dan marah timbul dalam dirinya. Dia meremas-remas koran itu dan melemparkannya sekuat
tenaga ke arah tembok, yang kemudian memantul ke arah tumpukan sampah.
Dia mondar-madir tak menentu di dalam kamarnya, membuka laci yang kosong atau mengambil
sebuah buku kemudian meletakannya kembali ke tumpukannya, sepertinya dia tidak menyadari apa yang
dia perbuat, kepalanya diisi oleh kata-kata Rita dalam artikel itu : S
atu bab penuh untuk hubungan
antara Potter dengan Dumbledore… Hubungan keduanya sangat penuh rahasia…Dia
mempraktekan Ilmu Hitam di masa mudanya… Aku mempunyai sumber yang bahkan para
 jurnalis pun akan rela memberikan tongkat sihirnya…
“Dasar pembohong!” kata Harry, sambil memandang ke luar jendela, dia dapat melihat
tetangganya sedang menyalakan pemotong rumput sambil melihat ke atas dengan gugup.
Harry duduk kembali di kasurnya. Pecahan cermin ajaib tergolek di sampingnya; dia meraihnya
kemudian mengamatinya, sambil berpikir, berpikir tentang Dumbledore dan fitnah yang dilontarkan
padanya oleh Rita Skeeter…
Tiba-tiba terlihat sekilas warna biru terang di pecahan cermin itu. Harry terkejut, jarinya yang
terluka tergores pinggiran pecahan cermin itu lagi. Dia mungkin hanya membayangkannya. Dia menoleh
ke belakangnya, tapi dia hanya melihat tembok yang berwarna
peach
pilihan Bibi Petunia, tidak ada warna
biru di tembok itu. Dia melihat ke pecahan cermin itu lagi, tapi hanya melihat matanya yang berwarna
hijau memandang balik padanya.
Dia pasti hanya membayangkannya, tak ada penjelasan lain; membayangkan hal tersebut karena
ia sedang memikirkan kepala sekolahnya yang telah meninggal itu. Satu yang pasti adalah bahwa mata
biru Dumbledore tidak akan pernah memandangnya lagi.




To be continue...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog