Sabtu, 08 Oktober 2011

Harry Potter and The Deathly Hallows Bab 17

BAB 17
RAHASIA BATHILDA
(Bathilda's Secret)

“Harry, berhenti.”
“Ada apa?”
Mereka baru saja sampai di makam Abbot yang tidak dikenal.
“Ada seseorang di sana. Aku yakin seseorang sedang memperhatikan kita. Di sana. Di belakang
semak.”
Mereka berdiri diam, saling berpegangan tangan, sambil memandang ke kegelapan yang pekat di sekitar
pemakaman. Harry tidak dapat melihat apapun.
“Apa kau yakin?”
“Aku melihat sesuatu bergerak, aku bersumpah aku…”
Dia melepas tangan Harry dan segera menyiapkan tongkat di tangannya.
“Kita terlihat seperti muggle,” kata Harry.
“Muggle yang meletakkan bunga di atas makam ayahmu? Harry, aku yakin ada seseorang di sana!”
Harry teringat
Sejarah Sihir
, makam yang angker, bagaimana jika -? Tapi kemudian dia mendengar
suara berkeresekan dan melihat salju berjatuhan dari semak yang ditunjuk Hermione.  Hantu takkan
dapat menggerakan salju.
“Itu seekor kucing,” kata Harry, setelah beberapa saat, “Atau seekor burung. Jika itu
Death Eater
, kita
sudah mati sekarang. Tapi, ayo pergi dari sini, dan pakai Jubah Gaib.”
Mereka kembali berjalan melalui jalan ke pemakaman. Harry, yang sekarang merasa tidak seyakin
ketika meyakinkan Hermione, merasa senang ketika sampai di pagar dan jalan yang licin.  Mereka
menyelubungi diri mereka sendiri dengan Jubah Gaib. Rumah minum terlihat lebih penuh daripada
sebelumnya: terdengar suara-suara yang menyanyikan pujian yang sama seperti yang mereka dengar saat
mendekati gereja. Untuk beberapa saat, Harry ingin menyarankan untuk masuk ke sana, tetapi sebelum
dia dapat mengatakan apapun, Hermione berbisik,
“Ayo lewat sini!” sambil mendorong Harry turun ke jalan gelap yang mengarah ke desa yang berlawanan
dengan jalan dari tempat mereka datang.
Harry dapat menebak kemana pondok-pondok berakhir dan jalan itu menuju ke daerah terbuka lagi.
Mereka berjalan secepat keberanian mereka, melewati jendela yang berkilau dengan banyak warna, dan
 bayangan gelap pohon natal di belakang tira jendela.
“Bagaimana cara kita menemukan rumah Bathilda?” tanya Hermione, yang sedikit gemetar dan tetap
memandang berkeliling di atas bahunya.
“Harry? Apa yang kau pikirkan? Harry?”
Hermione memegang tangan Harry, tetapi Harry tidak memperhatikannya.  Dia melihat sosok gelap di
deretan rumah paling akhir. Lalu dia mempercepat langkah. Menarik Hermione bersamanya, Hermione
terpeleset sedikit di atas es.
“Harry-”
“Lihat… lihat itu, Hermione…”
“Aku tidak… oh!”
Harry dapat melihatnya, mantra Fidelius pasti rusak bersama kematian James dan Lily. Tanaman pagar
telah tumbuh liar selama 16 tahun sejak Hagrid mengambil Harry dari reruntuhan di antara rumput tinggi.
Sebagian besar bagian rumah masih berdiri, seluruhnya telah dilapisi oleh tumbuhan liar yang merambat
dan salju, tapi bagian samping di lantai atas telah hancur. Harry yakin, di situlah kutukan diluncurkan. Dia
dan Hermione berdiri di depan pagar, memandang reruntuhan yang dulunya merupakan rumah utuh
seperti yang lainnya.
“Aku penasaran kenapa tak ada yang memperbaikinya kembali?” bisik Hermione.
“Mungkin kau tidak dapat memperbaikinya kembali” Harry menjawab, “mungkin itu seperti luka dari
sihir hitam dan kau tidak dapat memperbaiki kerusakannya?”
Dia mengeluarkan tangannya dari dalam jubah gaib dan mencengkram pagar yang bersalju dan berkarat,
tidak berharap melepaskannya, hanya untuk memegang sebagian dari rumahnya.
“Kau tidak bermaksud masuk ke dalam, kan? Kelihatannya tidak aman, mungkin saja__oh, Harry,
lihat!”
Sepertinya sentuhan Harry lah yang melakukannya. Sebuah tanda muncul dari dalam tanah tepat di
depan mereka, muncul di antara rumput liar yang tidak terawat, seperti bunga aneh yang tumbuh dengan
cepat. Dan di atas kayu tersebut terdapat kata-kata yang ditulis dengan tinta emas:
Di tempat ini, pada malam tanggal 31 Oktober 1981, James dan Lily Potter kehilangan
nyawanya. Anak mereka, Harry, merupakan satu-satunya penyihir yang selamat dari kutukan
kematian. Rumah yang dalam kondisi runtuh dan tersembunyi dari muggle ini, telah dijadikan
monumen untuk keluarga Potter, dan pengingat bagi kekejaman yang menyakitkan bagi
keluarga mereka.
Di sekeliling tulisan yang rapi ini, telah ditambahkan coretan cakar ayam oleh para penyihir yang datang
untuk melihat tempat ‘Anak yang Bertahan Hidup’ berhasil lolos. Beberapa penyihir hanya menulis nama
mereka dengan Tinta Abadi. Yang lain mengukir inisialnya pada kayu, dan yang lain telah meninggalkan
 pesan mereka. Sebagian pesan-pesan tersebut, bersinar terang lebih dari 16 tahun yang berharga dalam
coretan sihir, menyebutkan hal yang sama.
Semoga berhasil, Harry, di manapun kau berada.
Jika kau membaca ini, Harry, kami semua ada di sampingmu!
Semoga panjang umur, Harry Potter.
“Mereka seharusnya tidak mencoretnya di atas tanda.” Kata Hermione, naik darah.
Harry menatapnya
“Ini mengagumkan, aku senang mereka melakukannya. Aku…”
Dia terdiam, sebuah sosok berselendang berat telah muncul di depan mereka, dibayangi dengan cahaya
terang di perempatan yang jauh. Harry berpikir, merasa sulit untuk memastikan, bahwa sosok itu adalah
seorang wanita. Wanita itu bergerak perlahan-lahan, mungkin karena takut terpeleset di atas tanah yang
bersalju. Badannnya yang bungkuk, lemah, cara berjalannya yang menyeret menyiratkan umurnya yang
sudah sangat tua. Mereka mengawasi dalam diam ketika wanita itu mendekat. Harry menunggu untuk
melihat apakah wanita itu akan berbalik ke pondok yang telah dilewatinya. Tapi perasaannya tahu bahwa
wanita itu tidak akan berbelok. Dan akhirnya wanita itu hanya berjarak setengah yard kurang dari
mereka dan berdiri biasa di tengah jalan yang beku, sambil memandang mereka.
Harry tidak membutuhkan pukulan Hermione pada tangannya. Tak ada kemungkinan wanita ini adalah
seorang muggle: dia berdiri di sana sambil memandang rumah yang seharusnya sangat tersembunyi
darinya, karena dia bukan seorang penyihir. Bahkan jika dia seorang penyihir, merupakan kebiasaan
aneh untuk keluar di malam yang dingin seperti ini, hanya untuk memandangi reruntuhan tua. Lagi pula,
berdasarkan aturan sihir normal, dia seharusnya tidak dapat melihat Harry dan Hermione sama sekali.
Meskipun begitu, Harry punya perasaan kuat bahwa wanita ini tahu mereka berdua ada di sana. Baru
saja Harry mendapat kesimpulan yang tidak biasa ini, wanita itu mengangkat tangan dan memberikan
isyarat.
Hermione merapat pada Harry di bawah Jubah, tangannya mencengkram tangan Harry.
“Bagaimana dia tahu?”
Harry menganggukkan kepalanya. Wanita itu memberi isyarat lagi, lebih bersemangat. Harry tidak dapat
memikirkan banyak alasan untuk tidak menerima panggilannya, dan kecurigaannya tentang indentitas
siapa wanita itu tumbuh semakin kuat sejalan dengan waktu ketika mereka berdiri berhadapan di atas
jalan kosong itu.
Apakah mungkin dia telah menunggu mereka bulan-bulan terakhir ini? Apakah Dumbledore telah
memintanya untuk menunggu bahwa Harry akan datang kemari? Tampaknya bukan tidak mungkin
bahwa wanita inilah yang bergerak dalam bayangan di pemakaman dan mengikuti mereka ke tempat ini?
Bahkan kemampuannya untuk melihat, mereka anggap sebagai kekuatan Dumbledore yang belum
tertandingi.
Akhirnya Harry berbicara, yang menyebabkan Hermione menarik napas dan meloncat.
 “Apakah Anda Bathilda?
Sosok berkerudung itu mengangguk dan memberi isyarat lagi.
Di bawah jubah, Harry dan Hermione saling pandang.
Harry mengangkat alis, Hermione memberi anggukan gugup yang lemah
Mereka melangkah ke arahnya, dan pada saat bersamaan, wanita itu berputar dan kembali berjalan ke
jalan tempat mereka datang. Setelah memimpin mereka melewati beberapa rumah, dia masuk ke sebuah
pagar. Mereka mengikutinya hingga jalan depan sebuah kebun yang hampir seliar kebun yang baru saja
mereka tinggalkan. Dia mencoba membuka pintu dengan kunci, lalu membukannya dan bergerak minggir
untuk membiarkan mereka lewat.
Wanita itu berbau busuk, atau rumahnya yang berbau busuk. Harry mengerutkan hidung ketika mereka
melewatinya dan melepaskan jubah. Sekarang wanita itu di belakang meraka. Harry baru sadar betapa
kurusnya dia, badannya bungkuk hingga dada Harry. Wanita itu menutup pintu di belakang mereka, buku
jarinya biru-biru dan dipenuhi bintik di kulitnya. Kemudian dia berbalik dan menatap wajah Harry dengan
teliti.  Matanya tertutup katarak tebal dan tenggelam dalam lipatan kulit yang transparan, seluruh
wajahnya dipenuhi bercak dengan pembuluh darah rusak dan bintik-bintik. Harry ingin tahu apakah
wanita ini dapat mengungkap siapa Harry sebenarnya, kalaupun dia mampu, yang dia lihat adalah
seorang muggle botak yang ia curi identitasnya.
Bau busuk dari debu, pakaian yang tidak dicuci dan makanan basi yang sudah lama tercium tajam ketika
dia membuka selendang bercadarnya, menunjukkan kepala dengan rambut tipis beruban yang terlihat
jelas.
“Bathilda ?” Harry mengulangi.
Wanita itu mengangguk lagi. Harry menjadi sadar akan kalung yang ada di kulitnya.  Sesuatu yang ada di
dalamnya yang kadang-kadang berdetik dan berdetak telah bangun. Dia dapat merasakan kalung itu
berlapis emas yang dingin. Apakah kalung itu tahu, dapatkah ia merasakan, bahwa sesuatu yang dapat
menghancurkannya telah dekat?
Bathilda berjalan sambil menyeret melewati mereka, mendorong Hermione ke pinggir seakan dia tidak
pernah melihatnya, dan menghilang kedalam ruangan yang kelihatannya seperti ruang duduk.
“Harry, aku tidak yakin tentang ini,” desah Hermione.
“Lihat keadaan wanita itu, kita dapat mengatasinya dengan mudah bila kita mau,” kata Harry. “Dengar,
aku seharusnya memberitahumu, aku tahu dia tidak ada di sana, Muriel menyebutnya ‘lucu’”.
“Kemari!” panggil Bathilda dari ruang yang lain.
Hermione melompat dan menyambar tangan Harry.
“Tidak apa-apa,” kata Harry sambil menenangkan, dan dia berjalan ke arah ruang duduk.
Bathilda berjalan terhuyung-huyung dan berkeliling sambil meletakan lilin yang bercahaya, tapi keadaan
masih tetap sangat gelap, terlalu kotor untuk dikatakan. Debu tipis bergesekan di bawah kaki mereka,
 dan hidung Harry mendekteksi, selain bau lumut dan lembab, sesuatu yang busuk, seperti daging yang
busuk. Harry ingin tahu kapan terakhir kali seseorang masuk ke rumah Bathilda untuk memeriksa apakah
dia pernah melakukan bersih-bersih. Dia sepertinya juga telah lupa bahwa dia dapat melakukan sihir,
karena dia dengan canggung menyalakan lilin dengan tangan, kancing berendanya yang kecil sangat
berbahaya bila terkena api.
“Biar saya saja yang melakukannya,” Harry menawarkan dan dia mengambil korek api dari Bathilda.
Dia berdiri sambil memperhatikan Harry hingga dia selesai menyalakan sepotong lilin, yang berdiri dalam
cawan di sekeliling ruangan, menggantungnya dengan kesulitan di atas tumpukan buku dan di samping
meja yang dijejali dengan gelas-gelas retak dan berjamur.
Permukaan terakhir tempat Harry meletakkan lilin adalah sebuah meja setinggi dada di mana berdiri
banyak foto. Ketika api lilin telah menyala terang, cahayanya jatuh di atas benda perak dan kaca yang
berdebu. Harry melihat gerakan kecil dalam foto-foto itu. Ketika Bathilda meraba-raba dengan sebatang
tongkat menuju api, Harry bergumam:
Targeo
. Debu menghilang dari foto-foto itu dan Harry sadar
seketika bahwa kurang dari setengah bingkai yang terbesar dan berukir telah hilang.
Harry ingin tahu apakah Bathilda atau orang lain telah memindahkannya. Kemudian gambar dari sebuah
foto di belakang koleksi-koleksi itu menarik perhatiannya, dan dia mengambilnya.
Itu adalah gambar seorang pemuda berambut keemasan, berwajah kurus yang telah Harry lihat pada
saat mendapatkan penglihatan tentang Gregorovitch, tersenyum malas-malasan kepada Harry dari dalam
bingkai perak. Dan Harry segera ingat kapan dia pernah melihat peemuda itu sebelumnya: dalam buku
‘The Life and Lies of Albus Dumbledore’
, saling merangkul dengan Dombledore muda, dan foto-foto
yang hilang pasti ada pada buku Rita.
“Mrs… Miss Bagshot?” katanya, dan suaranya terasa kecil. “Siapa ini?”
Bathilda sedang berdiri di tengah ruangan sambil memperhatikan Hermione menyalakan api untuknya.
“Miss Bagshot?” ulang Harry, dan dia mendekat dengan gambar di tangannya karena nyala api telah
menyala di perapian. Bathilda mencari suara Harry, dan Horcrux menjadi lebih cepat panas di lehernya.
“Siapa orang ini?” Harry bertanya padanya, mendorong maju gambar itu.
Dia memandang gambar itu perlahan, kemudian memandang Harry.
“Apakah anda tahu siapa ini?” ulang Harry lebih lambat dan lebih keras dari biasanya. “Laki-laki ini?
Apakah anda mengenalnya? Siapa namanya?”
Bathilda menatap foto itu samar-samar. Harry merasa sedikit putus asa. Bagaimana Rita Skeeter dapat
mengorek keterangan dari Bathilda?
“Siapa laki-laki ini?” dia mengulangi lebih keras.
“Harry, apa yang kau lakukan?” tanya Hermione.
“Foto ini, Hermione, ini pencurinya, pencuri yang telah mencuri dari Gregorovitch! Saya mohon!” dia
berbicara pada Bathilda. “Siapa ini?”
Tapi Bathilda hanya memandang Harry.
 “Mengapa anda mengajak kami kemari, Mrs… Miss Bathilda?” tanya Hermione, meninggikan suaranya
sendiri. “Apakah ada sesuatu yang ingin disampaikan kepada kami?”
Dia tidak memberi tanda apakah dia mendengar Hermione, Bathilda sekarang bergeser beberapa
langkah mendekat ke Harry. Dengan sebuah sentakan kecil kepalanya, dia melihat ke ruang depan.
“Anda ingin kami pergi?” tanya Harry.
Dia mengulangi gerak isyarat, kali ini menunjuk terlebih dahulu ke Harry, lalu ke ke dirinya, kemudian
pada langit-langit.
“Oh, begitu… Hermione, kurasa dia ingin aku pergi ke atas dengannya.”
“Baiklah,” kata Hermione, “Ayo.”
Tetapi ketika Hermione bergerak, Bathilda menggedikkan kepalanya dengan tegas dan mengejutkan,
sekali lagi menunjuk pertama kali pada Harry, lalu pada dirinya.
“Dia ingin aku pergi dengannya, sendirian.”
“Kenapa?” tanya Hermione, dan suaranya menjadi jelas dan tajam dalam ruangan berpenerangan lilin itu.
Wanita tua itu menggedikkan kepalanya kepada Hermione sedikit ketika mendengar suara keras.
“Mungkin Dumbledore memberitahunya untuk memberikan pedang padaku, dan hanya padaku?”
“Apakah kau benar-benar yakin dia tahu siapa kau?”
“Ya,” kata Harry, melihat melalui mata berwarna susu yang terpaku pada matanya, “Kupikir dia sudah
tahu.”
“Baiklah kalau begitu, tapi cepat, Harry.”
“Silakan tunjukkan jalannya!” Harry memberitahu Bathilda.
Dia tampak mengerti, karena dia bergeser memutarinya menuju pintu. Harry memandang sekilas pada
Hermione dengan senyuman yang menenangkan, tapi dia tidak yakin Hermione melihatnya, Hermione
berdiri memeluk dirinya sendiri di tengah ruangan berpenerangan lilin, memandang ke arah rak buku.
Ketika Harry berjalan keluar dari ruangan, tidak terlihat oleh Hermione dan Bathilda, dia memasukkan
foto berbingkai perak dari pencuri tak dikenal itu ke dalam jaketnya.
Tangga itu curam dan sempit, Harry setengah tergoda untuk meletakkan tangannya di punggung Bathilda
untuk menguatkannya agar tidak terjatuh ke belakang dan menimpanya, yang tampak sangat mungkin
terjadi. Dengan perlahan, terhuyung sedikit, Bathilda mendaki ke lantai atas, belok dengan segera ke
kanan, dan memimpin Harry ke kamar tidur dengan langit-langit rendah.
Ruangan itu adalah loteng yang gelap dan berbau mengerikan. Harry telah membuat sebuah belangga
yang menonjol keluar dari bawah tempat tidur sebelum Bathilda menutup pintu dan kegelapan menelan
dengan pasti.
Lumos
,” kata Harry, dan tongkat sihirnya menyala. Dia baru tahu; Bathilda telah bergerak mendekat
 ketika kegelapan beberapa saat tadi, dan dia tidak mendengar pergerakannya.
“Apakah kau Potter?” dia berbisik.
“Ya, benar.”
Dia mengangguk dengan perlahan, dengan khidmat. Harry merasa Horcrux berdetak cepat, lebih cepat
dari jantungnya. Rasanya menyenangkan, mengguncang perasaan.
“Apakah ada sesuatu yang ingin anda berikan untuk saya?” Harry bertanya, tapi perhatian Bathilda
teralihkan oleh ujung tongkat Harry yang bercahaya.
“Apakah ada sesuatu yang ingin anda berikan untuk saya?” Harry mengulangi.
Kemudian Bathilda menutup matanya dan beberapa kejadian terjadi pada saat bersamaan; bekas luka
Harry menusuk menyakitkan; Horcrux berkedut sehingga bagian depan sweaternya bergerak; ruangan
yang busuk dan gelap menghilang untuk sekejap. Harry merasa sebuah lompatan gembira dan berbicara
dengan nada tinggi dan dingin:
Tahan dia!
Harry terguncang di tempat dia berdiri: ruangan yang gelap dan berbau busuk itu terasa menekannya
lagi; dia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
“Apakah ada sesuatu yang ingin anda berikan untuk saya?” Harry bertanya untuk ketiga kalinya, lebih
kuat.
“Di sini,” dia berbisik, menunjuk ke sudut. Harry mengangkat tongkatnya dan melihat sebentuk meja tulis
yang berantakan di bawah jendela bertirai.
Kali ini Bathilda tidak membimbingnya.  Harry berjalan ke pinggir di antara Bathilda dan tempat tidur
yang berantakan, tongkatnya terangkat. Dia tidak mau jauh-jauh darinya.
“Apa itu?” dia bertanya ketika dia sampai di meja tulis, yang terlihat dan baunya seperti tumpukan
pakaian kotor.
“Di situ,” dia berkata, menunjuk ke suatu benda yang tidak berbentuk.
Dan segera setelah dia melihatnya, mata Harry mengerling sebuah pangkal pedang yang berantakan,
berbutir ruby, Bathilda bergerak aneh; dia melihatnya dari sudut matanya; kepanikan membuatnya
berbalik dan dia menyaksikan tubuh tua itu rebah dan seekor ular besar keluar dari tempat di mana
lehernya berada.


Ular itu menabraknya ketika dia mengangkat tongkatnya. Gigitan kuat pada tangan kanannya membuat
tongkatnya terpental ke langit-langit; cahayanya berputar memusingkan di sekitar ruangan dan kemudian
padam. Lalu sebuah pukulan yang kuat dari ekor ular ke rongga dadanya telah membuatnya kehabisan
napas. Dia merasa jatuh ke belakang ke atas meja tulis, ke gundukan pakaian busuk-
Harry berguling ke samping, sedikit menghindar dari ekor ular yang memukul ke bawah dari atas meja
ke tempat di mana dia berada beberapa detik sebelumnya. Pecahan kaca berjatuhan di atasnya ketika
dia mengenai lantai. Dari bawah dia mendengar Hermione memanggil, “Harry?”
 Dia tidak mempunyai cukup napas di paru-parunya untuk menjawab. Kemudian suatu benda yang berat
memukulnya ke lantai dan dia merasakan ular itu melata di atasnya, sangat kuat dan berotot.
“Tidak!” dia terengah-engah, tertahan di lantai.
“Ya,” bisik suara itu, “Yaaa… menahanmu… menahanmu…”
Accio… Accio Tongkat…
Tapi tidak ada yang terjadi dan dia membutuhkan tangannya untuk mencoba melepaskan ular itu dari
tubuhnya karena ular itu telah membelit sekeliling dadanya, mencengkram udara darinya, menekan keras
Horcrux ke dadanya, sebuah kalung sedingin es yang berdenyut hidup, beberapa inchi dari jantungnya
yang kalut, dan otaknya dibanjiri rasa dingin, cahaya putih, semua pikiran lenyap, napasnya
ditenggelamkan, langkah di kejauhan, semuanya menjadi…
Sebuah jantung besi bersuara keras di luar dadanya, dan sekarang dia melayang, melayang dengan
kemenangan jantungnya, tanpa membutuhkan sapu atau thestral…
Harry terbangun dengan tiba-tiba dalam kegelapan yang berbau masam; Nagini telah membebaskannya.
Dia bangkit dengan ketakutan dan melihat sosok ular itu berlawanan dengan cahaya di lantai. Ular itu
menabrak dan Hermione melompat ke pinggir sambil menjerit, kutukan yang dia lontarkan mengenai
jendela bertirai, yang kemudian hancur. Udara beku mengisi ruangan ketika Harry menunduk untuk
menghindari hujan pecahan kaca yang lain dan kakinya terpeleset sesuatu yang seperti pensil --
tongkatnya.
Dia membungkuk dan menyambarnya, tapi ruangan sekarang dipenuhi ular, ekornya memukul;
Hermione tidak terlihat di manapun dan untuk sesaat Harry memikirkan sesuatu yang buruk, tetapi
kemudian ada ledakan keras dan kilatan cahaya merah, dan ular itu terpental ke udara, menabrak muka
Harry, bergulung gulungan demi gulungan naik hingga ke langit-langit. Harry mengangkat tongkatnya,
tetapi ketika dia melakukannya, bekas lukanya menjadi sangat sakit, lebih sakit dari pada tahun-tahun
sebelumnya.
“Dia datang!
Hermione, dia datang
!”
Ketika dia berteriak, ular tersebut mendesis liar. Semuanya kacau balau; Harry menabrak rak di dinding,
dan serpihan keramik China berserakan ke mana-mana ketika Harry meloncat melewati tempat tidur dan
menabrak suatu sosok gelap yang dia tahu adalah Hermione.
Hermione menjerit kesakitan ketika Harry menariknya melewati tempat tidur. Ular itu membebatnya lagi,
tapi Harry tahu bahwa sesuatu yang lebih buruk telah datang, mungkin sudah sampai di gerbang,
kepalanya serasa terbuka dengan rasa sakit di bekas lukanya.
Ular itu menyerbu ketika dia mengambil langkah untuk berlari, menarik Hermione bersamanya; ketika
menabrak, Hermione menjerit, “
Confringo
!” dan mantranya terbang di sekitar ruangan, meledakkan
kaca hias, dan memantul ke arah mereka, melompat dari lantai ke langit-langit; Harry merasakan rasa
panas menghanguskan bagian belakang tangannya. Kaca menggores lehernya, sambil menarik Hermione,
dia meloncat dari tempat tidur ke meja tulis dan langsung mendobrak jendela ke luar, teriakan Hermione
bergaung di udara malam ketika mereka berputar di tengah udara.
Dan kemudian bekas lukanya serasa meledak, dia menjadi Voldemort dan dia berlari melintasi kamar
 tidur yang bau, jari panjangnya yang putih mencengkram kusen jendela ketika dia melihat sekilas seorang
pria botak dan perempuan kecil berputar dan menghilang, dan dia menjerit dengan kemarahan, jeritan
yang bercampur dengan jeritan si perempuan, yang bergaung sepanjang kebun gelap diiringi dentang bel
gereja di hari natal.
Dan jeritannya adalah jeritan Harry… rasa sakitnya adalah rasa sakit Harry… yang bisa terjadi di sini, di
mana pernah terjadi sebelumnya… di sini, dalam pandangan rumah itu di mana dia telah datang begitu
dekat untuk mengetahui apakah dia telah mati… mati…sakitnya sungguh mengerikan… merobek
tubuhnya… tetapi jika dia tidak mempunyai tubuh, mengapa kepalanya sangat sakit; jika dia telah mati,
bagaimana bisa dia merasa sangat sakit yang tak tertahankan, bukankah rasa sakit berhenti bila mati,
bukankah ia hilang.
Malam yang lembab dan berangin, dua orang anak berpakaian labu berjalan terhuyung-huyung
melintasi perempatan, dan jendela toko ditutupi oleh jaring laba-laba, semua perangkap muggle
semu tapi tidak berharga menjebak dunia yang tidak mereka percayai… dan dia meluncur, suatu
perasaan untuk tujuan dan kekuatan dan kebenaran dalam dirinya yang selalu dia ketahui untuk
urusan-urusan ini… bukan kemarahan… yang hanya diperuntukkan untuk jiwa yang lebih lemah
darinya… tapi kemenangan, ya… dia telah menanti hal ini, dia telah mengharapkannya…
“Kostum keren, Tuan!”
Dia melihat laki-laki kecil tersenyum ragu ketika dia berlari cukup dekat untuk melihat yang ada
di bawah penutup kepala jubah, rasa takut terbayang di wajahnya. Kemudian anak kecil itu
berbalik dan lari… di bawah jubah, dia memegang tongkat sihirnya… dengan gerakan yang
sederhana dan anak itu tidak akan bertemu lagi dengan ibunya… tapi tidak perlu, sangat tidak
perlu…
Dan sepanjang jalan yang baru dan gelap, dia berjalan, dan akhirnya sampai ke tempat
tujuannya, Mantra Fidelius rusak, ia pikir mereka pasti belum tahu… dan dia membuat sedikit
suara yang melebih suara keresekan daun mati di sepanjang jalan aspal ketika menaiki undakan
pagar gelap dan menyingkirkannya…
Mereka belum menutup tirainya; dia melihat mereka cukup jelas di dalam ruang duduk mereka
yang kecil, pria tinggi berambut hitam dengan kacamata, membuat asap berwarna keluar dari
tongkat sihirnya untuk menghibur anak kecil berambut hitam yang memakai piyama biru. Anak
itu tertawa dan mencoba untuk menangkap asap itu, menangkapnya dengan jemarinya yang
kecil…
Sebuah pintu terbuka dan ibunya masuk, mengucapkan kata yang tidak dapat didengarnya,
rambutnya yang panjang jatuh di sekitar wajahnya. Sekarang ayahnya menggendong anak itu
dan memberikannya kepada sang ibu. Laki-laki itu melempar tongkatnya ke atas sofa dan
menguap…
Pagar berderit sedikit ketika dia mendorongnya terbuka, tapi James Potter tidak mendengarnya.
Tangan putihnya menarik tongkat sihir di bawah jubahnya dan menunjuk ke pintu, yang meledak
 terbuka.
Dia berada di ambang pintu ketika James datang sambil berlari cepat ke ruang depan. Ini
mudah, sangat mudah, dia bahkan tidak perlu mengambil tongkatnya…
“Lily, ambil Harry dan pergi! Itu dia! Pergi! Lari! Aku akan menahannya!”
Menahannya, tanpa sebuahh tongkat sihir di tangannya?... Dia tertawa sebelum mengucapkan
kutukan…
“Avada Kedavra!”
Cahaya hijau memenuhi seluruh ruang depan, kutukan itu melempar kereta bayi ke dinding,
membuat sandaran tangga terbakar seperti cambuk yang menyala, dan James Potter jatuh
seperti boneka marionete yang dipotong talinya…


Dia dapat mendengar teriakan perempuan dari ruangan atas, terjebak, tapi dia berpikir, dia,
akhirnya, tidak merasakan ketakutan lagi… dia memanjat anak tangga, mendengarkan hiburan
jemu pada saat perempuan itu melindungi dirinya… perempuan itu juga tidak memegang tongkat
sihir… betapa bodohnya mereka, dan betapa mudah percayanya, berpikir bahwa keselamatan
mereka ada pada seorang teman, bahwa senjata-senjata dapat disepelekan bahkan hanya untuk
sementara…
Dia membuat pintu terbuka, menyingkirkan kursi dan kotak-kotak yang menghalanginya ke
samping dengan satu lambaian malas tongkat sihirnya… dan di sana perempuan itu berdiri, anak
itu ada di dekapannya. Akhirnya perempuan itu menatapnya, dia meletakkan anaknya di meja di
belakangnya dan merentangkan tangannya, berharap ini bisa berguna, yang dia pilih dengan
segera dan berharap dapat melindungi anak ini dari pandangan…
“Jangan Harry, jangan Harry, kumohon jangan Harry!”
“Minggir kau perempuan bodoh… minggir sekarang.”
“Jangan Harry, kumohon jangan, bunuh aku sebagai gantinya.”
“Ini peringatanku yang terakhir.”
“Jangan Harry! Kumohon… jangan sakiti dia… kasihanilah dia… Jangan Harry! Jangan Harry,
kumohon… aku bersedia melakukan apapun.”
“Minggir. Minggir, perempuan.”
 Dia tidak dapat membuat perempuan ini minggir dari depan meja, tapi kelihatannya
menyenangkan untuk menghabisi mereka semua…
Cahaya hijau berkilatan di sekitar ruangan dan perempuan itu terjatuh seperti suaminya. Anak
itu tidak menangis selama ini terjadi. Dia dapat berdiri, mencengkram pinggiran mejanya dan
melihat keatas ke wajah si penyusup dengan ketertarikan yang besar, mungkin berpikir bahwa itu
adalah ayahnya yang berada di bawah jubah, membuat cahaya indah, dan ibunya akan meloncat
sebentar lagi, tertawa.
Dia menunjukkan tongkatnya dengan hati-hati ke wajah anak itu. Dia ingin melihatnya terjadi,
penghancuran kali ini, bahaya yang tidak dapat dipahami. Anak itu mulai menangis. Dia telah
melihat bahwa si penyusup bukan James. Dia tidak senang anak itu menangis, dia tidak pernah
berselera mendengar rengekan anak yatim piatu.
“Avada Kedavra!”
Dan kemudian dia hancur; dia bukan apa-apa, tak ada yang lain selain rasa sakit dan teror, dan
dia harus menyembunyikan dirinya, bukan di sini di puing-puing rumah runtuh, di mana anak itu
terperangkap dan menjerit, tapi jauh… pergi sangat jauh…
“Tidak,” dia meratap
Sang ular berdesir di lantai yang kotor dan bau, dan dia telah membunuh anak itu, dan
kemudian dia adalah anak kecil itu…
“Tidak…”
Dan sekarang dia berdiri di jendela rumah Bathilda yang rusak, terbenam dalam kenangan
kegagalannya yang terbesar, dan di kakinya seekor ular besar berdesir di antara kaca dan
porselen yang rusak… dia melihat ke bawah dan melihat sesuatu… sesuatu yang luar biasa…
“Tidak…”
“Harry, tidak apa-apa, kau baik-baik saja?”
Dia menjangkau kebawah, dan mengambil sebuah foto yang terlempar. Itu dia, pencuri yang
sedang dia cari…
 “Tidak… aku menjatuhkannya…aku menjatuhkannya…”
“Harry, tidak apa-apa, bangun, bangun!”
Dia adalah Harry… Harry, bukan Voldemort… dan sesuatu yang berdesir itu bukan seekor ular… dia
membuka matanya.
“Harry,” Hermione berbisik. “Apa kau ba… baik-baik saja?”
“Ya,” katanya.
Dia di dalam tenda, berbaring di salah satu ranjang rendah di bawah timbunan selimut. Dia menduga
bahwa hari hampir fajar karena suasana senyap dan dingin, cahaya datarpun terlihat dari celah tenda.
Harry basah kuyup oleh keringat, dia dapat merasakannya di atas seprai dan selimut.
“Kita berhasil lolos.”
“Ya,” kata Hermione, “aku  telah menggunakan Mantra Melayang untuk mengangkatmu ke atas ranjang,
aku tak dapat mengangkatmu. Kau telah menjadi… well, kau tidak lagi…”
Ada rona ungu dibawah mata coklatnya dan Harry menyadari sebuah busa di tangannya. Hermione telah
mengelap wajah Harry.
“Kau terluka,” dia melanjutkan, “cukup terluka.”
“Berapa lama kita meninggalkan tempat itu?
“Beberapa jam yang lalu, hari hampir fajar.”
“Dan aku telah… apa, pingsan?”
“Tidak juga” kata Hermione tidak nyaman, “ kau berteriak dan meratap dan…sesuatu,” dia
menambahkan dalam nada yang membuat Harry gelisah. Apa yang telah dilakukannya? Meneriakkan
kutukan seperti Voldemort, menangis seperti bayi dalam ayunan?
“Aku tidak dapat melepaskan Horcrux darimu.” Hermione berkata, dan dia tahu dia ingin mengalihkan
perhatian. “Horcrux itu tersangkut, tersangkut di dadamu. Itu membuat bekas di dadamu; aku menyesal,
aku telah menggunakan mantra potong untuk melepasnya. Ular itu menggigitmu juga, tapi aku telah
membersihkan lukanya dan memberikan sedikit Dittany di atasnya.”
Harry melepaskan kaos berkeringat yang telah dipakainya dari tubuhnya dan melihat ke bawah. Ada
semacam bentuk lonjong merah padam diatas jantungnya di mana kalung itu membakarnya. Dia juga
dapat melihat tusukan setengah sembuh di tangan kanannya.
“Di mana kau meletakkan Horcrux-nya?”
“Dalam tasku. Aku pikir kita seharusnya menyimpannya untuk sementara.”
Dia berbaring lagi di bantalnya dan melihat ke wajah Hermione yang kelabu bekas terjepit.
“Kita tidak seharusnya pergi ke Godric’s Hollow. Ini salahku, ini semua salahku, Hermione, aku minta
 maaf.”
“Ini bukan salahmu, aku juga ingin pergi, aku sangat yakin Dumbledore mungkin meninggalkan pedang
itu di sana untukmu.”
“Yah, well… kita salah, kan?”
“Apa yang terjadi, Harry? Apa yang terjadi ketika dia membawamu ke atas? Apakah ular itu
bersembunyi di suatu tempat? Apakah ular itu datang dan membunuhnya dan menyerangmu?”
“Tidak,” dia berkata, “dia adalah ularnya… atau ular itu adalah dia… begitulah.”
“Ap… Apa?”
Dia menutup matanya. Dia masih dapat mencium rumah Bathilda. Ini membuat semua bayangan yang
mengerikan menjadi hidup.
“Bathilda pasti sudah mati sebelumnya. Ular itu ada… ada di dalam tubuhnya. Kau-Tahu-Siapa
meletakkannya di Godric’s Hollow, untuk menunggu. Kau benar. Dia tau aku kembali.”
“Ular itu di
dalam
tubuhnya?”
Harry membuka matanya lagi. Hermione kelihatannya jijik dan muak. “Lupin mengatakan ada sihir yang
tidak bisa kita bayangkan,” Harry berkata, “Bathilda tidak mau berbicara di depanmu, karena bahasanya
adalah Parseltongue, semuanya Parseltongue, dan aku tidak menyadarinya, tapi tentu saja aku
memahaminya. Ketika kami berada di atas, ular itu mengirim berita pada Kau-Tahu-Siapa. Aku
mendengar itu terjadi di dalam kepalaku, aku merasa Voldemort menjadi tertarik, dia berkata untuk
menahanku di situ… dan kemudian…”
Dia ingat ular itu keluar dari leher Bathilda; Hermione tak perlu tahu rinciannya.
“…dia berubah, berubah menjadi ular, dan menyerang.”
Dia melihat ke bawah pada luka merah padam itu.
“Ular itu seharusnya tidak berusaha membunuhku, hanya untuk menahanku di sana sampai
Kau-Tahu-Siapa tiba.”
Jika dia dapat membunuh ular itu sebelumnya, keadaan tidak mungkin seburuk ini, semuanya… merasa
sakit pada jantungnya, dia duduk dan menggeser selimutnya.
“Harry, jangan, aku yakin kau harus istirahat!”
“Kau adalah orang yang lebih membutuhkan istirahat. Jangan membantah, kau terlihat sangat lelah. Aku
baik-baik saja. Aku akan berjaga-jaga sebentar. Di mana tongkatku?”
Hermione tidak menjawab, dia melihat Harry dengan bimbang.
“Di mana tongkatku, Hermione?”
Hermione menggigit bibirnya, dan air mata berlinang di matanya.
 “Harry…”
Di mana tongkatku
?”
Dia menjangkau ke bawah di samping tempat tidur dan menyerahkannya.
Tongkat kayu holly dan bulu phoenix hampir terbelah dua. Sebuah inti bulu phoenix yang rapuh menahan
dua bilah itu tetap menyatu. Kayunya telah terpisah sama sekali. Harry meletakkan di tangannya seolah
tongkat itu suatu mahluk hidup yang menderita karena luka yang menyakitkan. Harry tidak dapat berpikir
dengan baik. Semuanya kabur dalam kepanikan dan ketakutan. Kemudian dia menyodorkan tongkatnya
kepada Hermione.
“Perbaikilah, kumohon!”
“Harry, aku rasa tak bisa. Jika rusaknya seperti ini.”
“Kumohon, Hermione, cobalah!”
R-Reparo.
Patahan di tengah tongkat menyatu sendiri. Harry mengambilnya.
Lumos!
Tongkat itu berkedip sekejap, lalu padam. Harry menunjuk pada Hermione.
Expelliarmus!
Tongkat Hermione bergerak sedikit, tetapi tidak terlepas dari tangannya. Menghasilkan sihir ringan
merupakan hal yang sulit bagi tongkat Harry, yang terbelah menjadi dua lagi. Dia tertegun
memandangnya, tidak percaya apa yang dilihatnya… tongkat yang telah menyelamatkan nyawanya,
sangat…
“Harry,” Hermione berbisik sangat pelan, Harry dapat mendengarnya dengan susah payah. “Aku minta
maaf sekali, kupikir itu kesalahanku. Ketika kita pergi, kau tahu, ular itu mendatangi kita, dan karenanya
aku mengucapkan Mantra Penghancur, dan mantra itu menyebar kemana-mana, dan mantra itu pasti…
mantra itu pasti mengenai…”
“Itu sebuah kecelakaan,” kata Harry dengan cepat. Dia merasa hampa, terdiam. “Kita akan… kita akan
mencari cara untuk memperbaikinya.”
“Harry, kurasa kita tidak mampu melakukannya.” Kata Hermione. Air mata mengalir di wajahnya,
“ingat… ingat Ron? Ketika dia merusak tongkatnya, waktu kecelakaan mobil? Tongkatnya tidak pernah
lagi sama seperti sebelumnya, dia akhirnya membeli tongkat yang baru.”
Harry memikirkan Olivander, yang diculik dan ditawan Voldemort; memikirkan Gregorovitch, yang
sudah mati. Bagaimana bisa dia menemukan orang yang dapat memberinya tongkat baru?
“Yah,” katanya, dalam nada itu-bukan-masalah, “yah, sepertinya aku akan meminjam tongkatmu mulai
sekarang, sementara aku berjaga.”
 Wajah Hermione dipenuhi air mata, Hermione menyerahkan tongkatnya dan Harry meninggalkannya
duduk di tempat tidurnya, tidak ada yang dia inginkan selain pergi darinya.

To be continue..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search my Blog