Jumat, 14 Oktober 2011

Harry Potter and The Deathly Hallows Bab 24 Part 1

BAB 24
PEMBUAT TONGKAT SIHIR
(The Wandmaker)


Rasanya seperti tenggelam ke dalam mimpi buruk lama; dalam sekejap, Harry seperti berlutut lagi di
samping tubuh Dumbledore di kaki menara tertinggi Howarts, tapi kenyataannya dia sedang memandang
tubuh kurus yang ada di atas rumput, tertusuk oleh pisau perak Bellatrix.  Suara Harry masih menyebut,
 ”Dobby… Dobby…” meskipun dia tahu bahwa peri itu telah pergi ke tempat dimana ia tak dapat
memanggilnya kembali.
Setelah beberapa menit atau sekitar itu, dia sadar bahwa dia, akhirnya, telah datang ke tempat yang
benar, ketika Bill dan Fleur, Dean dan Luna, berkumpul di sekitarnya ketika dia berlutut di samping peri
rumah itu.
“Hermione.” Akhirnya dia berkata, “Dimana dia?”
“Ron telah membawanya ke dalam.” Kata Bill, “Dia akan baik-baik saja.”
Harry melihat ke belakang pada Dobby lagi. Dia menggenggamkan tangannya dan mencabut pisau tajam
itu dari tubuh Dobby, kemudian melepaskan jaketnya dan menutupi tubuh Dobby dengannya seperti
selimut.
Laut menghantam karang disuatu tempat yang dekat; Harry mendengarkannya sementara yang lain
berbicara mendiskusikan masalah yang tidak dapat diperhatikannya, membuat keputusan, Dean
membawa Griphook yang terluka ke dalam rumah, Fleur mengikuti mereka; sekarang Bill mengerti apa
yang dia katakan, ketika dia melakukannya, dia memAndang kebawah pada tubuh kecil itu, dan lukanya
menjadi sakit dan serasa terbakar, dan di salah satu bagian pikirannya, seperti memAndang dari ujung
teleskop yang salah, dia melihat Voldemort menghukum mereka yang tinggal di rumah Keluarga Malfoy.
Kemarahannya sangat mengerikan dan belakangan Harry bersyukur pada Dobby yang kelihatannya
menyebabkannya, sehingga itu menjadi sebuah badai yang jauh dan menggapai Harry dari seberang laut,
lautan yang sunyi.
“Aku ingin melakukannya sendiri,” adalah kata pertama yang diucapkan Harry ketika dia benar-benar
sadar, “tidak dengan sihir, apakah kau punya sekop?” dan tak lama kemudian dia mulai bekerja,
sendirian, menggali kubur di tempat yang ditunjukkan Bill di pinggir kebun, diantara semak. Dia menggali
dengan sedikit kemarahan, melampiaskannya pada kerja moral, membanggakan nonsihir di dalamnya,
pada tiap tetes keringatnya dan tiap lepuh merasakan duka cita bagi peri yang telah menyelamatkan
nyawa mereka.
Bekas lukanya terasa terbakar, tapi dia menguasai sakitnya, dia merasakannya, masih belum jauh
darinya. Dia akhirnya belajar bagaimana mengendalikannya, belajar menutup pikirannya dari Voldemort,
sesuatu Dumbledore inginkan ia pelajari dari Snape.  Hanya karena Voldemort tidak mampu menguasai
Harry ketika Harry dipenuhi duka untuk Sirius, sehingga dia berpikir bahwa Voldemort tidak mampu
menguasai pikirannya sekarang ketika dia berduka atas Dobby. Duka cita kelihatannya membuat
Voldemort kalah… yang menurut Dumbledore, tentunya, bisa dikatakan sebagai cinta.
Dalam penggalian Harry, dalam dan lebih dalam lagi ke tanah yang dingin dan keras, menumpahkan duka
citanya dalam keringat, mengabaikan sakit di bekas lukanya.  Dikegelapan, dengan kesunyian setelah
suara napasnya dan deburan laut yang tetap menemaninya, sesuatu yang terjadi di rumah Malfoy teringat
lagi, sesuatu yang dia dengar kembali lagi padanya, dan pengertian terbentuk di kegelapan.
Irama tetap dari gerakan tangannya beriringan dengan pikirannya, Hallows… Horcrux… Hallows…
Horcrux… tak lama kemudian terbakar dalam keanehan itu, obsesi yang panjang. Rasa kehilangan dan
ketakutan menyedotnya, dia merasa bahwa dia tersentak bangun lagi.
Lebih dalam dan lebih dalam lagi Harry menggali kedalam makam, dan dia tahu dimana Voldemort
 sebelumnya malam ini, dan siapa yang telah dibunuhnya di sel paling atas Numengard, dan sebabnya…
Dan dia memikirkan Wormtail, meski karena dorongan tak sadar sebuah belas kasihan… Dumbledore
telah meramalkannya… berapa banyak lagi yang dia tahu?
Harry kehilangan ukuran waktu, yang dia tahu hanya kegelapan telah merebak semakin gelap ketika
Dean dan Ron datang menenaminya lagi.
“Bagaimana Hermione?”
“Lebih baik” kata Ron, “Fleur sedang menjaganya.”
Harry telah mempersiapkan alasan jika mereka menanyakan mengapa dia tidak membuat makam yang
lebih baik dengan sihir, tapi dia tidak membutuhkannya.  Mereka berdua meloncat kedalam lubang yang
Harry buat dengan sekop dan mereka bekerja bersama dalam diam hingga lubang itu kelihatannya sudah
cukup dalam. Harry menyelimuti peri itu lebih rapi dengan jaketnya, Ron duduk di pinggiran lubang dan
melepaskan sepatu dan kaus kakinya yang lalu dipakaikannya di kaki telanjang si peri, Dean memberikan
topi wol, yang Harry pakaikan dengan hati-hati diatas kepala Dobby, menutupi telinga kalelawarnya.
“Kita seharusnya menutup matanya.”
Harry tidak mendengar yang lain datang dalam kegelapan. Bill memakai jubah perjalanannya, Fleur
memakai sebuah celemek lebar berwarna putih; dari sakunya muncul sebuah ujung botol, yang Harry
kenali sebagai Skele-Gro. Hermione terbungkus gaun panjang pinjaman, dengan wajah pucat, dan berdiri
sedikit goyah diatas kakinya; Ron meletakkan sebelah tangannya, merangkulnya ketika dia mendekati
Ron. Luna, yang memakai salah satu mantel Fleur, membungkuk dan meletakkan jemarinya dengan
perlahan di atas kelopak mata Dobby, menutupnya di atas tatapan kosong. “Begitulah,” katanya lembut,
“sekarang dia dapat tertidur”.
Harry meletakkan Dobby ke dalam makam, mengatur kaki kecilnya sehingga dia kelihatannya seperti
beristirahat, lalu memanjat keluar dan memandang untuk terakhir kalinya kepada tubuh kecil itu. Harry
berusaha tidak kecewa ketika mengingat acara pemakaman Dumbledore, baris demi baris kursi emas,
dan mentri sihir di deretan paling depan, pidato tentang penghargaan kepada Dumbledore, makam
marmer putih yang indah.  Dia merasa Dobby layak mendapatkan acara pemakaman yang lebih baik dari
ini, tapi kenyataannya di sini terbaring peri itu dalam sebuah lubang kasar dalam tanah diantara semak.
“Kupikir kita harus mengucapkan sesuatu,” Luna mulai bicara, “aku yang pertama, boleh?”
Dan ketika semua orang melihat padanya, dia memAndang jasad peri di dasar lubang itu. “Terima kasih
banyak, Dobby, karena telah menyelamatkan kami dari penjara itu. Sangat tidak adil kau meninggal
karena kau sangat berani dan baik. Aku akan selalu mengingat apa yang kau lakukan untuk kami.
Kuharap kau bahagia sekarang.”
Dia berpaling dan menatap dengan penuh harap kepada Ron, yang membasahi tenggorokannya dan
berbicara dalam suara yang kecil, “Yeah… terima kasih, Dobby.”
“Terima kasih,” gumam Dean.
Harry melanjutkan, “Selamat tinggal, Dobby.” dia mengatakannya dengan susah payah, tapi Luna telah
mengatakan semuanya untuk Dobby. Bill mengangkat tongkatnya, dan gundukan tanah disamping makam
terangkat ke udara dan menutup perlahan diatasnya, sebuah tanah merah yang kecil.
Mereka menggumamkan kata-kata yang tidak dapat didengar Harry; dia merasakan tepukan halus pada
punggungnya, dan mereka semua berbalik untuk berjalan ke pondok lagi, meninggalkan Harry sendirian
 di samping si peri.
Dia melihat berkeliling: ada beberapa batu lebar berwarna putih, dihaluskan oleh laut, menandai batas
untuk tempat tumbuh bunga.  Dia mengambil satu yang terlebar dan meletakkannya, seperti bantal, di
atas tempat dimana kepala Dobby beristirahat sekarang. Kemudian dia mengambil tongkat yang ada di
sakunya. Ada dua tongkat. Dia telah lupa; sepertinya dia telah menyambar tongkat-tongkat itu dari
tangan seseorang. Dia memilih tongkat yang lebih pendek, yang terasa akrab di tangannya. Ketika Harry
berdiri lagi, di batu itu tertulis:
DISINI TERBARING DOBBY, PERI RUMAH YANG BEBAS



Dia memandang hasil pekerjaan tangannya beberapa saat; lalu berjalan pergi, bekas lukanya masih
berdenyut sedikit, dan pikirannya dipenuhi suatu pikiran yang didapatkannya ketika di makam tadi,
rencana yang menjadi tajam di kegelapan tadi, rencana yang sangat menarik dan sekaligus menakutkan.
Yang lain sedang duduk di ruang duduk ketika dia masuk ke dalam ruang depan yang kecil, perhatian
mereka terpusat pada Bill, yang sedang berbicara. Ruangan itu berwarna cerah, indah, dengan api kecil
dari kayu api yang terbakar riang di perapian.  Harry tidak mau menjatuhkan lumpur di atas karpet,
sehingga dia berdiri di pintu masuk, ikut mendengarkan.
“…Beruntung Ginny sedang liburan. Jika dia sedang berada di Hogwarts, mereka dapat menangkapnya
sebelum kita berhasil membawanya. Sekarang kita tahu dia aman juga.” Dia memandang berkeliling dan
melihat Harry berdiri disana.
“Aku telah memindahkan mereka semua dari the Burrow,” dia menjelaskan. “Memindahkan mereka ke
rumah bibi Muriel.” Para
Death Eater
sekarang tahu Ron ada bersamamu, mereka bermaksud
membatasi gerak keluarga… Jangan minta maaf,” dia menambahkan pada ekspresi Harry. “ini hanya
masalah waktu, Dad telah mengatakannya berbulan-bulan yang lalu. Kami adalah keluarga berdarah
pengkhianat paling besar yang pernah ada.”
"Bagaimana melindungi mereka?” tanya Harry.
“Mantra Fidelius.” Kata Bill. “Dad Penjaga Rahasianya. Dan kami melakukannya untuk pondok ini juga;
aku adalah Penjaga Rahasia di sini. Tak ada seorang pun diantara kami yang bisa pergi bekerja, tapi hal
ini adalah yang terpenting untuk saat ini. Begitu Ollivander dan Griphook sudak cukup sehat, kami akan
memindahkannya juga ke rumah Muriel. Tak ada cukup kamar di sini, tapi di rumah Muriel ada banyak.
Kaki Griphook sedang diperbaiki. Fleur memberinya Skele-Gro… kita mungkin dapat memindahkan
mereka sekitar satu jam lagi atau…”
“Tidak,” kata Harry dan Bill berpaling padanya. ”Aku membutuhkan mereka berdua di sini. Aku ingin
berbicara dengan mereka. Ini penting.” Dia mendengar kekuasaan dalam suaranya, suara yang
meyakinkan, suara dari rencana yang telah datang padanya ketika dia menggali makam Dobby. Wajah
mereka semua yang melihatnya penuh tanda tanya.
“Aku ingin membersihkan diri,” Harry berkata pada Bill sambil melihat pada tangannya yang masih
ditutupi oleh lumpur dan darah Dobby. “Kemudian aku ingin bertemu  mereka, langsung.” Dia berjalan
ke dalam dapur yang kecil, ke sebuah baskom di bawah jendela yang berpemandangan laut. Fajar
sedang merekah di cakrawala, berwarna merah jambu dan emas, ketika dia mencuci, dia memeriksa lagi
rangkaian pikiran yang telah datang padanya dalam kegelapan di kebun tadi…
Dobby mungkin tidak akan pernah dapat memberitahu mereka siapa yang telah mengirimkannya ke
penjara itu, tapi Harry tahu apa yang telah dilihatnya. Sebuah kilatan mata berwarna biru telah melihatnya
dari pecahan cermin, dan kemudian bantuan datang.
Bantuan akan selalu diberikan di Hogwarts
untuk mereka yang membutuhkannya.
 Harry mengeringkan tangannya, tertarik pada keindahan pemandangan di luar jendela dan pada
gumaman yang lain di ruang duduk. Dia melihat pada laut di luar sana dan merasa dekat, fajar ini, lebih
dekat di hatinya lebih dari kapan pun.
Dan bekas lukanya masih tetap berdenyut, dan dia tahu Voldemort ada di sana juga.  Harry sudah
mengerti dan belum mengerti pada saat bersamaan. Perasaannya mengatakan suatu hal, tapi otaknya
mengatakan lain. Dumbledore dalam pikiran Harry tersenyum, meneliti Harry di atas jari-jarinya, yang
menelengkup seperti sedang berdoa…
Kau memberi Ron Deluminator… Kau memahaminya… Kau memberinya jalan untuk kembali…
Dan kau juga mengerti Wormtail… Kau tahu ada sedikit penyesalan  di sana, di suatu tempat…
Dan jika kau memahami mereka… Apa yang kau pahami tentangku, Dumbledore?
Apa ini berarti aku hanya boleh tahu dan bukannya untuk mencari? Apakah kau tahu betapa sulit
merasakannya? Apakah itu sebabnya kau membuat ini menjadi sulit? Sehingga aku perlu waktu
untuk mengerjakannya?
Harry berdiri diam, melihat pemandangan, mengamati tempat dimana sinar keemasan matahari yang
cerah terbit di cakrawala. Kemudian dia melihat ke bawah pada tangannya yang sudah bersih dan sedikit
terkejut melihat pakaian yang ia genggam. Dia meletakkannya dan kembali ke ruang depan, dan ketika
dia melakukannya, dia merasakan bekas lukanya berdenyut marah, dan kemudian kilatan melewati
pikirannya, cepat seperti bayangan capung di atas air, sebuah bentuk bangunan yang dia kenal dengan
baik.
Bill dan Fleur berdiri di kaki tangga.
“Aku ingin bebicara dengan Griphook dan Ollivander.” kata Harry.
“Tidak,” kata Fleur. “kau ‘arus menunggu, ‘Arry. Mereka berdua sangat kelela’an…”
“Aku minta maaf,” dia berbicara dengan tenang, ”tapi aku tidak dapat menunggu. Aku perlu berbicara
dengan mereka sekarang, sendirian… dan terpisah. Ini penting.”
“Harry, apa yang terjadi?” tanya Bill. “Kau datang kemari dengan seorang peri rumah yang mati dan
goblin yang setengah sadar, Hermione seperti telah kena siksa, dan Ron menolak untuk memberitahuku
apapun…”
“Kami tidak dapat memberitahumu apa yang kami lakukan,” kata Harry datar. “Kau di Orde, Bill. Kau
tahu Dumbledore memberikan kami sebuah tugas. Kami tidak seharusnya memberitahu orang lain tentang
ini.”
Fleur mengeluarkan suara tidak sabar, tapi Bill tidak melihat padanya; dia memandang Harry. Wajahnya
yang terluka yang dipenuhi bekas luka dalam sulit untuk dibaca. Akhirnya, Bill berkata, “Baiklah, siapa
yang ingin kau ajak bicara lebih dahulu?”
Harry bimbang. Dia tahu apa yang menggantung dalam keputusannya. Tak banyak waktu yang tersisa;
sekarang adalah waktunya untuk memutuskan: Horcrux atau Hallows?

“Griphook,” Harry berkata. “Aku akan berbicara dengan Griphook lebih dahulu.”
Jantungnya bedegup kencang seakan dia telah berlari kencang dan telah menyelesaikan rintangan yang
besar.
“Ke atas sini, kalau begitu.” Kata Bill, memimpin jalan.
Harry telah melangkah ke atas beberapa langkah sebelum dia berhenti dan melihat ke belakang.
“Aku membutuhkan kalian berdua,” dia memanggil Ron dan Hermione, yang telah menyelinap, setengah
 tersembunyi di pintu ruang duduk.
Mereka bergerak ke dalam cahaya, melihat dengan sedikit aneh.
“Bagaimana keadaanmu?” Harry bertanya pada Hermione. “Kau luar biasa bisa bertahan dengan cerita
itu ketika dia menyakitimu seperti itu…”
Hermione tersenyum lemah ketika Ron meremas sebelah lengannya.
“Apa yang kita lakukan sekarang, Harry?” Ron bertanya.
“Kau akan tahu, ayo”
Harry, Ron dan Hermione mengikuti Bill naik ke tangga keatas ruangan yang sempit. Ada tiga pintu
disana.
“Di dalam sini.” Kata Bill, membuka pintu ruang kamarnya dan Fleur, ruangan itu mempunyai
pemandangan laut, yang sekarang dipenuhi warna keemasan sinar matahari. Harry bergerak ke jendela,
membalik punggungnya ke pemandangan luar biasa itu, dan menunggu, lengannya terlipat, bekas lukanya
berdenyut. Hermione duduk di kursi disamping meja rias, Ron duduk di lengan kursinya.
Bill datang lagi, menggendong seorang goblin kecil, yang diletakkannya dengan hati-hati di atas tempat
tidur. Griphook mengucapkan terima kasih, dan Bill pergi, menutup pintu di depan mereka.
“Aku minta maaf mengganggu istirahatmu,” kata Harry. “Bagaimana keadaan kakimu?”
“Sakit,” jawab si goblin. “tapi membaik.”
Dia masih memegang pedang Gryffindor, dan kelihatan aneh, setengah galak, setengah licik. Harry
memperhatikan kulitnya yang pucat, jari-jarinya yang kurus panjang, mata hitamnya. Fleur telah melepas
sepatunya; telapak kakinya yang panjang kotor. Dia sedikit lebih besar daripada peri rumah, tapi tidak
terlalu. Kepala bulatnya sedikit lebih besar dari kepala manusia.
“Mungkin kau tidak ingat…” Harry memulai.
“—bahwa aku adalah goblin yang menuntunmu ke ruang penyimpananmu, pada saat pertama kalinya kau
mengunjungi Gringotts?” kata Griphook. “Aku ingat, Harry Potter. Bahkan diantara para goblin, kau
sangat terkenal.”
Harry dan goblin itu saling bertatapan, saling menilai. Bekas luka Harry masih berdenyut. Dia ingin
menyelesaikan pembicaraan ini dengan cepat, dan pada saat bersamaan merasa takut telah melakukan
kesalahan. Sementara dia memutuskan cara terbaik untuk menyampaikan permintaannya, goblin itu
memecah kesunyian.
“Kau menguburkan peri rumah itu,” dia berkata, kedengaran seperti tanpa belas kasihan  yang tidak
terduga.
“Ya,” kata Harry.
Griphook memandangnya lewat sudut matanya yang hitam.
“Kau penyihir yang tidak biasa, Harry Potter.”
“Dibagian mana?” kata Harry, menggosok bekas lukanya
“Kau menggali sebuah makam.”
“Jadi?”
Griphook tidak menjawab. Harry berpikir bahwa goblin itu mencemoohnya karena berbuat seperti
muggle, tapi itu bukan masalah apakah Griphook menyetujui makam Dobby atau tidak. Dia
mempersiapkan dirinya untuk menyerang.
 “Griphook, aku ingin bertanya…”
“Kau juga menyelamatkan goblin.”
“Apa?”
“Kau membawaku kemari. Menyelamatkanku.”
“Well, kurasa kau tidak menyesal?” kata Harry sedikit tidak sabar.
“Tidak, Harry Potter,” kata Griphook, dan dengan satu jari dia memilin janggut kecil di dagunya, “tapi
kau penyihir yang sangat aneh.”
“Baiklah.” kata Harry. “Well, aku membutuhkan beberapa pertolongan, Griphook, dan kau dapat
memberikannya.”
Goblin itu tidak memperlihatkan ketertarikan, tetapi masih melanjutkan memandang Harry seakan dia
belum pernah melihat sesuatu sepertinya.
“Aku ingin menerobos ke dalam ruang penyimpanan Gringgots.”
Harry tidak bermaksud mengatakannya begitu buruk; kata-kata yang terucap darinya ketika rasa sakit
terasa di bekas lukanya dan dia melihat, lagi, bentuk bangunan Hogwarts. Dia menutup pikirannya. Dia
butuh kesepakatan dengan Griphook terlebih dahulu. Ron dan Hermione memandang Harry seperti dia
sudah gila.
“Harry—” kata Hermione, tapi dia dipotong oleh Griphook.
“Menerobos ke ruang penyimpanan Gringotts?” ulang si goblin, mengernyit sedikit ketika dia berubah
posisi di atas tempat tidur. “Itu tidak mungkin.”
“Tidak, itu tidak benar,” Ron menentangnya, “itu sudah pernah dilakukan.”
“Yeah,” kata Harry, “pada hari yang sama ketika aku bertemu denganmu, Griphook. Saat ulang tahunku,
tujuh tahun yang lalu.”
“Ruang penyimpanan yang kalian maksud sudah dikosongkan pada hari itu juga.” timpal si goblin, dan
Harry mengerti bahwa meskipun Griphook telah meninggalkan Gringotts, dia tertahan pada rencana
untuk melanggar pertahanannya. “pengamanan ruang itu minimal.”
“Well, ruang penyimpanan yang kami inginkan tidak kosong, dan aku rasa pengamanannya akan sangat
kuat,” kata Harry. “Ruang itu milik keluarga Lestrange.”
Dia melihat Ron dan Hermione saling berpandangan, keheranan, tapi ada banyak waktu untuk
menjelaskan setelah Griphook telah memberikan jawabannya.
“Kau tidak memiliki kesempatan,” kata Griphook datar. “Tak ada kemungkinan sama sekali.
Jika kau
mencari dibawah lantai kami, harta yang tak berhak kaumiliki…
"
Pencuri, kau telah diperingatkan, waspadalah…
yeah, aku tahu, aku ingat,” kata Harry. “Tapi aku
bukan mencoba mengambil harta apapun untukku, aku tidak bermaksud mendapatkan keuntungan
pribadi. Dapatkah kau mempercayainya?”
Goblin itu memandang condong ke Harry, dan bekas luka sambaran kilat di dahi Harry berdenyut, tapi
dia mengacuhkannya, menolak untuk merasakan sakitnya atau undangannya.
“Jika ada penyihir yang dapat aku percaya bahwa mereka tidak mencari keuntungan pribadi,” akhirnya
Griphook berkata, “itu adalah kau, Harry Potter. Para goblin dan peri belum pernah mendapatkan
perlindungan dan penghormatan seperti yang kau tunjukkan malam ini. Tidak dari para
pembawa-tongkat.”
“Pembawa-tongkat.” Ulang Harry: istilah itu kedengaran aneh di telinganya ketika bekas lukanya
berdenyut, ketika Voldemort melayangkan pikirannya ke utara, dan ketika Harry merencanakan
pertanyaan untuk Ollivanders di pintu selanjutnya.
 “Kesepakatan untuk mempunyai sebuah tongkat sihir,” kata si goblin dengan pelan, “telah dibuat lama
sebelumnya diantara para penyihir dan goblin.”
“Well, para goblin dapat melakukan sihir tanpa tongkat sihir,” kata Ron.
“Bukan itu masalahnya! Para penyihir menolak untuk berbagi rahasia pembuatan tongkat dengan mahluk
sihir lainnya, mereka mengira kami bermaksud untuk memperkuat kekuatan kami!”
“Well, para goblin juga tidak mau membagikan rahasia mereka,” kata Ron, “Kau tidak mau memberitahu
kami bagaimana membuat pedang-pedang dan pakaian perang seperti yang kalian lakukan. Para goblin
tahu bagaimana bekerja dengan logam dengan cara yang para penyihir tidak…”
“Itu tidak masalah,” kata Harry, memperhatikan perubahan warna Griphook. “Ini bukan tentang para
penyihir lawan para goblin atau jenis mahluk sihir lainnya…”
Griphook tertawa tidak menyenangkan.
“Tapi ini memang benar, ini masalah sebenarnya! Ketika Penguasa Kegelapan menjadi lebih kuat, ras
kalian berada lebih tinggi di atas kami! Gingotts tunduk di bawah peraturan penyihir, peri rumah dijadikan
budak, dan siapa diantara para pembawa-tongkat yang keberatan?”
“Kami!” kata Hermoine. Dia telah duduk tegak, matanya bersinar. “Kami keberatan! Dan aku diburu
seperti setiap goblin dan peri rumah, Griphook! Aku adalah Darah Lumpur!”
“Jangan sebut dirimu…” Ron bergumam.
“Kenapa tidak?” kata Hermione. “Darah Lumpur, dan aku bangga karenanya! Aku tidak memiliki posisi
yang lebih tinggi dari pada kau sekarang, Griphook! Aku yang mereka pilih untuk disiksa, di rumah
Malfoy!”
Sementara dia berbicara, dia mendorong ke samping gaun di lehernya kesamping untuk menunjukkan
goresan kecil yang telah dibuat Bellatrix, bekas luka di atas tenggorokannya.
“Apakah kau tahu bahwa Harry lah yang membebaskan Dobby?” dia bertanya. “Apakah kau tahu kami
memperjuangkan kebebasan peri selama bertahun-tahun?”(Ron bergerak tidak nyaman di lengan kursi
Hermione) “Kau tidak ingin Kau-Tahu-Siapa menghalangi apa yang kami lakukan, Griphook!”
Goblin itu memandang Hermione dengan pandangan aneh yang sama seperti yang diberikannya pada
Harry.
“Apa yang kau cari di ruang penyimpanan keluarga Lestrange?” dia tiba-tiba bertanya. “Pedang yang ada
di ruang penyimpanan itu palsu. Ini yang asli.” Dia melihat mereka satu per satu. “Aku rasa kau telah
mengetahui ini. Kau memintaku berbohong pada waktu  di sana.”
“Tapi pedang yang palsu itu bukan satu-satunya benda yang ada di sana, kan?” tanya Harry. “Mungkin
kau pernah melihat benda lain di sana?”
Jantungnya berdetak lebih cepat dari pada kapanpun. Dia melipatgandakan keinginannya untuk
mengacuhkan denyutan di bekas lukanya.
 Goblin itu memilin lagi janggut di dagunya.
“Itu melanggar peraturan kami jika berbicara rahasia Gringotts pada yang lain. Kami adalah penjaga
harta-harta berharga. Kami mempunyai tugas untuk memelihara benda yang ada pada kami, yang mana
seringkali, dibuat oleh jari-jari kami.”
Goblin itu memandang pedang, dan mata hitamnya berpaling dari Harry ke Hermione ke Ron lalu
kembali memandang pedang lagi.
“Sangat muda,” akhirnya dia berkata, “untuk bertarung dengan keras.”
“Maukah kau menolong kami?” kata Harry. “Kami tidak memiliki harapan menerobos tanpa bantuan
goblin. Kau satu-satunya kesempatan kami.”
“Aku akan… memikirkannya.” Kata Griphook dengan lambat.
“Tapi…” Ron mulai marah; Hermione menyodok rusuknya.
“Terima kasih.” kata Harry.
Goblin itu menundukkan kepalanya dengan penghormatan, kemudian memegang kaki pendeknya.
“Kurasa,” dia berkata, mengatur dirinya dengan sok di atas tempat tidur Bill dan Fleur, “Skele-Gro telah
selesai bekerja. Akhirnya aku dapat tidur. Maafkan aku…”
“Yeah, tentu saja,” kata Harry, tapi sebelum meninggalkan ruangan dia membungkuk ke depan dan
mengambil pedang Gryfinddor dari samping goblin itu. Griphook tidak keberatan, tapi Harry mengira dia
melihat kemarahan di mata goblin itu ketika dia menutup pintu di depannya.
“Iblis kecil,” bisik Ron. “Dia menikmati telah menggantung keadaan kita.”
“Harry,” bisik Hermione, mendorong mereka berdua jauh dari pintu, ke 
tengah ruangan yang masih
gelap, “apakah kau berpikir sama dengan yang aku pikirkan? Kau mengira ada sebuah Horcrux di dalam
ruang penyimpanan Lestrange?”
“Ya,” kata Harry. “Bellatrix ketakutan ketika dia mengira kita pernah berada di sana, dia seperti bukan
dirinya.  Mengapa? Apa yang dia kira kita cari, apa lagi yang dia pikir mungkin kita ambil? Sesuatu yang
dia tidak ingin Kau-Tahu-Siapa mengetahuinya.”
“Tapi kukira kita mencari di tempat dimana Kau-Tahu-Siapa pernah tinggal, tempat dimana dia
melakukan sesuatu yang penting?” kata Ron, terlihat heran. “Apakah dia pernah berada dalam ruang
penyimpanan Lestrange?”
“Aku tidak tahu apakah dia pernah berada di dalam Gringotts,” kata Harry. “Dia tidak pernah
mempunyai emas di sana ketika dia masih muda, karena tak ada yang memberinya. Dia mungkin pernah
melihat bank itu dari luar, kupikir, pada saat pertama kali dia pergi ke Diagon Alley.”
Bekas luka Harry berdenyut, tapi dia mengacuhkannya; dia ingin Ron dan Hermione untuk mengerti
tentang Gringotts sebelum mereka berbicara pada Ollivander.
“Kurasa dia bisa mencari seseorang yang mempunyai kunci ke sebuah ruang penyimpanan Gringotts.
 Aku rasa dia telah melihat bangunan itu sebagai salah satu simbol yang dimiliki oleh Dunia Sihir. Dan
jangan lupa, dia mempercayai Bellatrix dan suaminya. Mereka adalah abdinya yang paling setia sebelum
dia jatuh, dan mereka yang mencoba mencarinya setelah dia menghilang. Dia mengatakan itu pada saat
dia kembali, aku mendengarnya.”
Harry menggosok bekas lukanya.
“Aku tidak berpikir dia memberitahu Bellatrix bahwa benda itu sebuah horcrux. Dia tidak pernah
memberitahu Lucius kebenaran tentang buku harian. Kemungkinan dia memberitahunya itu adalah sebuah
harta berharga dan memintanya untuk menyimpannya di ruang  penyimpananya. Tempat teraman di dunia
untuk menyembunyikan sesuatu… kecuali Hogwarts.”

To be continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog